Koperasi adalah lembaga ekonomi
yang sejak awal berdirinya negara disebut dalam konstitusi, dinyatakan
eksplisit dalam penjelasan UUD 1945. Koperasi diinginkan oleh para Bapak Pendiri
bangsa menjadi alat dan sarana perjuangan untuk memperbaiki kesejahteraan umum,
yang merupakan salah satu tujuan kemerdekaan Indonesia. Menjadikan koperasi
sebagai sokoguru perekonomian adalah amanat konstitusi, meski terjadi
perdebatan panjang dalam hal penghapusan kalimat penjelasan pada amandemen UUD
1945, serta masih ada perbedaan tafsir atas itu.
Bagaimanapun, semua era
Pemerintahan Republik Indonesia hingga kini pun tetap mengakui koperasi sebagai
wacana penting dalam kebijakan ekonominya. Upaya memajukan koperasi serta
keberpihakan atasnya dinyatakan dalam berbagai dokumen kebijakan ekonomi.
Kementerian dan Lembaga selalu ada yang ditugaskan khusus untuk mengawal
perkembangan koperasi. Begitu pula dengan Pemerintahan Daerah di semua propinsi,
kabupaten dan kota.
Di sisi lain, masyarakat
Indonesia masih memiliki cukup pemahaman, inisiatif, dan kemandirian untuk
mendirikan dan mengembangkan koperasi. Dinamika masyarakat yang bersinergi
dengan pengakuan dan dukungan Pemerintah yang tidak maksimal, masih membuat koperasi
di Indonesia dapat hidup dan berkembang. Bahkan dapat dinilai cukup baik, jika
dilihat dari data keragaan dan kinerja secara umum positif.
Dalam fakta dinamika ekonomi
Indonesia terkini, koperasi memang belum memerankan posisi utama. Koperasi
hanya penting dalam sebagian aspek ekonomi dan berkontribusi. Seperti dalam hal
penciptaan lapangan kerja dan penguatan posisi sebagian pelaku ekonomi mikro
dan kecil. Secara umum dapat dikatakan bahwa amanat konstitusi tentang koperasi
belum terwujud. Tentu saja, tidak hanya Pemerintah, melainkan semua komponen
bangsa bertanggung jawab untuk memperbaiki kondisi tersebut.
Secara konseptual, koperasi
sebenarnya bisa menjadi pelaku ekonomi utama membangun fundamental ekonomi nasional.
Krisis ekonomi yang berulang merupakan ciri kapitalisme, yang berarti sistem
ekonomi Indonesia sudah mengarah atau bercirikan itu. Setidaknya, pengaruh
kapitalisme dunia saat ini amat kuat pada perekonomian nasional. Kembali kepada
amanat konstitusi, revitalisasi dan pengarusutamaan Koperasi dalam pembangunan
ekonomi potensial menjadi solusi sistemik atas kondisi demikian. Secara teknis,
koperasi masih dapat dikembangkan sarana peningkatan produktifitas masyarakat,
membantu terwujudnya keadilan sosial dan ekonomi.
Perkembangan koperasi di
Indonesia dari data keragaan dan data kinerja dapat dikatakan masih lumayan
baik. Jumlah koperasi termasuk yang terbanyak di dunia, yaitu 212.135 unit, meski
yang aktif hanya 150.223 unit pada tahun 2015. Koperasi-koperasi itu memiliki
anggota yang mencapai 37,78 juta orang, dengan volume usaha mencapai Rp 266,10 triliun.
Dari waktu ke waktu dilaporkan data
keragaan tersebut tetap tumbuh, meski belum sesuai harapan. Pada periode 2010
sampai 2015, jumlah unit dan anggota koperasi terus meningkat dengan rata-rata
pertumbuhan lebih dari 4 persen per tahun. Rata-rata jumlah anggota pada tahun
2015 adalah sekitar 178 orang per koperasi. Begitu pula dengan perkembangan
usaha koperasi dalam aspek modal, volume usaha dan sisa hasil usaha (SHU).
