Besarnya anggaran pendidikan yang
minimal 20 persen dari total Belanja negara menurut amanat Konstitusi, kadang
kurang difahami oleh publik. Masih banyak yang mengira bahwa belanja itu dikelola atau melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, atau sekarang
ditambah Kementerian riset, teknologi pendidikan tinggi.
Anggaran Pendidikan sebagai tema
sesuai amanat konstitusi tersebut terdistribusi sesuai pos-pos APBN. Sebagai
contoh, dianggarkan sebesar Rp414,1
triliun (20,0 persen terhadap Belanja APBN) dalam RAPBN 2017, terdiri dari: 1. Anggaran
Pendidikan melalui Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp142,1 triliun; Anggaran
Pendidikan melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp269,5 triliun;
dan ada Anggaran Pendidikan melalui Pengeluaran Pembiayaan sebesar Rp2,5
triliun.
Anggaran Pendidikan melalui
Belanja Pemerintah Pusat Rp142,1 triliun itu sendiri terdistribusi ke dalam 12
Kementerian/Lembaga (K/L) ditambah Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA
BUN). Ada tiga Kementerian yang mendapat alokasi terbesar, yaitu: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp39,8 tiriliun, Kementerian riset, teknologi
pendidikan tinggi sebesar Rp38,4 tiriliun, dan Kementerian Agama sebesar Rp50,4
tiriliun. Perhatikan bahwa Kemenag justeru yang paling besar.
Anggaran Pendidikan melalui pos Transfer
ke Daerah dan Dana Desa lebih besar dari pos belanja Pemerintah Pusat, yakni
mencapai Rp269,5 triliun. Dialokasikan dalam pos Dana Transfer Khusus (DAK
Fisik dan DAK Non Fisik). Porsi terbesar pada DAK Non Fisik seperti Tunjangan
Profesi Guru (TPG) PNSD dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Sedangkan Anggaran Pendidikan
melalui Pengeluaran Pembiayaan sebesat Rp2,5 tiriliun adalah anggaran
pendidikan yang dialokasikan untuk pembentukan dana abadi pendidikan (endowment fund), yang dilakukan oleh BLU
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Nota Keuangan dan RAPBN 2017
menjelaskan bahwa alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total
Belanja tersebut akan diarahkan untuk: (1) penyediaan guru dan dosen yang
berkualitas dan penempatan yang merata; (2) peningkatan dan penjaminan mutu
pendidikan; (3) penyediaan bantuan pendidikan yang efektif dan lebih memadai;
(4) pengembangan pembelajaran yang berkualitas; (5) peningkatan ketersediaan
sarana dan prasarana yang berkualitas; dan (6) bantuan pendidikan kepada siswa
termasuk beasiswa kepada siswa yang kurang mampu.
Adapun target/sasaran anggaran
pendidikan disebutkan antara lain: 1 Sertifikasi untuk guru 101,1 ribu orang dan Dosen 10,2 ribu
orang; 2. Pemerataan guru antarsekolah dan antardaerah di 34 kab/kota percontohan;
3. Kartu Indonesia Pintar untuk 19,5 juta siswa; 4. Bidikmisi untuk 360,5 ribu mahasiswa;
5 BOS untuk 8,5 juta siswa; 6. Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri untuk
107 PTN; 7. Rehabilitasi ruang kelas sebanyak 41.128 ruang; 8. Satuan pendidikan yang melaksanakan K13 sebanyak 129,2 ribu.
Sesuai perintah Undang-Undang,
ada pula penjelasan tentang anggaran menurut fungsi dan sub fungsi. RAPBN tahun
2017 menyebut 11 fungsi, yang salah satunya adalah anggaran fungsi pendidikan.
Penngolongan ini lebih dimaksudkan untuk alat analisa (tools of analysis), yang bisa dibandingkan antar negara, dan dari
waktu ke waktu.
Dengan demikian, harus difahami
perbedaan antar pengertian dan alokasi tadi, agar segala masukan dan kritik publik
lebih sesuai dan efektif. Sebagaimana keributan soal “kelebihan” anggaran Tunjangan
Profesi Guru (TPG) PNSD beberapa waktu lalu. Kelebihan dimaksud juga bukan
dalam “pengeluaran” nyata melainkan penganggarannya. Sekali lagi, anggaran
pendidikan terbesar adalah melalui Transfer ke Daerah, dan perlu ada kontrol serta
pengawasan publik yang lebih jeli atas data lapangan. Begitu pula dengan
besarnya alokasi untuk Kementerian Agama, yang kadang justeru mendapat lebih
sedikit sorotan dibandingkan Kemendikbud.