Pencapaian
pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi telah berhasil menurunkan angka
pengangguran terbuka. Akan
tetapi, fenomena ketenagakerjaan yang masih tampak dan membebani perekonomian, diantaranya adalah: pekerja tidak
penuh tidak menurun secara berarti bahkan cenderung meningkat dari tahun-tahun
sebelumnya; pekerja informal masih lebih besar daripada yang formal; ada kecenderungan
peningkatan pengangguran terdidik;
upah yang
rendah bagi kebanyakan pekerja, dimana kenaikan upah hanya mengimbangi atau di
bawah laju inflasi; lapangan kerja terbesar masih di
sediakan oleh sektor pertanian; perlindungan bagi
pekerja masih tersedia secara minimal; serta kualitas banyak
pekerja masih rendah dan produktifitasnya belum optimal.
Dalam
kurun waktu tahun 2010 hingga 2015, tingkat pekerja paruh waktu hanya sedikit
membaik dan kadang memburuk, yakni berada di kisaran 21 sampai dengan 24
persen. Arti angka tersebut adalah bahwa dari 100 orang yang bekerja, terdapat
sekitar 21-24 orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu. Jumlah jam
kerja berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan penduduk yang bekerja, serta
tingkat produktivitas dan biaya tenaga kerja perusahaan. Mengukur tingkat dan
tren jam kerja di masyarakat untuk berbagai kelompok penduduk bekerja dan untuk
penduduk bekerja secara individu menjadi penting ketika melakukan pemantauan
kerja dan kondisi hidup, maupun ketika menganalisis perkembangan ekonomi. Indikator
pekerja paruh waktu terfokus pada individu dengan jumlah jam kerja kurang dari
full time, sebagai persentase dari total penduduk bekerja.
Persentase penduduk bekerja menurut status pekerjaan utama menggambarkan distribusi yang hampir serupa dalam beberapa tahun terakhir. Ada tujuh status menurut BPS, yang jika dapat disederhanakan untuk keperluan analisis menjadi tiga kelompok. Persentase terbesar penduduk bekerja pada Agustus 2015 adalah dengan status berusaha sebanyak 47,31 persen, yang meliputi: Berusaha Sendiri, Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Tidak Dibayar, Berusaha Dibantu Buruh Tetap/Buruh Dibayar, pekerja bebas (buruh tidak tetap) baik di pertanian maupun non pertanian. Penduduk bekerja dengan upah/gaji sebanyak 38,70 persen. Penduduk bekerja dengan status pekerja keluarga sebanyak 13,99 persen.
Berdasar data itu pula, BPS membuat kategori atau penyebutan khusus berdasar status pekerjaan, yang disebut pekerja rentan (vulnerable employment), yang mencakup: berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/tak dibayar, pekerja bebas dan pekerja keluarga. Pada Agustus 2015 pekerja rentan mencapai 57,76 persen, yang berarti dari 100 orang penduduk yang bekerja terdapat sekitar 58 orang yang masuk kategori pekerja rentan. BPS menambahkan bahwa sebagian besar pekerja rentan adalah perempuan, mencapai 62,22 persen.
Berdasar lapangan pekerjaan menurut BPS, mayoritas penduduk bekerja di sektor jasa-jasa. Kondisi pada Agustus 2015 masih mempunyai pola yang serupa dengan kondisi beberapa tahun terakhir, yaitu didominasi oleh sektor jasa-jasa sebesar 45,28 persen, disusul oleh sektor pertanian yang masih bertahan sebesar 32,88 persen. Sesuai musim panen, biasanya porsi sektor pertanian kembali meningkat di bulan Februari. Sementara itu, sektor manufaktur sebesar 21,84 persen, belum bisa memaksakan perpindahan signifikan dari sektor lain sebagaimana harusnya ciri industrialisasi yang tinggi.
Apabila dicermati lebih lanjut, penyumbang terbesar dari sektor jasa-jasa adalah sektor perdagangan (22,37 persen) dan sektor jasa kemasyarakatan (15,62 persen). Dalam kedua sektor itu, apa yang disebut sektor informal masih dominan.
Sektor informal memang merupakan bagian penting dari kehidupan ekonomi, sosial, dan politik di sebagian besar negara berkembang. Di negara-negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk atau urbanisasi yang tinggi, ekonomi informal cenderung tumbuh untuk menyerap sebagian besar tenaga kerja. ICLS ke-15 mendefinisikan sektor informal sebagai unit produksi dalam usaha rumah tangga yang dimiliki oleh rumah tangga. Mereka yang bekerja di sektor informal terdiri dari semua orang yang selama periode acuan tertentu bekerja setidaknya di satu unit produksi yang memenuhi konsep sektor informal, terlepas dari status mereka dalam pekerjaan tersebut baik merupakan pekerjaan utama maupun sekunder. Resolusi ICLS memperbolehkan beberapa variasi konsep nasional. Akibatnya, informasi untuk indikator sering didasarkan pada definisi nasional dan pengukuran ekonomi informal.
BPS sendiri mengatakan bahwa mayoritas penduduk di Indonesia bekerja di sektor informal yaitu sebanyak 59,38 juta orang atau 51,72 persen dari total penduduk yang bekerja, berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2015. Sudah ada banyak usaha pemerintah untuk terus menumbuhkan pekerjaan di sektor formal, sehingga mulai sedikit menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Tentu saja masalah ketenagakerjaan dapat dilihat dari sudut pandang optimis atau sebagai potensi optimalisasi. Jika ditangani secara lebih baik oleh Pemerintah, dunia pendidikan dan kalangan usaha, maka akan menjadi faktor penting bagi perkembangan perekonomian di masa mendatang. Tenaga kerja tetap saja merupakan faktor produksi atau sumber pertumbuhan ekonomi.