Jumat, 25 Oktober 2019

MEMAHAMI DATA PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA (bagian dua)

Pertumbuhan ekonomi telah menjelma menjadi semacam mantra sakti dalam diskusi atau wacana tentang ekonomi. Pembahasan tentang perekonomian Indonesia hampir selalu menempatkannya sebagai variabel terpenting. Istilah ini telah dianggap merepresentasikan pembangunan ekonomi.   

Pertumbuhan ekonomi pun sering disebut dan menjadi fokus dalam pidato Presiden, dalam Nota Keuangan dan APBN, serta laporan perekonomian resmi lainnya dari pemerintah. Laporan kebijakan dari otoritas ekonomi lainnya, seperti Bank Indonesia, juga memberi porsi besar. Tulisan dan komentar para ahli ekonomi, baik dalam rangka mendukung maupun mengkritik kebijakan, biasa memakai pertumbuhan ekonomi sebagai topik utama.

Sebagaimana disebut pada bagian sebelumnya, arti pertumbuhan ekonomi yang dipergunakan di Indonesia adalah pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan yang dihitung oleh BPS. Pernyataan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,17 persen berasal dari PDB tahun 2018 atas dasar harga konstan (Rp10,425,32 triliun) dibandingkan dengan tahun 2017 (Rp9,912,70 triliun).

Dalam khazanah teori ekonomi, pertumbuhan ekonomi sebenarnya dimaknai secara lebih luas. Lebih dari sekadar pertambahan barang dan jasa yang diproduksi pada satu tahun atas tahun sebelumnya. Definisi pada umumnya menekankan pada aspek peningkatan kapasitas produksi dan produksi riil dalam jangka panjang.

Boediono (1992) mengartikan pertumbuhan ekonomi sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi diperhatikannya sebagai suatu proses atau bersifat dinamis. Bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat saja, melainkan dalam jangka panjang.

Penekanan lain dari Boediono, dan memang umum dipakai para ahli ekonomi pembangunan,  pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Hasil produksi atau output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk.

Berdasar definisi seperti itu, angka pertumbuhan ekonomi dari BPS yang umum diketahui selama ini masih perlu disesuaikan. Angka pertumbuhan ekonomi yang biasa dipakai merupakan pertumbuhan PDB riil. Sedangkan definisi di atas memakai pertumbuhan PDB riil per kapita. Pemakaian angka PDB riil per kapita telah memperhitungkan jumlah penduduk pada pertengahan tahun bersangkutan,

Pertumbuhan ekonomi dalam versi ini selalu lebih rendah dalam kasus Indonesia. Perhitungan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah memperhitungkan jumlah penduduk pada tahun 2018 hanya sekitar 3,73 persen. Lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi yang hanya menghitung pertumbuhan PDB riil, sebesar 5,17 persen. Kecenderungan serupa terjadi pula pada tahun-tahun sebelumnya.



Penyebabnya adalah laju pertumbuhan penduduk masih selalu positif, atau jumlah penduduk bertambah tiap tahun. Dapat dikatakan bahwa barang dan jasa yang diproduksi memang bertambah, namun perlu diperhitungkan pertambahan penduduk yang berproduksi sekaligus mengkonsumsinya. Untuk negara-negara industri maju, hal ini nyaris tak berbeda, karena laju pertumbuhan penduduknya di kisaran nol persen.