Kamis, 13 Oktober 2016

DISKUSI LAH TENTANG LKPD PEMDA DKI JAKARTA!!!

Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah yang akuntabel dan transparan sudah diamanatkan dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Setiap Pemda, termasuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, wajib menysusun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada tiap tahun anggaran.  

Pedoman dan aturan lainnya mengisyaratkan bahwa dalam pengelolaan keuangan daerah agar berazaskan prestasi kerja. Hal tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban dari suatu kegiatan untuk sebuah produk/hasil yang mengutamakan output. Sedangkan pelaporan dan pertanggungjawaban pengguna anggaran, antara lain mengacu Standar Akuntansi Pemerintah dan Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual.

Sebagai contoh, sebagaimana dinyatakan oleh dokumen Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2015, bahwa dokumen disusun dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi stakeholders (masyarakat, DPRD, lembaga pengawas, lembaga pemeriksa dan pemerintah pusat). Informasi yang dimaksud adalah informasi mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selama Tahun Anggaran 2015 serta menyajikan informasi yang bermanfaat bagi pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan. Laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan informasi mengenai pendapatan, belanja, surplus/defisit, pembiayaan, kenaikan/penurunan saldo anggaran lebih, aset, kewajiban, ekuitas dana, kenaikan/penurunan ekuitas dan arus kas.




Informasi ini disajikan agar pengguna memiliki pengetahuan mengenai: 1. Kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran; 2. Kesesuaian cara memperoleh sumber daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundang-undangan; 3. Jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta hasil-hasil yang telah dicapai; 4. Upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kas; 5. Posisi keuangan dan kondisi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkaitan dengan sumber-sumber penerimaan, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman; dan 6. Perubahan posisi keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengenai kenaikan atau penurunan sebagai akibat kegiatan yang dilakukan sampai dengan 31 Desember 2015.

Sesuai aturan terkini, kepala daerah harus menyampaikan LKPD, yang terdiri dari: 1. Laporan Realisasi Anggaran. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi mengenai realisasi pendapatan, belanja, surplus/defisit dan pembiayaan dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing dibandingkan dengan anggarannya dalam satu periode tertentu; 2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporandibandingkan dengan tahun sebelumnya; 3. Neraca. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal tertentu; 4. Laporan Operasional. Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan; 5. Laporan Arus Kas. Laporan Arus Kas menyajikan informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan dan non keuangan; 6. Laporan Perubahan Ekuitas. Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya; 7. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). CaLK sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan, menyajikan informasi pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai.


Perlu diketahui bahwa dalam CaLK juga diuraikan realisasi pencapaian target kinerja keuangan yang telah ditetapkan dalam kurun waktu tahun anggaran berjalan dan kebijakan akuntansi yang meliputi penjelasan yang berkaitan dengan Realisasi Pencapaian Target Pendapatan LRA dan Pendapatan LO, Penjelasan Pos Belanja, Beban, Pembiayaan, Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Aset, Kewajiban, Ekuitas, Arus Kas, dan Posisi Dana Cadangan Daerah.

Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai. Antara lain terdiri dari: 1. Kondisi ekonomi makro, kebijakan keuangan danindikator pencapaian target kinerja APBD; 2. Ikhtisar realisasi pencapaian target kinerja keuangan, hambatan dan kendala yang dihadapi dalam pencapaian target yang telah ditetapkan; 3. Membahas mengenai entitas pelaporan keuangan daerah, basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan, basis pengukuran yang mendasari penyusunan laporan keuangan dan penerapan kebijakan akuntansi berkaitan dengan ketentuan yang ada dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP); 4. Rincian dan penjelasan masing-masing pos-pos pelaporan keuangan yang terdiri dari komponen-komponen laporan realisasi anggaran, komponen-komponen laporan perubahan saldo anggaran lebih, komponen-komponen neraca, komponen-komponen laporan operasional, komponenkomponen laporan arus kas dan komponen-komponen laporan perubahan ekuitas; 5. Penjelasan atas informasi-informasi non keuangan.

Nah, dengan kata lain LKPD DKI Jakarta 2015 adalah pernyataan dan penilaian sendiri oleh pemda (kepala daerah) tentang kinerja utamanya, terutama yang bersifat keuangan. BPK kemudian memang memeriksa dan memberi penilaian serta catatan atas itu. Namun, publik bisa membaca dan mencermati banyak aspek dan hal penting dari LKPD. Pakar atau pihak yang memiliki kompetensi terkait bisa memberi pendapat, seberapa tingkat keberhasilan pembangunan, bagaimana tingkat transparansi keuangan, bagaimana efisiensi dan efektifitas pengelolaan aset dan dana, dan seterusnya.


Gubernur DKI mengelola asset senilai Rp 421 triliun  dan anggaran lebih dari Rp 65 triliun. Nilai asset dimaksud pun untuk aset tetap (seperti tanah) adalah harga perolehan, sehingga jika dinilai dari harga pasar maka asset mungkin jauh lebih besar. Nilai anggaran sendiri bergantung sisi melihatnya, dari belanja atau pendapatan, atau ditambah dengan sisi pembiayaan. Bagaimanapun, Gubernur Pertahana bisa dinilai secara adil dan berdasar informasi akurat bahkan dari dirinya sendiri. Calon Gubernur pesaingnya dapat memberi catatan atau ide perbaikan yang ditawarkan ke publik.

Masyarakat diharapkan menjadi lebih cerdas dengan debat pilkada yang berkonten LKPD dan semacamnya. Masyarakat akan terpacu untuk makin terlibat dalam pengawasan jalannya pemerintahan. Dan kita bisa berharap perbaikan yang terus menerus di masa depan.