Minggu, 23 Oktober 2016

BELANJA HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL DKI YANG TINGGI?

Berdasar LKPD tahun 2015, serapan belanja menurut jenisnya yang tertinggi adalah pada Belanja hibah sebesar 96,20%, dan belanja bantuan sosial sebesar 99,96%.  Ada lagi Transfer/Bantuan Keuangan sebesar 92,52%. Total ketiganya secara nominal pun cukup besar, mencapai Rp 4.175,70 miliar atau 9.71% dari total realisasi Belanja dan Transfer. Lebih besar dibandingkan belanja tanah atau belanja peralatan dan mesin atau belanja jalan, irigasi dan jaringan.


Belanja Hibah adalah Pemberian bantuan dalam bentuk uang/barang/jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. Belanja Bantuan Sosial adalah pemberian bantuan dalam bentuk uang/barang/jasa kepada kelompok/anggota masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bantuan ini tidak dapat diberikan secara terus menerus/tidak berulang, selektif dan memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya. Transfer / Bantuan Keuangan adalah pemberian bantuan dalam bentuk uang yang bersifat umum atau khusus kepada pemerintah daerah lainnya dalam rangka peningkatan kemampuan keuangan, termasuk kepada partai politik.

Sepintas tampak bahwa serapan belanja yang hampir memenuhi target adalah belanja hibah dan belanja bantuan sosial. Kedua jenis belanja ini tidak memerlukan lelang, melainkan merujuk kepada penetapan APBD, serta ada yang kemudian dirinci oleh Keputusan Gubernur. Sekali lagi perlu dicermati bahwa tingkat serapan seluruh Belanja dan Transfer tahun 2015 hanya 72,10%, dan khusus Belanja Modal hanya hanya 55,60%. Sedangkan Belanja hibah mencapai 96,20%, dan belanja bantuan sosial bahkan mencapai 99,96%.

Analisis dapat pula dilakukan dengan perbandingan antar tahun. Realisasi Belanja Hibah 2015 (96,20%) lebih tinggi dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 53,85%. Lebih tinggi pula dibandingkan rata-rata serapan belanja hibah selama lima tahun (2009-2013) sebesar 92,68%.


Realisasi Belanja Bantuan Sosial 2015 (99,96%) jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 55,71%. Dan jauh lebih tinggi dari rata-rata serapan belanja Bantuan Sosial selama lima tahun (2009-2013) yang sebesar 68,66%

Kadang yang bisa membingungkan publik, bahkan para pengamat keuangan yang lebih ahli, adalah pemberitaan (dari media masa yang kredibel dan berita terverifikasi) tentang angka-angka penyaluran hibah dan atau bantuan sosial. Jika ditelusuri dalam LKPD, beberapa pihak yang terberitakan tersebut tidak tampak dalam laporan. Seperti yang disebut di atas, para penerima Hibah musti tercantum dalam Keputusan Gubernur, yang juga tetap merujuk pada APBD tahun bersangkutan.
Tentu saja tidak berarti pasti ada penyimpangan secara hukum, namun tetap ada masalah dalam transparansi dan pertanggungjawaban publik. Sebagai contoh, kebanyakan Surat Keputusan Gubernur terkait tidak ada di web resmi, begitu pula dalam LKPD hanya SKPD/UPKD yang tercantum, ratusan para penerima tidak ada. Salah satu masalahnya adalah dalam pemberitaan media atau pengumuman hibah biasa tercampur antara tiga pos belanja: Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, dan Transfer/Bantuan Keuangan. Bahkan kadang ada berita mengenai dana non budgeter, diterima sebagai hibah dan belanja sebagai hibah, namun tidak masuk dalam LKPD.

Dengan demikian, salah satu topik yang perlu diperbincangkan dalam Pilkada DKI adalah pengelolaan dana (APBD) terkait tiga jenis Belanja/Transfer tersebut. Perlu diketahui bahwa dalam khasanah Keuangan Negara Pusat, soal jenis bantuan sosial makin dipelototi dan perlahan diminimalkan porsinya. Sedang dalam kasus DKI tampak membesar dianggarkan, serta paling tinggi realisasinya. 

Jika pengelolaan keuangan daerah semakin efisien dan efektif, maka kemungkinan besar jenis-jenis belanja semacam ini porsinya menurun. Apalagi jika dikaitkan dengan isyu transparansi, antara lain soal  e-budgeting dan lelang terbuka, maka pos-pos tersebut kontradiktif. Terbuka peluang perbaikan yang signifikan di masa mendatang.