Jumat, 16 September 2016

MEMAHAMI RAPBN 2017 (bagian 1)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut UUD 1945, APBN adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sebagai suatu rencana yang ditetapkan bersama oleh Pemerintah dan DPR, APBN melalui proses yang panjang dan kerap mengalami beberapa perubahan besaran. Ada beberapa versi angka pada masing-masing tahap, memiliki sebutan resmi, dan sebagiannya dipublikasikan secara terbuka. Ada Rancangan APBN (RAPBN) ketika diajukan oleh Pemerintah untuk dibahas DPR. Disebut APBN, ketika ditetapkan menjadi Undang-Undang. Biasanya ada perubahan di pertengahan tahun yang disebut sebagai APBN Perubahan (APBNP), yang harus ditetapkan pula sebagai Undang-Undang, dan memiliki konsep RAPBNP.

Pelaksanaan atas rencana menimbulkan versi yang tidak sepenuhnya sama, sehingga dikenal istilah realisasi APBN pada suatu tahun. Perbedaan berbagai versi ini kadang kurang dimengerti dan dikutip secara kurang tepat oleh media, bahkan oleh suatu tulisan ilmiah. Itu belum memasukkan versi angka-angka yang lebih banyak dalam  berbagai proses penyusunan, sejak pembicaraan awal antar birokrasi dan lembaga yang berwenang.   

APBN pada dasarnya terdiri atas tiga bagian, yaitu: anggaran Pendapatan Negara, anggaran Belanja Negara, dan Pembiayaan Anggaran. Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

Ada dua istilah lain yang perlu diperhatikan, yaitu penerimaan negara dan pengeluaran negara. Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara. Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara. Sebagai contoh, pendapatan negara adalah penerimaan negara yang tidak perlu dibayar kembali. Namun ada penerimaan negara yang perlu dibayar kembali, seperti utang, yang dimasukkan dalam pembiayaan.

Sejak APBN tahun 2000, Indonesia mulai menggunakan format I-account untuk menggantikan format sebelumnya, yaitu T-account. Pada format I-account, pencantuman pendapatan dan belanja berada pada satu kolom, sehingga dapat terlihat besaran surplus/defisit yang didapat dari besaran pendapatan negara dikurangi besaran belanja negara. Lebih jauh lagi, jika terdapat defisit maka besaran pembiayaan untuk menutupinya pun dapat dilihat.

RAPBN 2017 mengajukan Anggaran Pendapatan Negara sebesar Rp1.737.629.377.095.000,00, yang akan diperoleh dari sumber: a. Penerimaan Perpajakan; b. Penerimaaan Negara Bukan Pajak (PNBP); dan c. Penerimaan Hibah.



Penerimaan Perpajakan dimaksud diperkirakan sebesar Rp1.495.893.810.596.000,00, yang terdiri atas: a. Pendapatan Pajak Dalam Negeri sebesar Rp1.461.818.710.596.000,00; dan b. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional sebesar Rp34.075.100.000.000,00

Pendapatan Pajak Dalam Negeri terdiri dari: a. pendapatan pajak penghasilan; b. pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah; c. pendapatan pajak bumi dan bangunan; d. pendapatan cukai; dan e. pendapatan pajak lainnya. Sedangkan Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional terdiri atas: a. pendapatan bea masuk; dan b. pendapatan bea keluar
PNBP diperkirakan sebesar Rp240.362.904.897.000,00, yang terdiri atas: a. penerimaan Sumber Daya Alam (SDA); b. pendapatan bagian laba BUMN; c. PNBP lainnya; dan d. pendapatan Badan Layanan Umum (BLU).



Sedangkan penerimaan Hibah diperkirakan sebesar Rp1.372.661.602.000,00. Penerimaan hibah adalah pendapatan Pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa dari pemerintah negara sahabat, organisasi internasional, perusahaan negara/daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat serta tidak secara terus-menerus.

Dalam diskusi atau analisis, sering dibedakan antara penerimaan perpajakan dengan penerimaan pajak. Penerimaan pajak tidak memasukkan cukai, bea keluar, dan bea masuk. Keperluannya adalah untuk lebih memahami pola dan proyeksi ke depan, sehingga dapat dipilih kebijakan yang tepat.

RAPBN 2017 mencantumkan target Pendapatan Negara yang lebih rendah daripada APBN 2016 dan APBNP 2016. Biasanya target lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Baik dalam hal penerimaan perpajakan maupun PNBP. Bisa dikatakan target lebih realistis mengingat realisasi yang cukup jauh dibawah target dalam dua tahun terakhir, serta masih kurang meyakinkannya prospek ekonomi tahun depan.

Upaya meningkatkan penerimaan perpajakan, khususnya penerimaan pajak di masa mendatang masih diharapkan antara lain dengan kebijakan amnesti pajak. Secara konseptual, bukan denda yang diincar, melainkan perluasan basis pajak. Jika kebijakan ini kurang berhasil, maka target penerimaan yang sudah diturunkan itu pun tetap masih terbilang tinggi.


Fenomena penurunan PNBP terutama dipicu oleh penurunan terus menerus dalam hal penerimaan SDA, yang turun hingga sekitar sepertiga saja dari lima tahun lalu. Dan secara lebih khusus adalah dalam hal penerimaan SDA Migas. PNBP nampaknya akan sulit digenjot tahun 2017, dan masih mungkin akan diturunkan lagi pada APBN, hasil pembahasan, serta pada APBNP nantinya.