Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan
Daerah yang akuntabel dan transparan sudah diamanatkan dalam Undang-undang
nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang nomor 33
tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. Setiap Pemda, termasuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, wajib menysusun
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada tiap tahun anggaran.
Pedoman dan aturan lainnya
mengisyaratkan bahwa dalam pengelolaan keuangan daerah agar berazaskan prestasi
kerja. Hal tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban dari suatu kegiatan
untuk sebuah produk/hasil yang mengutamakan output. Sedangkan pelaporan dan pertanggungjawaban
pengguna anggaran, antara lain mengacu Standar Akuntansi Pemerintah dan Penerapan
Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual.
Sebagai contoh, sebagaimana
dinyatakan oleh dokumen Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun
Anggaran 2015, bahwa dokumen disusun dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan
informasi bagi stakeholders (masyarakat, DPRD, lembaga pengawas, lembaga
pemeriksa dan pemerintah pusat). Informasi yang dimaksud adalah informasi mengenai
posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta selama Tahun Anggaran 2015 serta menyajikan informasi yang bermanfaat
bagi pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan. Laporan
keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan informasi mengenai
pendapatan, belanja, surplus/defisit, pembiayaan, kenaikan/penurunan saldo
anggaran lebih, aset, kewajiban, ekuitas dana, kenaikan/penurunan ekuitas dan
arus kas.
Informasi ini disajikan agar
pengguna memiliki pengetahuan mengenai: 1. Kecukupan penerimaan periode berjalan
untuk membiayai seluruh pengeluaran; 2. Kesesuaian cara memperoleh sumber daya
ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan
perundang-undangan; 3. Jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta hasil-hasil yang telah dicapai; 4. Upaya
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mendanai seluruh kegiatannya dan
mencukupi kebutuhan kas; 5. Posisi keuangan dan kondisi Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta berkaitan dengan sumber-sumber penerimaan, baik jangka pendek maupun jangka
panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman; dan 6.
Perubahan posisi keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengenai kenaikan
atau penurunan sebagai akibat kegiatan yang dilakukan sampai dengan 31 Desember
2015.
Sesuai aturan terkini, kepala
daerah harus menyampaikan LKPD, yang terdiri dari: 1. Laporan Realisasi Anggaran. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan
informasi mengenai realisasi pendapatan, belanja, surplus/defisit dan
pembiayaan dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing dibandingkan dengan
anggarannya dalam satu periode tertentu; 2.
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih. Laporan Perubahan Saldo Anggaran
Lebih menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun
pelaporandibandingkan dengan tahun sebelumnya; 3. Neraca. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas
pelaporan mengenai aset, kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal tertentu; 4.
Laporan Operasional. Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya
ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah
untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan; 5. Laporan Arus Kas. Laporan Arus Kas
menyajikan informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu
yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset non
keuangan, pembiayaan dan non keuangan; 6. Laporan Perubahan Ekuitas. Laporan
Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun
pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya; 7. Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLK). CaLK sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan
keuangan, menyajikan informasi pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan
yang memadai.
Perlu diketahui bahwa dalam CaLK
juga diuraikan realisasi pencapaian target kinerja keuangan yang telah
ditetapkan dalam kurun waktu tahun anggaran berjalan dan kebijakan akuntansi
yang meliputi penjelasan yang berkaitan dengan Realisasi Pencapaian Target Pendapatan
LRA dan Pendapatan LO, Penjelasan Pos Belanja, Beban, Pembiayaan, Perubahan
Saldo Anggaran Lebih, Aset, Kewajiban, Ekuitas, Arus Kas, dan Posisi Dana
Cadangan Daerah.
Catatan atas Laporan Keuangan
(CaLK) menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam
rangka pengungkapan yang memadai. Antara lain terdiri dari: 1. Kondisi ekonomi
makro, kebijakan keuangan danindikator pencapaian target kinerja APBD; 2. Ikhtisar
realisasi pencapaian target kinerja keuangan, hambatan dan kendala yang dihadapi
dalam pencapaian target yang telah ditetapkan; 3. Membahas mengenai entitas
pelaporan keuangan daerah, basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan,
basis pengukuran yang mendasari penyusunan laporan keuangan dan penerapan
kebijakan akuntansi berkaitan dengan ketentuan yang ada dalam Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP); 4. Rincian dan penjelasan masing-masing pos-pos pelaporan
keuangan yang terdiri dari komponen-komponen laporan realisasi anggaran,
komponen-komponen laporan perubahan saldo anggaran lebih, komponen-komponen neraca,
komponen-komponen laporan operasional, komponenkomponen laporan arus kas dan
komponen-komponen laporan perubahan ekuitas; 5. Penjelasan atas informasi-informasi
non keuangan.
Nah, dengan kata lain LKPD DKI
Jakarta 2015 adalah pernyataan dan penilaian sendiri oleh pemda (kepala daerah)
tentang kinerja utamanya, terutama yang bersifat keuangan. BPK kemudian memang
memeriksa dan memberi penilaian serta catatan atas itu. Namun, publik bisa
membaca dan mencermati banyak aspek dan hal penting dari LKPD. Pakar atau pihak
yang memiliki kompetensi terkait bisa memberi pendapat, seberapa tingkat
keberhasilan pembangunan, bagaimana tingkat transparansi keuangan, bagaimana
efisiensi dan efektifitas pengelolaan aset dan dana, dan seterusnya.
Gubernur DKI mengelola asset senilai
Rp 421 triliun dan anggaran lebih dari
Rp 65 triliun. Nilai asset dimaksud pun untuk aset tetap (seperti tanah) adalah
harga perolehan, sehingga jika dinilai dari harga pasar maka asset mungkin jauh
lebih besar. Nilai anggaran sendiri bergantung sisi melihatnya, dari belanja atau
pendapatan, atau ditambah dengan sisi pembiayaan. Bagaimanapun, Gubernur
Pertahana bisa dinilai secara adil dan berdasar informasi akurat bahkan dari
dirinya sendiri. Calon Gubernur pesaingnya dapat memberi catatan atau ide
perbaikan yang ditawarkan ke publik.
Masyarakat diharapkan menjadi lebih cerdas dengan debat pilkada yang berkonten LKPD dan semacamnya. Masyarakat akan terpacu untuk makin terlibat dalam pengawasan jalannya pemerintahan. Dan kita bisa berharap perbaikan yang terus menerus di masa depan.