Sabtu, 15 Oktober 2016

MEMAHAMI KEUANGAN PEMERINTAH DKI JAKARTA (bagian 4)

Laporan mengenai realisasi anggaran dalam LKPD adalah yang paling mendapat perhatian publik dan sering menjadi pemberitaan media. Yang dilaporkan adalah tentang Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan. Terlihat tentang persentase realisasi dibanding yang dianggarkan dalam APBD, dan tentang surplus atau defisitnya. Bagian ini hanya membahas mengenai Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 berdasar LKPD yang disampaikan Gubernur.

Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode yang bersangkutan. Realisasi Pendapatan Daerah tahun 2015 ditargetkan sebesar Rp56.309,24 miliar dan terealisasi sebesar Rp44.209,24 miliar atau 78,51% dari target. Bersumber dari: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp33.686,18 miliar; 2. Pendapatan Transfer sebesar Rp8.642,34 miliar; dan 3. Lain-lain Pendapatan yang Sah sebesar Rp1.880,68 miliar.

PAD terdiri dari: Pajak Daerah,  Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang sah.


Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Realisasi penerimaan Pajak Daerah Tahun Anggaran 2015 adalah sebesar Rp29.077 miliar atau 89,24% dari target.

Sebagai daerah khusus, DKI Jakarta bisa menetapkan pajak yang menjadi wewenang Provinsi maupun kabupaten/kota, sehingga jenis pajaknya mencapai 13 jenis. Realisasi dan persentasinya dari target pada tahun 2015 adalah sebagai berikut: Pajak Kendaraan Bermotor Rp 6.090 miliar (100,66%), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Rp 4.685 miliar (101,86%), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Rp 1.233 miliar (91,32%), Pajak Air Tanah Rp105 miliar (110,65%), Pajak Hotel Rp1.276 miliar (85,09%),  Pajak Restoran Rp2.290 miliar (109,06%), Pajak Hiburan Rp609 miliar (110,69%), Pajak Reklame Rp715 miliar (39,72%), Pajak Penerangan Jalan Rp730 miliar (102,80%), Pajak Parkir Rp451 miliar (106,10%), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Rp 3.609 miliar (61,37%), Pajak Rokok Rp475 miliar (113,11%), Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Rp6.808 miliar (95,89%).


Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan baik yang bersifat pelayanan jasa umum, pelayanan jasa usaha dan perizinan tertentu. Realisasi sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2015 mencapai Rp459,46 miliar atau 75,32% dari target.

Retribusi Daerah terdiri dari: 1. Retribusi Jasa Umum. Diantaranya adalah Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor,  Retribusi Persampahan/Kebersihan, Retribusi Pemakaian Tempat Pemakaman, dan Retribusi Pelayanan Kesehatan;2.  Retribusi Jasa Usaha. Diantaranya adalah Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga, Retribusi Jasa Terminal, Retribusi Jasa Perhubungan Udara, Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan., 3. Retribusi Perizinan Tertentu. Diantaranya adalah Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, Retribusi Perpanjangan Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing, Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol.


Sedangkan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan sebesar Rp 527,28 miliar terdiri dari: 1. Bagian Laba Perusahaan Milik Daerah (100% kepemilikan) sebesar Rp82,31 miliar; Penerimaan dari Penyertaan Modal Daerah kepada Pihak Ketiga (PT Patungan) dilaporkan sebesar Rp444,07 miliar; 3. Penerimaan dari Badan Pengelola sebesar Rp905,03 miliar.


Kelompok penerimaan Lain-lain PAD mencapai Rp 3.622,51 miliar atau 87,63% dari target. Diantaranya yang bernilai besar diperoleh dari: Pendapatan dari Badan Layanan Usaha Daerah, Hasil Penerimaan Pihak Ketiga, Jasa Giro, Pendapatan Bunga, Pendapatan Sanksi Pajak, dan Pendapatan Denda Retribusi.


Sebagaimana daerah lainnya, sesuai peraturan perundangan, DKI Jakarta juga memperoleh Pendapatan Transfer. Pendapatan Transfer adalah penerimaan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk Dana Perimbangan, yaitu penerimaan dari bagian daerah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dana Perimbangan terdiri dari, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Sebagai daerak khusus, DKI Jakarta memperoleh Dana Penyesuaian yang tergolong Tranfer Pemerintah Lainnya.

Pendapatan Transfer Tahun Anggaran 2015 mencapai Rp8.642, 39 miliar atau 54,85%. Bagi Hasil Pajak mencapai Rp5.751,74 miliar atau 44,60%. Porsi terbesarnya adalah dari bagi hasil Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp5.616,13 miliar  atau 44,17% dari target. Sedangkan Transfer Pemerintah Pusat Lainnya berupa Dana Penyesuaian tercatat sebesar Rp2.755,11 miliar  99,84% dari target. Diantaranya bersumber dari Tambahan Penghasilan Guru PNSD Profesi Sertifikasi sebesar Rp1.746,66 miliar dan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp1.008,45 miliar.


Analisis mengenai pendapatan daerah sangat luas cakupannya dan merambah aspek-aspek lain, baik internal birokrasi maupu kondisi perekonomian daerah dan nasional. Salah satu fokusnya adalah mencermati apakah pendapatan sudah diperoleh optimal dibandingkan dengan potensi yang ada sesuai peraturan. Pada sisi yang lain juga apakah peraturan terkait, seperti perda dan pergub, sudah memadai dan dilaksankan dengan baik. Tentu saja bagi ekonom, analisis dapat mencakup apakah iklim investasi terdorong menjadi lebih baik dan kepastian usaha makin terjamin.

Dari aspek lain juga terlihat bahwa pendapatan DKI Jakarta yang terbesar adalah dari Pajak Daerah yang merupakan 86,32% dari PAD. Bahkan pajak daerah mencapai 65,77% dari total Pendapatan Daerah. Artinya ketergantungan dengan transfer dari Pemerintah Pusat tidak terlampau besar, berbeda dengan kebanyakan daerah lain di Indonesia.

Salah satu yang menarik juga adalah dalam hal pajak yang terkait dengan kendaraan bermotor. Ada tiga jenis dari duabelas pajak, yakni: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Ketiganya pada realisasi tahun 2015 mencapai Rp 12.008 miliar atau 41,30% dari total penerimaan pajak daerah. Maka isyu tentang kemacetan, pembatasan kendaraan bermotor, pengalihan pada transportasi masal, dan lain semacamnya akan berhubungan erat dengan hal ini.

Beberapa hal lain yang penting dicermati adalah hasil dari Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, terutama bagian laba dari BUMD dan PT Patungan. Apakah sudah optimal, apakah sepadan dengan penyertaan modal, dan apakah perusahaan dimaksud beroperasi cukup efisien, dan seterusnya. Begitu pula dengan pendapatan lain-lain dari PAD yang sah, seperti pendapatan bunga dan jasa giro. Dari uraian di atas, pendapatan lain-lain ini mencapai Rp3.622,51 miliar atau 10,87% dari total PAD, suatu porsi yang amat besar.