Fakta tentang jumlah koperasi,
koperasi aktif, jumlah anggota, kelolaan, modal dan SHU tadi biasa disebut data
keragaan. Data keragaan adalah yang terlaporkan, terutama dari koperasi itu
sendiri, yang sebagiannya memang terkonfirmasi oleh Dinas Kabupaten/Kota. Akan
tetapi masih perlu banyak penelitian akademis dan pemeriksaan aspek yang lebih
rinci oleh otoritas, untuk menggambarkan fakta lapangan secara lebih akurat. Dan
yang tak kalah pentingnya, melihat koperasi dalam konteks lebih luas,
kontribusinya bagi perekonomian lokal dan nasional. Data keragaan saja tak
cukup menggambarkan, serta belum mampu membantah sinyalemen atau penilaian
bahwa koperasi masih berada di “pinggiran” dan bukan pelaku utama ekonomi.
Perkembangan data keragaan yang
tumbuh positif menunjukkan pula kebutuhan yang tinggi terhadap pendampingan
dalam penerapan prinsip-prinsip koperasi. Urgensi tersebut antara lain masih
banyaknya koperasi yang tidak aktif, dan kurang dari separuhnya yang sudah
melaksanakan rapat anggota tahunan (RAT) sesuai jadwalnya pada tahun 2015. Hal
ini mengindikasikan masalah profesionalisme pengelolaan koperasi yang masih
sangat perlu ditingkatkan.
Berdasarkan kegiatan ekonomi,
populasi koperasi terbesar terdapat di sektor tersier atau jasa (78,0 persen),
sedangkan proporsi koperasi di sektor primer dan sekunder masing-masing adalah
sebesar 21,0 persen dan 1,0 persen. Sementara berdasarkan jenis, proporsi
koperasi konsumen merupakan yang terbesar. Khusus untuk Koperasi Simpan Pinjam
(KSP), perkembangannya bisa dikatakan paling pesat serta menunjukkan peran yang semakin penting
dalam mendukung keuangan inklusif di Indonesia.
Perlu dicatat bahwa lebih banyak
lagi koperasi yang bukan KSP, tetapi memiliki unit simpan pinjam (USP) koperasi.
Layanan pembiayaan yang disediakannya pada koperasi serba usaha bahkan berperan
sentral dalam mendukung keberlanjutan usaha-usaha produktif skala mikro dan
kecil terutama di sektor pertanian, perikanan dan industri kecil di perdesaan.
Secara kewilayahan, tercatat
bahwa Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat memiliki jumlah koperasi
aktif terbesar di wilayah Jawa dan Indonesia. Sedangkan Provinsi Sumatera
Utara, Sulawesi Selatan dan Bali memiliki jumlah koperasi aktif terbesar di
Luar Jawa.
Gambaran mengenai perkembangan
koperasi tersebut menunjukkan kebutuhan terhadap kebijakan pemberdayaan
koperasi yang fokus pada perbaikan penerapan prinsip-prinsip koperasi dan
penguatan pengelolaan usaha koperasi. Keniscayaan akan peningkatan peran aktif
anggota koperasi dalam rangka mempercepat kemandirian koperasi. Koperasi bisa ditingkatkan
kemampuannya untuk berkembang besar dan sejajar dengan bentuk bangun ekonomi
lain tanpa harus meninggalkan jatidirinya. Peran koperasi sebagai kekuatan
penyeimbang perlu diperkuat dalam peningkatan kesejahteraan rakyat yang tidak
hanya berorientasi pada aspek pertumbuhan saja namun juga pada aspek
pemerataan. Upaya tersebut perlu dilengkapi dengan perbaikan kinerja koperasi
berdasarkan bidang dan lokasi usahanya. Hal ini sangat penting dilakukan dalam
rangka mendorong pertumbuhan koperasi untuk menjadi penggerak perekonomian
khususnya di sentra-sentra produksi di luar Jawa.