Defisit (selisih Belanja dengan
Pendapatan) yang direncanakan APBN 2016 sebesar Rp273.179 miliar, yang kemudian
direvisi dalam APBNP 2016 sehingga meningkat menjadi sebesar Rp296.724 miliar.
Oleh karena ada pengeluaran lain selain belanja, seperti: pembayaran utang (Rp322.343
miliar), investasi atau PMN kepada BUMN dan lain-lain, maka kebutuhan (dana)
pembiayaan menjadi lebih besar daripada nilai defisit tahun bersangkutan.
Utang Pemerintah tidak lah bertambah
sejumlah utang baru itu, karena ada utang lama yang dilunasi ataupun dibayar
cicilannya selama tahun 2016. SBN terbitan baru sebesar Rp611.403 miliar
disebut SBN bruto (gross). Sedangkan istilah SBN Netto telah memperhitungkan
pelunasan SBN yang jatuh tempo pada tahun 2016 sebesar Rp 246.536 miliar dan
rencana buyback (belum jatuh tempo
tetapi dilunasi) sebesar Rp3.000 miliar. SBN netto adalah sebesar Rp364.867
miliar.
Hingga 31 Agustus 2016, SBN bruto
sudah mencapai Rp533.832 miliar, atau 87.31% dari target. SBN yang akan jatuh
tempo masih cukup banyak, yang akan dilunasi dalam 4 bulan waktu tersisa. Akibatnya,
posisi laporan keuangan saat ini, SBN netto justeru sudah mencapai 97,56%. Dengan
demikian, Pemerintah sebenarnya sudah berutang (meneribitkan SBN) sebelum
betul-betul dibutuhkan dari sisi arus kas. Ini biasa dikenal dengan istilah front loading. Alasan rasionalnya antara
lain untuk mendapatkan “harga” yang baik karena tidak sedang dalam posisi “terdesak”,
serta keamanan likuiditas untuk kebutuhan rutin anggaran.
Bagaimanapun, berutang sudah
dilakukan melalui SBN, relatif lebih cepat daripada jadwal. Dan dalam
realisasinya pun bisa jadi akan bertambah karena ada ancaman defisit yang lebih
besar daripada target. Bergantung pula dari efektivitas langkah memotong
(ataupun menunda) belanja dari bu Sri Mulyani, serta hasil denda amnesti pajak
yang mendongkrak pendapatan.
Realisasi lanjutan hingga akhir
tahun biasanya justeru menimbulkan sisa anggaran. Defisit tetapi duit kas
kelebihan. Terjadi kelebihan, karena berutang sudah dilakukan di depan
(terutama dari SBN sebagai sumber utama), ternyata defisit ataupun kebutuhan
seluruh pembiayaan lebih kecil dari yang diperkirakan. Itulah uniknya APBN,
defisit tetapi duit kas masih cukup banyak