Sabtu, 26 Oktober 2019

MEMAHAMI DATA PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA (bagian tiga)


Dapat pula dicermati pertumbuhan masing-masing sektor atau lapangan usaha. Pertumbuhan ekonomi (PDB) pada tahun 2018 sebesar 5,17% bersifat rerata dan agregat. Ada sektor yang tumbuh lebih rendah dan ada yang lebih tinggi dibanding itu.
Contoh lapangan usaha yang tumbuh lebih rendah antara lain adalah: sektor pertanian yang tumbuh 3,91%, sektor industri pengolahan tumbuh 4,27 persen, sektor pertambangan dan penggalian yang hanya tumbuh sebesar 2,16%.
Sedangkan contoh lapangan usaha yang tumbuh lebih tinggi antara lain adalah: sektor konstruksi tumbuh 6,09%, sektor Transportasi dan pergudangan tumbuh 7,01%, dan sektor informasi dan komunikasi yang pertumbuhannya mencapai 7,04%.
Sektor pertanian memang tumbuh selalu lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi. Lajunya sempat turun selama tiga tahun berturut-turut, dari tahun 2013 hingga tahun 2015. Dalam tiga tahun terakhir justru perlahan meningkat.  
Sementara itu, sektor informasi dan komunikasi yang tahun 2018 masih tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi, sebenarnya mengalami penurunan. Sempat beberapa tahun mengalami tingkat pertumbuhan dua digit, perlahan melambat, hingga hanya tumbuh 7,04% pada tahun 2018.


Perhatian yang lebih besar biasanya diberikan pada pertumbuhan sektor industri pengolahan. Kondisi sektor ini dianggap mencerminkan transformasi perekonomian. Mengindikasikan tingkat industrialisasi yang telah dicapai, yang menjadi kunci utama dari pengembangan “kapasitas produksi” yang lebih berkelanjutan.
Sektor industri pengolahan mulai mengalami laju pertumbuhan yang cukup pesat di era 1970-an. Terutama didukung oleh kondisi pemerintahan Soeharto yang telah mulai stabil, sehingga mampu melakukan pembangunan ekonomi. Lajunya tetap bertahan tinggi pada era tahun 1980an dan 1990an. Pertumbuhan sektor ini baru merosot drastis saat krisis moneter, dan beberapa tahun setelahnya.


Laju pertumbuhan kembali meningkat pesat sejak tahun 2002. Lajunya masih di bawah rata-rata era pemerintahan Soeharto. Dan hal itu pun hanya berlangsung selama tiga tahun. Pertumbuhannya kembali melambat sejak tahun 2005. Sejak saat itu, laju pertumbuhannya hampir selalu di bawah laju pertumbuhan ekonomi atau rata-rata laju sektoral secara umum.


Jumat, 25 Oktober 2019

MEMAHAMI DATA PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA (bagian dua)

Pertumbuhan ekonomi telah menjelma menjadi semacam mantra sakti dalam diskusi atau wacana tentang ekonomi. Pembahasan tentang perekonomian Indonesia hampir selalu menempatkannya sebagai variabel terpenting. Istilah ini telah dianggap merepresentasikan pembangunan ekonomi.   

Pertumbuhan ekonomi pun sering disebut dan menjadi fokus dalam pidato Presiden, dalam Nota Keuangan dan APBN, serta laporan perekonomian resmi lainnya dari pemerintah. Laporan kebijakan dari otoritas ekonomi lainnya, seperti Bank Indonesia, juga memberi porsi besar. Tulisan dan komentar para ahli ekonomi, baik dalam rangka mendukung maupun mengkritik kebijakan, biasa memakai pertumbuhan ekonomi sebagai topik utama.

Sebagaimana disebut pada bagian sebelumnya, arti pertumbuhan ekonomi yang dipergunakan di Indonesia adalah pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan yang dihitung oleh BPS. Pernyataan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,17 persen berasal dari PDB tahun 2018 atas dasar harga konstan (Rp10,425,32 triliun) dibandingkan dengan tahun 2017 (Rp9,912,70 triliun).

Dalam khazanah teori ekonomi, pertumbuhan ekonomi sebenarnya dimaknai secara lebih luas. Lebih dari sekadar pertambahan barang dan jasa yang diproduksi pada satu tahun atas tahun sebelumnya. Definisi pada umumnya menekankan pada aspek peningkatan kapasitas produksi dan produksi riil dalam jangka panjang.

