Sabtu, 10 September 2016

Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Oleh Koperasi

Secara konsepsional, koperasi seharusnya bisa memiliki peran penting sebagai sumber pembiayaan bagi pengembangan UMKM. Koperasi bahkan dapat menggantikan atau melengkapi peran perbankan. Berdasar data terkini dan perkembangannya, kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi telah memberi kontribusi cukup besar. Koperasi yang dimaksud antara lain adalah: Koperasi Simpan Pinjam Koperasi (KSP) dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), serta Unit Simpan Pinjam (USP) dan Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS). KJKS dan UJKS dalam regulasi terkini akan diarahkan dan diatur menjadi Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) dan Unit Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (USPPS) Koperasi. Dalam tampilan data dan atau uraian masih sering disebut KJKS dan UJKS karena regulasi dimaksud baru tahap proses mulai diterapkan.

Pertumbuhannya cukup baik selama sepuluh tahun terakhir, dan secara umum melampaui koperasi yang memiliki kegiatan usaha nonsimpan pinjam. Terutama dalam hal pertumbuhan jumlah unit dan volume usaha. Dalam hal laju pertumbuhan simpanan dan pembiayaan, bahkan di atas rata-rata industri perbankan.


Dari total koperasi pada tahun 2015, ada sebanyak 212.135 unit yang menjalankan usaha itu sebanyak 110.189 unit. Sebanyak 77.133 unit yang aktif dari total 150.223. Yang lebih menarik adalah dari aspek jumlah anggota yang mencapai 20,86 juta orang dari total 37,78 juta orang. Data dalam hal volume usaha, permodalan dan SHU pun menunjukkan hal serupa.


Peran KSP/USP Koperasi dan KJKS/UJKS sebagai penyedia layanan simpan pinjam bagi masyarakat yang tidak terjangkau oleh jasa keuangan formal ditunjukkan oleh Survei Pengurus Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam (Bank Dunia, 2015) dimana 72% responden menyatakan memiliki nasabah yang belum pernah meminjam di lembaga keuangan lain. Terkait dengan UMKM, responden menyatakan bahwa 71% pinjaman KSP/USP Koperasi mereka adalah untuk pinjaman produktif berskala mikro. Di sisi lain, koperasi termasuk lembaga selain bank yang paling dipercaya masyarakat untuk menyimpan dananya. Data riset Bank Dunia tersebut pun mengungkapkan bahwa semua peminjam dari koperasi bertindak pula sebagai penyimpan.

Data resmi Kementerian Koperasi dan UKM, data penelitian, serta berbagai data lapangan menunjukkan bahwa KSP/USP dan KJKS/UJKS memang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Bahkan, menurut riset Bank Dunia, sebaran jangkauan pelayanan KSP cakupan wilayah terbanyak adalah pada tingkat kecamatan. Namun demikian, koperasi-koperasi tersebut memiliki keragaman kesehatan, keuangan, teknologi, dan bisnis  yang sangat variatif. Secara kualitas, kondisinya belum sebaik pertumbuhan secara kuantitas.

Perkembangan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah oleh koperasi memiliki sejarah perkembangan yang cukup panjang dan berliku. Ada beberapa tahap perkembangan di lapangan dan kebijakan serta regulasi yang mengaturnya, hingga mencapai kondisi terkini. Salah satu yang terpenting adalah sejarah dan perkembangan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang sebagian besarnya sedang diarahkan untuk memenuhi ketentuan sebagai Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) atau unit Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (USPPS) koperasi. 

Data tentang BMT memang masih belum terlalu akurat, karena ada yang sudah secara tegas menjadi koperasi yang patuh terhadap regulasi, serta melaporkan diri kepada dinas atau kementerian. Ada yang sudah berbadan hukum koperasi, operasional sebagai koperasi, namun tidak rutin melaporkan diri secara administrasi kepada dinas. Sebagiannya lagi memang masih operasional nonformal semacam arisan, dan atau ada yang lebih mengikuti program dan aturan main lain dari Pemerintah Daerah atau Kementerian Teknis diluar kementerian Koperasi.

Selain itu, fakta di lapangan menunjukkan bahwa cukup banyak BMT baru yang lahir diikuti pula oleh yang tidak operasional lagi setiap tahunnya. Kedua faktor tadi membuat data jumlah BMT dan kinerja umumnya kurang akurat. Peraturan OJK tentang LKM dan Peraturan Menteri no 16/2015 memungkinkan pendataan yang lebih akurat di tahun-tahun mendatang. Data BMT akan terpilah menjadi yang memilih opsi LKMS dan yang KSPPS/USPPS Koperasi. Setiap KSPPS/USPPS Koperasi akan diminta memiliki nomor induk koperasi (NIK), dan memberi laporan secara online kepada kementerian, selain yang rutin kepada Dinas kabupaten/Kota atau Provinsi.

Sekitar 10 tahun lalu, data tentang jumlah dan sebaran BMT yang paling sering menjadi rujukan adalah yang dikeluarkan oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), sebanyak 3000 BMT pada tahun 2004. PINBUK yang didirikan pada tahun 1995 memang dikenal sebagai lembaga yang berperan penting mengembangkan BMT, terutama dalam membantu pendirian dan operasional awalnya. Berdasar data Pinbuk yang dimutakhirkan dengan berbagai informasi terkini, Perhimpunan BMT (PBMT) Indonesia mengatakan ada sekitar 3.900 BMT yang operasional sampai dengan akhir tahun 2014. PBMT Indonesia menyebutkan pula bahwa BMT-BMT tersebut melayani hampir 3,5 juta orang, mengelola aset sekitar Rp 15 triliun, dengan pengurus dan pengelola sekitar 20.000 orang.

BAPPENAS sebagai bagian dari Pemerintah) dalam Master Plan Keuangan Syariah mengemukan perkiraan jumlah BMT di kisaran 4500-5000 BMT. Angka di kisaran 4000 memang banyak dikemukan oleh berbagai lembaga dan peneliti. Salah satu yang harus dipahami, BMT-BMT memang banyak yang berdiri tiap tahun, namun cukup banyak juga yang berhenti operasional. Ada pula yang terkait dengan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah, yang sebagiannya kurang berhasil dilanjutkan oleh masyarakat.

Kementerian Koperasi dan UKM sendiri hanya mendata BMT yang secara tegas berbadan hukum koperasi, memberi laporan dan beroperasi sesuai regulasi koperasi. Hingga akhir tahun 2014, terlaporkan sebanyak 1.197 unit KJKS dan sebanyak 2.163 unit UJKS. Perlu diketahui bahwa tidak semua UJKS menyebut dirinya sebagai BMT.