Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut UUD 1945, APBN adalah wujud
dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang
dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Sebagai suatu rencana yang
ditetapkan bersama oleh Pemerintah dan DPR, APBN melalui proses yang panjang
dan kerap mengalami beberapa perubahan besaran. Ada beberapa versi angka pada
masing-masing tahap, memiliki sebutan resmi, dan sebagiannya dipublikasikan
secara terbuka. Ada Rancangan APBN (RAPBN) ketika diajukan oleh Pemerintah
untuk dibahas DPR. Disebut APBN, ketika ditetapkan menjadi Undang-Undang.
Biasanya ada perubahan di pertengahan tahun yang disebut sebagai APBN Perubahan
(APBNP), yang harus ditetapkan pula sebagai Undang-Undang, dan memiliki konsep
RAPBNP.
Pelaksanaan atas rencana
menimbulkan versi yang tidak sepenuhnya sama, sehingga dikenal istilah
realisasi APBN pada suatu tahun. Perbedaan berbagai versi ini kadang kurang
dimengerti dan dikutip secara kurang tepat oleh media, bahkan oleh suatu
tulisan ilmiah. Itu belum memasukkan versi angka-angka yang lebih banyak
dalam berbagai proses penyusunan, sejak
pembicaraan awal antar birokrasi dan lembaga yang berwenang.
APBN pada dasarnya terdiri atas tiga
bagian, yaitu: anggaran Pendapatan Negara, anggaran Belanja Negara, dan
Pembiayaan Anggaran. Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Belanja negara adalah kewajiban
pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Ada dua istilah lain yang perlu
diperhatikan, yaitu penerimaan negara dan pengeluaran negara. Penerimaan negara
adalah uang yang masuk ke kas negara. Pengeluaran negara adalah uang yang
keluar dari kas negara. Sebagai contoh, pendapatan negara adalah penerimaan
negara yang tidak perlu dibayar kembali. Namun ada penerimaan negara yang perlu
dibayar kembali, seperti utang, yang dimasukkan dalam pembiayaan.
Sejak APBN tahun 2000, Indonesia
mulai menggunakan format I-account untuk menggantikan format sebelumnya, yaitu
T-account. Pada format I-account, pencantuman pendapatan dan belanja berada pada
satu kolom, sehingga dapat terlihat besaran surplus/defisit yang didapat dari
besaran pendapatan negara dikurangi besaran belanja negara. Lebih jauh lagi,
jika terdapat defisit maka besaran pembiayaan untuk menutupinya pun dapat
dilihat.
RAPBN 2017 mengajukan Anggaran
Pendapatan Negara sebesar Rp1.737.629.377.095.000,00, yang akan diperoleh dari
sumber: a. Penerimaan Perpajakan; b. Penerimaaan Negara Bukan Pajak (PNBP); dan
c. Penerimaan Hibah.
Penerimaan Perpajakan dimaksud
diperkirakan sebesar Rp1.495.893.810.596.000,00, yang terdiri atas: a.
Pendapatan Pajak Dalam Negeri sebesar Rp1.461.818.710.596.000,00; dan b.
Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional sebesar Rp34.075.100.000.000,00
Pendapatan Pajak Dalam Negeri terdiri
dari: a. pendapatan pajak penghasilan; b. pendapatan pajak pertambahan nilai
barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah; c. pendapatan pajak bumi
dan bangunan; d. pendapatan cukai; dan e. pendapatan pajak lainnya. Sedangkan Pendapatan
Pajak Perdagangan Internasional terdiri atas: a. pendapatan bea masuk; dan b.
pendapatan bea keluar
PNBP diperkirakan sebesar
Rp240.362.904.897.000,00, yang terdiri atas: a. penerimaan Sumber Daya Alam (SDA);
b. pendapatan bagian laba BUMN; c. PNBP lainnya; dan d. pendapatan Badan
Layanan Umum (BLU).
Sedangkan penerimaan Hibah
diperkirakan sebesar Rp1.372.661.602.000,00. Penerimaan hibah adalah pendapatan
Pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa dari pemerintah negara sahabat,
organisasi internasional, perusahaan negara/daerah, masyarakat dan organisasi
kemasyarakatan, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat serta tidak secara
terus-menerus.
Dalam diskusi atau analisis, sering
dibedakan antara penerimaan perpajakan dengan penerimaan pajak. Penerimaan
pajak tidak memasukkan cukai, bea keluar, dan bea masuk. Keperluannya adalah
untuk lebih memahami pola dan proyeksi ke depan, sehingga dapat dipilih
kebijakan yang tepat.
RAPBN 2017 mencantumkan target
Pendapatan Negara yang lebih rendah daripada APBN 2016 dan APBNP 2016. Biasanya
target lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Baik dalam hal penerimaan perpajakan
maupun PNBP. Bisa dikatakan target lebih realistis mengingat realisasi yang
cukup jauh dibawah target dalam dua tahun terakhir, serta masih kurang
meyakinkannya prospek ekonomi tahun depan.
Upaya meningkatkan penerimaan
perpajakan, khususnya penerimaan pajak di masa mendatang masih diharapkan
antara lain dengan kebijakan amnesti pajak. Secara konseptual, bukan denda yang
diincar, melainkan perluasan basis pajak. Jika kebijakan ini kurang berhasil,
maka target penerimaan yang sudah diturunkan itu pun tetap masih terbilang tinggi.
Fenomena penurunan PNBP terutama
dipicu oleh penurunan terus menerus dalam hal penerimaan SDA, yang turun hingga
sekitar sepertiga saja dari lima tahun lalu. Dan secara lebih khusus adalah
dalam hal penerimaan SDA Migas. PNBP nampaknya akan sulit digenjot tahun 2017,
dan masih mungkin akan diturunkan lagi pada APBN, hasil pembahasan, serta pada
APBNP nantinya.