Secara konsepsional, koperasi
seharusnya bisa memiliki peran penting sebagai sumber pembiayaan bagi
pengembangan UMKM. Koperasi bahkan dapat menggantikan atau melengkapi peran
perbankan. Berdasar data terkini dan perkembangannya, kegiatan usaha simpan
pinjam oleh koperasi telah memberi kontribusi cukup besar. Koperasi yang dimaksud
antara lain adalah: Koperasi Simpan Pinjam Koperasi (KSP) dan Koperasi Jasa
Keuangan Syariah (KJKS), serta Unit Simpan Pinjam (USP) dan Unit Jasa Keuangan
Syariah (UJKS). KJKS dan UJKS dalam regulasi terkini akan diarahkan dan diatur
menjadi Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) dan Unit Usaha
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (USPPS) Koperasi. Dalam tampilan data dan
atau uraian masih sering disebut KJKS dan UJKS karena regulasi dimaksud baru
tahap proses mulai diterapkan.
Pertumbuhannya cukup baik selama
sepuluh tahun terakhir, dan secara umum melampaui koperasi yang memiliki
kegiatan usaha nonsimpan pinjam. Terutama dalam hal pertumbuhan jumlah unit dan
volume usaha. Dalam hal laju pertumbuhan simpanan dan pembiayaan, bahkan di
atas rata-rata industri perbankan.
Dari total koperasi pada tahun 2015,
ada sebanyak 212.135 unit yang menjalankan usaha itu sebanyak 110.189 unit.
Sebanyak 77.133 unit yang aktif dari total 150.223. Yang lebih menarik adalah
dari aspek jumlah anggota yang mencapai 20,86 juta orang dari total 37,78 juta
orang. Data dalam hal volume usaha, permodalan dan SHU pun menunjukkan hal
serupa.
Peran KSP/USP Koperasi dan
KJKS/UJKS sebagai penyedia layanan simpan pinjam bagi masyarakat yang tidak
terjangkau oleh jasa keuangan formal ditunjukkan oleh Survei Pengurus Koperasi
Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam (Bank Dunia, 2015) dimana 72% responden
menyatakan memiliki nasabah yang belum pernah meminjam di lembaga keuangan
lain. Terkait dengan UMKM, responden menyatakan bahwa 71% pinjaman KSP/USP
Koperasi mereka adalah untuk pinjaman produktif berskala mikro. Di sisi lain,
koperasi termasuk lembaga selain bank yang paling dipercaya masyarakat untuk
menyimpan dananya. Data riset Bank Dunia tersebut pun mengungkapkan bahwa semua
peminjam dari koperasi bertindak pula sebagai penyimpan.
Data resmi Kementerian Koperasi
dan UKM, data penelitian, serta berbagai data lapangan menunjukkan bahwa
KSP/USP dan KJKS/UJKS memang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Bahkan,
menurut riset Bank Dunia, sebaran jangkauan pelayanan KSP cakupan wilayah terbanyak
adalah pada tingkat kecamatan. Namun demikian, koperasi-koperasi tersebut
memiliki keragaman kesehatan, keuangan, teknologi, dan bisnis yang sangat variatif. Secara kualitas,
kondisinya belum sebaik pertumbuhan secara kuantitas.
Perkembangan usaha simpan pinjam
dan pembiayaan syariah oleh koperasi memiliki sejarah perkembangan yang cukup
panjang dan berliku. Ada beberapa tahap perkembangan di lapangan dan kebijakan
serta regulasi yang mengaturnya, hingga mencapai kondisi terkini. Salah satu
yang terpenting adalah sejarah dan perkembangan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang sebagian besarnya sedang diarahkan
untuk memenuhi ketentuan sebagai Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
(KSPPS) atau unit Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (USPPS) koperasi.
Data tentang BMT memang masih belum
terlalu akurat, karena ada yang sudah secara tegas menjadi koperasi yang patuh
terhadap regulasi, serta melaporkan diri kepada dinas atau kementerian. Ada
yang sudah berbadan hukum koperasi, operasional sebagai koperasi, namun tidak
rutin melaporkan diri secara administrasi kepada dinas. Sebagiannya lagi memang
masih operasional nonformal semacam arisan, dan atau ada yang lebih mengikuti
program dan aturan main lain dari Pemerintah Daerah atau Kementerian Teknis
diluar kementerian Koperasi.
Selain itu, fakta di lapangan
menunjukkan bahwa cukup banyak BMT baru yang lahir diikuti pula oleh yang tidak
operasional lagi setiap tahunnya. Kedua faktor tadi membuat data jumlah BMT dan
kinerja umumnya kurang akurat. Peraturan OJK tentang LKM dan Peraturan Menteri
no 16/2015 memungkinkan pendataan yang lebih akurat di tahun-tahun mendatang.
Data BMT akan terpilah menjadi yang memilih opsi LKMS dan yang KSPPS/USPPS
Koperasi. Setiap KSPPS/USPPS Koperasi akan diminta memiliki nomor induk
koperasi (NIK), dan memberi laporan secara online kepada kementerian, selain
yang rutin kepada Dinas kabupaten/Kota atau Provinsi.
Sekitar 10 tahun lalu, data
tentang jumlah dan sebaran BMT yang paling sering menjadi rujukan adalah yang
dikeluarkan oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), sebanyak 3000 BMT
pada tahun 2004. PINBUK yang didirikan pada tahun 1995 memang dikenal sebagai
lembaga yang berperan penting mengembangkan BMT, terutama dalam membantu
pendirian dan operasional awalnya. Berdasar data Pinbuk yang dimutakhirkan
dengan berbagai informasi terkini, Perhimpunan BMT (PBMT) Indonesia mengatakan
ada sekitar 3.900 BMT yang operasional sampai dengan akhir tahun 2014. PBMT
Indonesia menyebutkan pula bahwa BMT-BMT tersebut melayani hampir 3,5 juta
orang, mengelola aset sekitar Rp 15 triliun, dengan pengurus dan pengelola
sekitar 20.000 orang.
BAPPENAS sebagai bagian dari
Pemerintah) dalam Master Plan Keuangan Syariah mengemukan perkiraan jumlah BMT
di kisaran 4500-5000 BMT. Angka di kisaran 4000 memang banyak dikemukan oleh
berbagai lembaga dan peneliti. Salah satu yang harus dipahami, BMT-BMT memang
banyak yang berdiri tiap tahun, namun cukup banyak juga yang berhenti
operasional. Ada pula yang terkait dengan program Pemerintah dan Pemerintah
Daerah, yang sebagiannya kurang berhasil dilanjutkan oleh masyarakat.
Kementerian Koperasi dan UKM
sendiri hanya mendata BMT yang secara tegas berbadan hukum koperasi, memberi
laporan dan beroperasi sesuai regulasi koperasi. Hingga akhir tahun 2014,
terlaporkan sebanyak 1.197 unit KJKS dan sebanyak 2.163 unit UJKS. Perlu
diketahui bahwa tidak semua UJKS menyebut dirinya sebagai BMT.