Kementerian Keuangan memiliki
kegiatan spending review yang dilakukan tiap tahun sejak tahun 2012. Spending Review (SR) adalah revieu
komprehensif terhadap performa belanja Pemerintah (APBN) untuk mengetahui
efisiensi, efektivitas dan value for
money atas alokasi anggaran dan
pelaksanaan anggaran pemerintah. Disebutkan bahwa SR merupakan alat untuk
mencapai tujuan manajemen pengeluaran publik terutama dalam melakukan evaluasi
kinerja pemerintah, yang hasilnya dijadikan rekomendasi untuk pelaksanaan
anggaran pemerintah tahun berikutnya.
Secara konseptual, Spending Review memiliki cakupan luas, setidaknya
strategic review dan functional review. Strategic Review memiliki fokus utama kepada efektivitas dan skala
prioritas, serta lebih dalam lagi
memberikan rekomendasi kepada pemerintah tentang apa yang harus
dilakukan dan tidak dilakukan. Sedangkan Functional Review memiliki fokus utama
terhadap efisiensi atau bagaimana suatu kebijakan atau program dapat terlaksana
dengan sumber daya yang lebih sedikit. Lanjutannya akan dihasilkan analisis
mengenai aggregate efficiency (Fiscal
Discipline), Allocative Efficiency,
dan Technical Efficiency.
Dalam praktik kegiatan 5 tahun
ini, SR yang menjadi tupoksi Direktorat jenderal Perbendaharaan, masih terbatas
kepada beberapa review teknis, dan lebih kepada efisiensi penganggaran saja. Kegiatan utamanya masih berupa Reviu Alokasi (Pagu),
analisis Benchmarking, dan Analisis Deviasi Kebutuhan.
Reviu alokasi melakukan identifikasi
indikasi inefisiensi, duplikasi, dan einmalig. Inefisiensi pada tahap alokasi
adalah kelebihan alokasi yang dapat menyebabkan anggaran diserap atau sumber
daya digunakan lebih dari yang dibutuhkan untuk mencapai target keluaran, fokus
untuk mengidentifikasi indikasi inefisiensi pada tahap alokasi yakni: Relevansi
komponen; Ketidaksesuaian antara (kelebihan dari) harga satuan dengan standar
biaya yang dipergunakan pada alokasi anggaran; dan membandingkan dengan alokasi
pada kegiatan yang serupa pada satuan kerja yang memiliki keluaran sama. Duplikasi
adalah apabila dalam satu program terdapat dua kegiatan dengan output yang sama,
atau dalam satu kegiatan terdapat dua komponen kegiatan yang sama. Einmalig
adalah program atau kegiatan yang berdasarkan sifat atau tujuannya hanya perlu dilaksanakan
hanya satu kali, atau dapat dipastikan tidak akan diulang atau dilanjutkan pada
tahun anggaran berikutnya.
Analisis benchmarking adalah membandingkan kinerja suatu unit (baik program,
keluaran ataupun satker) dengan tolok ukurnya, dengan terlebih dahulu
mendefinisikan kinerja dan menentukan tolok ukur yang dimaksud. Perbedaan
antara kinerja suatu unit dengan tolok ukurnya merupakan tingkat inefisiensi
yang terukur.
Analisis Deviasi Kebutuhan dilakukan
dengan menganalisis pola penyerapan belanja barang operasional selama 5 tahun
terakhir untuk mencari indikasi adanya inefisiensi alokasi berdasarkan data
penyerapan anggaran. Hal ini terkait
dengan Metode penghitungan kebutuhan dan yang ada selama ini masih menggunakan system line-budget system, dimana
penghitungan belanja operasional masih menggunakan pendekatan angka accress dan
tingkat inflasi untuk belanja barang operasional. Akibatnya terjadi inefisiensi
belanja yang dapat dilihat dari tingginya sisa anggaran belanja operasional
yang tidak terserap (terutama pada belanja barang).
Kementerian Keuangan mengatakan
bahwa setelah melakukan ketiga jenis reviu/analisis tersebut, hasil
reviu/analisis per kementerian/lembaga kemudian dikonfirmasi ke kementerian/lembaga
bersangkutan. Konfirmasi dilakukan untuk memastikan bahwa hasil temuan dalam
reviu/analisis benarbenar valid dan handal. Selain itu, konfirmasi dilakukan
sebagai bentuk pembinaan ke K/L dengan pengenalan norma-norma dalam Spending
Review sehingga indikasi inefisiensi dan duplikasi semakin mengecil di tahun-tahun
berikutnya. Pada proses konfirmasi, rincian indikasi inefisiensi hasil
reviu/analisis bisa dihapus bila berdasarkan diskusi dianggap tidak kurang
kuat. Hasil reviu/analisis final setelah konfirmasi dituangkan dalam berita
acara konfirmasi yang ditandatangani oleh kedua pihak.
Spending Review kemudian
melaporkan inefisiensi yang menurun, dari 9% pada tahun 2013, menjadi 3% pada
tahun 2014, 1% pada tahun 2015 dan 1,2% pada tahun 2016 ini. Akan tetapi ada
kemungkinan sebagiannya karena metode yang lebih konservatif, antara lain
karena dilakukan konfirmasi ulang (cross
check) ke K/L beberapa kali. Sedangkan pada tahun 2013 hanya oleh
Kementerian Keuangan (ditjen Perbendaharaan).
Adapun hasil Spending Review 2016 menyebutkan bahwa K/L dengan indikasi
inefisiensi tertinggi berturut-turut adalah : Kementerian Dalam Negeri,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat, Kementerian Perdagangan, Badan Pemeriksa Keuangan, serta Kementerian
Pemuda dan Olah Raga.
Sementara itu, bila ditelusuri
berdasarkan kelompok akun, maka akan ditemukan bahwa kelompok akun dengan
indikasi inefisiensi tertinggi adalah Belanja Perjalanan Dinas, Belanja Jasa,
Belanja Barang Non Operasional, Belanja Modal Peralatan dan Mesin, dan Belanja
Barang Operasional.
.