Minggu, 02 Oktober 2016

DEFISIT TETAPI AKAN PUNYA UANG LEBIH DI AKHIR TAHUN

Defisit (selisih Belanja dengan Pendapatan) yang direncanakan APBN 2016 sebesar Rp273.179 miliar, yang kemudian direvisi dalam APBNP 2016 sehingga meningkat menjadi sebesar Rp296.724 miliar. Oleh karena ada pengeluaran lain selain belanja, seperti: pembayaran utang (Rp322.343 miliar), investasi atau PMN kepada BUMN dan lain-lain, maka kebutuhan (dana) pembiayaan menjadi lebih besar daripada nilai defisit tahun bersangkutan.



Total nilai pembiayaan APBNP 2016 diperkirakan sebesar Rp713,758 miliar. Kebutuhan itu rencananya akan ditutupi terutama oleh utang sebesar Rp688,072 miliar. Sebagian besar bentuk utang adalah berupa penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai Rp611,403 miliar.

Utang Pemerintah tidak lah bertambah sejumlah utang baru itu, karena ada utang lama yang dilunasi ataupun dibayar cicilannya selama tahun 2016. SBN terbitan baru sebesar Rp611.403 miliar disebut SBN bruto (gross). Sedangkan istilah SBN Netto telah memperhitungkan pelunasan SBN yang jatuh tempo pada tahun 2016 sebesar Rp 246.536 miliar dan rencana buyback (belum jatuh tempo tetapi dilunasi) sebesar Rp3.000 miliar. SBN netto adalah sebesar Rp364.867 miliar.

Hingga 31 Agustus 2016, SBN bruto sudah mencapai Rp533.832 miliar, atau 87.31% dari target. SBN yang akan jatuh tempo masih cukup banyak, yang akan dilunasi dalam 4 bulan waktu tersisa. Akibatnya, posisi laporan keuangan saat ini, SBN netto justeru sudah mencapai 97,56%. Dengan demikian, Pemerintah sebenarnya sudah berutang (meneribitkan SBN) sebelum betul-betul dibutuhkan dari sisi arus kas. Ini biasa dikenal dengan istilah front loading. Alasan rasionalnya antara lain untuk mendapatkan “harga” yang baik karena tidak sedang dalam posisi “terdesak”, serta keamanan likuiditas untuk kebutuhan rutin anggaran.


Bagaimanapun, berutang sudah dilakukan melalui SBN, relatif lebih cepat daripada jadwal. Dan dalam realisasinya pun bisa jadi akan bertambah karena ada ancaman defisit yang lebih besar daripada target. Bergantung pula dari efektivitas langkah memotong (ataupun menunda) belanja dari bu Sri Mulyani, serta hasil denda amnesti pajak yang mendongkrak pendapatan.


Realisasi lanjutan hingga akhir tahun biasanya justeru menimbulkan sisa anggaran. Defisit tetapi duit kas kelebihan. Terjadi kelebihan, karena berutang sudah dilakukan di depan (terutama dari SBN sebagai sumber utama), ternyata defisit ataupun kebutuhan seluruh pembiayaan lebih kecil dari yang diperkirakan. Itulah uniknya APBN, defisit tetapi duit kas masih cukup banyak