Jumat, 09 September 2016

KOPERASI MASIH TUMBUH SECARA KERAGAAN

Koperasi adalah lembaga ekonomi yang sejak awal berdirinya negara disebut dalam konstitusi, dinyatakan eksplisit dalam penjelasan UUD 1945. Koperasi diinginkan oleh para Bapak Pendiri bangsa menjadi alat dan sarana perjuangan untuk memperbaiki kesejahteraan umum, yang merupakan salah satu tujuan kemerdekaan Indonesia. Menjadikan koperasi sebagai sokoguru perekonomian adalah amanat konstitusi, meski terjadi perdebatan panjang dalam hal penghapusan kalimat penjelasan pada amandemen UUD 1945, serta masih ada perbedaan tafsir atas itu.

Bagaimanapun, semua era Pemerintahan Republik Indonesia hingga kini pun tetap mengakui koperasi sebagai wacana penting dalam kebijakan ekonominya. Upaya memajukan koperasi serta keberpihakan atasnya dinyatakan dalam berbagai dokumen kebijakan ekonomi. Kementerian dan Lembaga selalu ada yang ditugaskan khusus untuk mengawal perkembangan koperasi. Begitu pula dengan Pemerintahan Daerah di semua propinsi, kabupaten dan kota.

Di sisi lain, masyarakat Indonesia masih memiliki cukup pemahaman, inisiatif, dan kemandirian untuk mendirikan dan mengembangkan koperasi. Dinamika masyarakat yang bersinergi dengan pengakuan dan dukungan Pemerintah yang tidak maksimal, masih membuat koperasi di Indonesia dapat hidup dan berkembang. Bahkan dapat dinilai cukup baik, jika dilihat dari data keragaan dan kinerja secara umum positif.

Dalam fakta dinamika ekonomi Indonesia terkini, koperasi memang belum memerankan posisi utama. Koperasi hanya penting dalam sebagian aspek ekonomi dan berkontribusi. Seperti dalam hal penciptaan lapangan kerja dan penguatan posisi sebagian pelaku ekonomi mikro dan kecil. Secara umum dapat dikatakan bahwa amanat konstitusi tentang koperasi belum terwujud. Tentu saja, tidak hanya Pemerintah, melainkan semua komponen bangsa bertanggung jawab untuk memperbaiki kondisi tersebut.

Secara konseptual, koperasi sebenarnya bisa menjadi pelaku ekonomi utama membangun fundamental ekonomi nasional. Krisis ekonomi yang berulang merupakan ciri kapitalisme, yang berarti sistem ekonomi Indonesia sudah mengarah atau bercirikan itu. Setidaknya, pengaruh kapitalisme dunia saat ini amat kuat pada perekonomian nasional. Kembali kepada amanat konstitusi, revitalisasi dan pengarusutamaan Koperasi dalam pembangunan ekonomi potensial menjadi solusi sistemik atas kondisi demikian. Secara teknis, koperasi masih dapat dikembangkan sarana peningkatan produktifitas masyarakat, membantu terwujudnya keadilan sosial dan ekonomi.

Perkembangan koperasi di Indonesia dari data keragaan dan data kinerja dapat dikatakan masih lumayan baik. Jumlah koperasi termasuk yang terbanyak di dunia, yaitu 212.135 unit, meski yang aktif hanya 150.223 unit pada tahun 2015. Koperasi-koperasi itu memiliki anggota yang mencapai 37,78 juta orang, dengan volume usaha mencapai Rp 266,10 triliun.


Dari waktu ke waktu dilaporkan data keragaan tersebut tetap tumbuh, meski belum sesuai harapan. Pada periode 2010 sampai 2015, jumlah unit dan anggota koperasi terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan lebih dari 4 persen per tahun. Rata-rata jumlah anggota pada tahun 2015 adalah sekitar 178 orang per koperasi. Begitu pula dengan perkembangan usaha koperasi dalam aspek modal, volume usaha dan sisa hasil usaha (SHU). 


Fakta tentang jumlah koperasi, koperasi aktif, jumlah anggota, kelolaan, modal dan SHU tadi biasa disebut data keragaan. Data keragaan adalah yang terlaporkan, terutama dari koperasi itu sendiri, yang sebagiannya memang terkonfirmasi oleh Dinas Kabupaten/Kota. Akan tetapi masih perlu banyak penelitian akademis dan pemeriksaan aspek yang lebih rinci oleh otoritas, untuk menggambarkan fakta lapangan secara lebih akurat. Dan yang tak kalah pentingnya, melihat koperasi dalam konteks lebih luas, kontribusinya bagi perekonomian lokal dan nasional. Data keragaan saja tak cukup menggambarkan, serta belum mampu membantah sinyalemen atau penilaian bahwa koperasi masih berada di “pinggiran” dan bukan pelaku utama ekonomi.

Perkembangan data keragaan yang tumbuh positif menunjukkan pula kebutuhan yang tinggi terhadap pendampingan dalam penerapan prinsip-prinsip koperasi. Urgensi tersebut antara lain masih banyaknya koperasi yang tidak aktif, dan kurang dari separuhnya yang sudah melaksanakan rapat anggota tahunan (RAT) sesuai jadwalnya pada tahun 2015. Hal ini mengindikasikan masalah profesionalisme pengelolaan koperasi yang masih sangat perlu ditingkatkan.

Berdasarkan kegiatan ekonomi, populasi koperasi terbesar terdapat di sektor tersier atau jasa (78,0 persen), sedangkan proporsi koperasi di sektor primer dan sekunder masing-masing adalah sebesar 21,0 persen dan 1,0 persen. Sementara berdasarkan jenis, proporsi koperasi konsumen merupakan yang terbesar. Khusus untuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP), perkembangannya bisa dikatakan paling pesat  serta menunjukkan peran yang semakin penting dalam mendukung keuangan inklusif di Indonesia.

Perlu dicatat bahwa lebih banyak lagi koperasi yang bukan KSP, tetapi memiliki unit simpan pinjam (USP) koperasi. Layanan pembiayaan yang disediakannya pada koperasi serba usaha bahkan berperan sentral dalam mendukung keberlanjutan usaha-usaha produktif skala mikro dan kecil terutama di sektor pertanian, perikanan dan industri kecil di perdesaan.

Secara kewilayahan, tercatat bahwa Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat memiliki jumlah koperasi aktif terbesar di wilayah Jawa dan Indonesia. Sedangkan Provinsi Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan Bali memiliki jumlah koperasi aktif terbesar di Luar Jawa.

Gambaran mengenai perkembangan koperasi tersebut menunjukkan kebutuhan terhadap kebijakan pemberdayaan koperasi yang fokus pada perbaikan penerapan prinsip-prinsip koperasi dan penguatan pengelolaan usaha koperasi. Keniscayaan akan peningkatan peran aktif anggota koperasi dalam rangka mempercepat kemandirian koperasi. Koperasi bisa ditingkatkan kemampuannya untuk berkembang besar dan sejajar dengan bentuk bangun ekonomi lain tanpa harus meninggalkan jatidirinya. Peran koperasi sebagai kekuatan penyeimbang perlu diperkuat dalam peningkatan kesejahteraan rakyat yang tidak hanya berorientasi pada aspek pertumbuhan saja namun juga pada aspek pemerataan. Upaya tersebut perlu dilengkapi dengan perbaikan kinerja koperasi berdasarkan bidang dan lokasi usahanya. Hal ini sangat penting dilakukan dalam rangka mendorong pertumbuhan koperasi untuk menjadi penggerak perekonomian khususnya di sentra-sentra produksi di luar Jawa.