Laporan mengenai realisasi anggaran dalam LKPD adalah
yang paling mendapat perhatian publik dan sering menjadi pemberitaan media.
Yang dilaporkan adalah tentang Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan. Terlihat
tentang persentase realisasi dibanding yang dianggarkan dalam APBD, dan tentang
surplus atau defisitnya. Bagian ini hanya membahas mengenai Pendapatan Daerah
Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 berdasar LKPD yang disampaikan Gubernur.
Pendapatan Daerah adalah hak
Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam
periode yang bersangkutan. Realisasi Pendapatan Daerah tahun 2015 ditargetkan
sebesar Rp56.309,24 miliar dan terealisasi sebesar Rp44.209,24 miliar atau
78,51% dari target. Bersumber dari: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar
Rp33.686,18 miliar; 2. Pendapatan Transfer sebesar Rp8.642,34 miliar; dan 3.
Lain-lain Pendapatan yang Sah sebesar Rp1.880,68 miliar.
PAD terdiri dari: Pajak
Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang sah.
Pajak daerah adalah kontribusi
wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Realisasi
penerimaan Pajak Daerah Tahun Anggaran 2015 adalah sebesar Rp29.077 miliar atau
89,24% dari target.
Sebagai daerah khusus, DKI Jakarta
bisa menetapkan pajak yang menjadi wewenang Provinsi maupun kabupaten/kota,
sehingga jenis pajaknya mencapai 13 jenis. Realisasi dan persentasinya dari
target pada tahun 2015 adalah sebagai berikut: Pajak Kendaraan Bermotor Rp 6.090
miliar (100,66%), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Rp 4.685 miliar (101,86%), Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Rp 1.233 miliar (91,32%), Pajak Air Tanah Rp105
miliar (110,65%), Pajak Hotel Rp1.276 miliar (85,09%), Pajak Restoran Rp2.290 miliar (109,06%), Pajak
Hiburan Rp609 miliar (110,69%), Pajak Reklame Rp715 miliar (39,72%), Pajak
Penerangan Jalan Rp730 miliar (102,80%), Pajak Parkir Rp451 miliar (106,10%), Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Rp 3.609 miliar (61,37%), Pajak Rokok Rp475
miliar (113,11%), Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Rp6.808 miliar
(95,89%).
Retribusi Daerah adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan baik yang bersifat pelayanan jasa umum, pelayanan jasa usaha
dan perizinan tertentu. Realisasi sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2015
mencapai Rp459,46 miliar atau 75,32% dari target.
Retribusi Daerah terdiri dari: 1.
Retribusi Jasa Umum. Diantaranya adalah Retribusi Pengujian Kendaraan
Bermotor, Retribusi
Persampahan/Kebersihan, Retribusi Pemakaian Tempat Pemakaman, dan Retribusi
Pelayanan Kesehatan;2. Retribusi Jasa
Usaha. Diantaranya adalah Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, Retribusi Tempat
Rekreasi dan Olahraga, Retribusi Jasa Terminal, Retribusi Jasa Perhubungan
Udara, Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan., 3. Retribusi Perizinan
Tertentu. Diantaranya adalah Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, Retribusi
Perpanjangan Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing, Retribusi Izin Tempat
Penjualan Minuman Beralkohol.
Sedangkan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan sebesar Rp 527,28 miliar terdiri dari: 1.
Bagian Laba Perusahaan Milik Daerah (100% kepemilikan) sebesar Rp82,31 miliar;
Penerimaan dari Penyertaan Modal Daerah kepada Pihak Ketiga (PT Patungan)
dilaporkan sebesar Rp444,07 miliar; 3. Penerimaan dari Badan Pengelola sebesar
Rp905,03 miliar.
Kelompok penerimaan Lain-lain PAD
mencapai Rp 3.622,51 miliar atau 87,63% dari target. Diantaranya yang bernilai
besar diperoleh dari: Pendapatan dari Badan Layanan Usaha Daerah, Hasil
Penerimaan Pihak Ketiga, Jasa Giro, Pendapatan Bunga, Pendapatan Sanksi Pajak,
dan Pendapatan Denda Retribusi.
Sebagaimana daerah lainnya,
sesuai peraturan perundangan, DKI Jakarta juga memperoleh Pendapatan Transfer. Pendapatan
Transfer adalah penerimaan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam
bentuk Dana Perimbangan, yaitu penerimaan dari bagian daerah yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi,
yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah. Dana Perimbangan terdiri dari, Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Sebagai daerak khusus, DKI
Jakarta memperoleh Dana Penyesuaian yang tergolong Tranfer Pemerintah Lainnya.
Pendapatan Transfer Tahun Anggaran
2015 mencapai Rp8.642, 39 miliar atau 54,85%. Bagi Hasil Pajak mencapai Rp5.751,74
miliar atau 44,60%. Porsi terbesarnya adalah dari bagi hasil Pajak Penghasilan
(PPh) sebesar Rp5.616,13 miliar atau
44,17% dari target. Sedangkan Transfer Pemerintah Pusat Lainnya berupa Dana Penyesuaian
tercatat sebesar Rp2.755,11 miliar 99,84% dari target. Diantaranya bersumber dari
Tambahan Penghasilan Guru PNSD Profesi Sertifikasi sebesar Rp1.746,66 miliar
dan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp1.008,45 miliar.
Analisis mengenai pendapatan
daerah sangat luas cakupannya dan merambah aspek-aspek lain, baik internal
birokrasi maupu kondisi perekonomian daerah dan nasional. Salah satu fokusnya
adalah mencermati apakah pendapatan sudah diperoleh optimal dibandingkan dengan
potensi yang ada sesuai peraturan. Pada sisi yang lain juga apakah peraturan
terkait, seperti perda dan pergub, sudah memadai dan dilaksankan dengan baik.
Tentu saja bagi ekonom, analisis dapat mencakup apakah iklim investasi terdorong
menjadi lebih baik dan kepastian usaha makin terjamin.
Dari aspek lain juga terlihat
bahwa pendapatan DKI Jakarta yang terbesar adalah dari Pajak Daerah yang
merupakan 86,32% dari PAD. Bahkan pajak daerah mencapai 65,77% dari total
Pendapatan Daerah. Artinya ketergantungan dengan transfer dari Pemerintah Pusat
tidak terlampau besar, berbeda dengan kebanyakan daerah lain di Indonesia.
Salah satu yang menarik juga
adalah dalam hal pajak yang terkait dengan kendaraan bermotor. Ada tiga jenis dari
duabelas pajak, yakni: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor,dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Ketiganya pada realisasi
tahun 2015 mencapai Rp 12.008 miliar atau 41,30% dari total penerimaan pajak
daerah. Maka isyu tentang kemacetan, pembatasan kendaraan bermotor, pengalihan
pada transportasi masal, dan lain semacamnya akan berhubungan erat dengan hal
ini.
Beberapa hal lain yang penting
dicermati adalah hasil dari Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan,
terutama bagian laba dari BUMD dan PT Patungan. Apakah sudah optimal, apakah
sepadan dengan penyertaan modal, dan apakah perusahaan dimaksud beroperasi
cukup efisien, dan seterusnya. Begitu pula dengan pendapatan lain-lain dari PAD
yang sah, seperti pendapatan bunga dan jasa giro. Dari uraian di atas,
pendapatan lain-lain ini mencapai Rp3.622,51 miliar atau 10,87% dari total PAD,
suatu porsi yang amat besar.