Boediono (1992) mengartikan pertumbuhan ekonomi sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi diperhatikannya sebagai suatu proses atau bersifat dinamis. Bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat saja, melainkan dalam jangka panjang.

Penekanan lain dari Boediono, dan memang umum dipakai para ahli ekonomi pembangunan,  pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Hasil produksi atau output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk.

Berdasar definisi seperti itu, angka pertumbuhan ekonomi dari BPS yang umum diketahui selama ini masih perlu disesuaikan. Angka pertumbuhan ekonomi yang biasa dipakai merupakan pertumbuhan PDB riil. Sedangkan definisi di atas memakai pertumbuhan PDB riil per kapita. Pemakaian angka PDB riil per kapita telah memperhitungkan jumlah penduduk pada pertengahan tahun bersangkutan,

Pertumbuhan ekonomi dalam versi ini selalu lebih rendah dalam kasus Indonesia. Perhitungan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah memperhitungkan jumlah penduduk pada tahun 2018 hanya sekitar 3,73 persen. Lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi yang hanya menghitung pertumbuhan PDB riil, sebesar 5,17 persen. Kecenderungan serupa terjadi pula pada tahun-tahun sebelumnya.



Penyebabnya adalah laju pertumbuhan penduduk masih selalu positif, atau jumlah penduduk bertambah tiap tahun. Dapat dikatakan bahwa barang dan jasa yang diproduksi memang bertambah, namun perlu diperhitungkan pertambahan penduduk yang berproduksi sekaligus mengkonsumsinya. Untuk negara-negara industri maju, hal ini nyaris tak berbeda, karena laju pertumbuhan penduduknya di kisaran nol persen.

Jumat, 18 Oktober 2019

MEMAHAMI DATA PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA (bagian satu)

Pertumbuhan ekonomi secara umum berarti peningkatan produksi barang dan jasa pada suatu tahun dibanding tahun sebelumnya. Secara statistik, misalkan pada tahun 2018 yang sebesar 5,17%, sebenarnya merupakan perbandingan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2018 atas dasar harga konstan dibandingkan dengan nilainya pada tahun 2017.

PDB adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam wilayah Indonesia selama setahun. Nilai PDB tahun 2018 atas dasar harga berlaku (harga tahun bersangkutan) adalah sebesar Rp14.837,4 triliun. Sedangkan PDB harga konstan merupakan nilai dengan memperhitungkan kenaikan harga yang dihadapi produsen dalam rangka berproduksi.

Saat ini, Badan Pusat Statistik (BPS) memakai tahun dasar 2010 untuk menentukan nilai PDB harga konstan. PDB atas dasar harga berlaku tahun 2018 tadi jika diperhitungkan memakai harga tahun 2010, maka nilainya menjadi sebesar Rp10.425,3 triliun. Sementara itu PDB tahun 2017 atas dasar harga konstan sebesar Rp9.912,7 triliun. Terjadi penambahan nilai produksi sebesar 5,17%, yang biasa disebut sebagai pertumbuhan ekonomi.



Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun tahun 2018 mencapai 5,17%, tertinggi di era pemerintahan Jokowi-JK. Pertumbuhan tahun 2019 diprakirakan hanya di kisaran 5,0-5,1%. Secara rata-rata, pertumbuhan per tahun kurun 2014-2019 sebesar 5,03%.

Pertumbuhan rata-rata era pemerintahan Jokowi-JK tercatat lebih rendah dari era pemerintahan SBY. Rata-rata era SBY-JK mencapai 5,64%, dan era SBY-Boediono mencapai 5,80%. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2010 yang mencapai 6,38%.

Pada kurun 1968-1997 (era Pemerintahan Soeharto) rata-rata pertumbuhan ekonomi terbilang tinggi, mencapai 6,77%. Hanya ada tiga tahun dalam periode itu yang tumbuh tidak tinggi, yaitu tahun 1982 (2,25%), 1983 (4,19%) dan 1986 (2,46%). 

Saat terjadi krisis moneter tahun 1998, pertumbuhan ekonomi terkontraksi atau sebesar negatif 13,13% pada tahun 1998, dan hanya 0,79% pada tahun 1999. Berangsur meningkat mulai tahun 2000 hingga tahun 2004, dengan rata-rata 4,57% per tahun.