Sebagaimana disampaikan pada
bagian terdahulu, Belanja Negara dalam APBN saat ini terdiri dari: 1. Belanja
Pemerintah Pusat dan 2.Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa. Transfer ke Daerah
dimuat pertama kali dalam APBN pada tahun 2011, yang dilatarbelakangi oleh
lahirnya dua Undang-Undang di bidang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Dalam perjalanannya, nomenklatur ini telah beberapa kali mengalami perubahan
nama, antara lain: a. Anggaran yang Didaerahkan; b. Belanja Daerah; c. Belanja
ke Daerah; d. Transfer ke Daerah.
Transfer ke Daerah mencakup tiga
komponen, yaitu: (1) Dana Perimbangan; (2) Dana Insentif Daerah; serta (3) Dana
Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan D.I. Yogyakarta. Alokasi Transfer ke
Daerah (diluar Dana Desa) dalam sepuluh tahun terakhir cenderung meningkat
lebih cepat dari laju Belanja secara umum, sehingga prosentasenya makin besar,
yang tahun 2016 sekitar 35%. Hampir sama besar dengan Belanja seluruh
Kementerian/Lembaga dari Pemerintah Pusat. Salah satu sebabnya, perpindahan
tugas dan wewenang ke Pemerintah Daerah. Namun, anggaran Transfer ke Daerah dalam RAPBN tahun
2017 direncanakan turun juga dibanding APBNP 2016, menjadi sebesar Rp700.026,7
miliar.
Dana Perimbangan yang pada RAPBN
tahun 2017 direncanakan sebesar Rp672.037,5 miliar, terbagi lagi menjadi Dana
Transfer Umum, dan Dana Transfer Khusus. Dana Transfer Umum merupakan jenis
transfer ke daerah yang lebih bersifat block
grant, yaitu penggunaannya sepenuhnya menjadi kewenangan daerah. Daerah
mempunyai diskresi untuk menggunakan Dana Transfer Umum sesuai dengan kebutuhan
dan prioritas daerah. Dana Transfer Umum terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH) dan
Dana Alokasi Khusus (DAU).
Dalam hal DBH (Pajak dan SDA) diterapkan
pembagian berdasarkan daerah penghasil (by origin), dan penyaluran dilakukan
berdasarkan realisasi penerimaan (based on actual revenue). Secara teknis,
baisa adanya selisih DBH dihitung berdasarkan realisasi PNBP sampai akhir tahun
anggaran dengan DBH yang telah disalurkan dan diperhitungkan sebagai kurang
bayar/lebih bayar untuk diselesaikan pada tahun anggaran berikutnya.
Penghitungan alokasi DAU
dilakukan dengan menggunakan formula yang terdiri atas Alokasi Dasar (AD) dan
Celah Fiskal (CF). AD dihitung atas dasar persentase jumlah gaji Pegawai Negeri
Sipil Daerah (PNSD), yang mencakup gaji pokok ditambah dengan tunjangan
keluarga, dan tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan penggajian pegawai negeri
sipil, serta mempertimbangkan kebijakan penggajian dan pengangkatan Calon PNSD.
Sementara CF dihitung dari selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas
fiskal masing-masing daerah. Ada formula untuk menghitungnya, namun besaran DAU
Nasional yang ditetapkan dalam APBN sekurang-kurangnya 26 persen dari PDN neto.
Dana Transfer Khusus dialokasikan
kepada daerah untuk mendanai kegiatan tertentu yang menjadi urusan daerah, baik
kegiatan yang bersifat fisik maupun nonfisik. Digunakan juga untuk memenuhi
amanat dari peraturan perundangundangan. Dana Transfer Khusus terdiri atas Dana
Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan DAK Nonfisik.
Dalam RAPBN tahun 2017, DAK
Nonfisik terdiri atas delapan jenis, yaitu dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS), dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (BOP
PAUD), dana Tunjangan Profesi Guru PNSD, dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD,
dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Bantuan Operasional Keluarga
Berencana (BOKB), dana Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
(PK2UKM), termasuk dua jenis pendanaan baru, yaitu dana Tunjangan Khusus Guru
PNSD di Daerah Khusus, dan dana Pelayanan Administrasi Kependudukan.
Sementara itu, pengalokasian Dana
Insentif Daerah (DID) dimaksudkan untuk memberikan penghargaan (reward) kepada daerah yang mempunyai
kinerja baik dalam upaya pengelolaan keuangan dan kesehatan fiskal daerah,
pelayanan dasar pada masyarakat, serta peningkatan perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat. Sedangkan dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan
D.I. Yogyakarta ditetapkan mengikuti perintah undang-undang pula.
Secara umum, aturan alokasi
Transfer ke Daerah ini cukup banyak dan bersinggungan antar beberapa
Undang-Undang. Nominal dan porsinya cenderung membesar dari tahun ke tahun.
Penurunan yang diajukan pada RAPBN 2017 lebih karena terkait target pendapatan
yang turun pula. Isyu pemotongan pos ini akan cukup sensitif dan rumit, serta aka
nada penghitungan ulang atas berbagai formula serta asumsi. Oleh karenanya,
sementara waktu, bu Sri Mulyani nampaknya akan lebih memainkan peluang untuk
bayar kurang atau menggeser dalam kasus APBNP 2016 ke 2017, dan dari
perhitungan realisasi nanti diusahakan menekan yang tahun 2017. Hanya beberapa
pos Transfer Daerah yang dalam kendali penuh kebijakan Pemerintah pusat, dan
Menkeu bisa mengedepankan perhitungannya.
Terlebih dalam pengalokasian Dana
Desa dalam RAPBN tahun 2017 merupakan tahun ketiga dari pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Berdasarkan UU tersebut, sumber
pendapatan desa antara lain adalah Dana Desa yang bersumber dari APBN.
Berdasarkan amanat UU tersebut, anggaran untuk desa yang bersumber dari APBN diperoleh
dan dialokasikan dengan mengefektifkan program berbasis desa yang tersebar di
Kementerian/Lembaga secara merata dan berkeadilan.
Dana Desa akan diperuntukkan bagi
74.954 desa pada tahun 2017. Dengan perhitungan berbagai formula, alokasinya
justeru direncanakan sebesar Rp60.000,0 miliar atau meningkat 27,7 persen
dibandingkan dengan pagunya dalam APBNP tahun 2016.