Minggu, 09 September 2018

PENGARUH PELEMAHAN RUPIAH PADA REALISASI APBN 2018


Dalam Nota Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari APBN selalu dijelaskan tentang asumsi dasar ekonomi makro yang menjadi acuan perhitungan umum angka anggaran. Perubahan angka asumsi akan langsung mengubah postur anggaran pada sisi belanja, pendapatan, dan pembiayaan. Nota Keuangan juga mengemukakan tentang risiko fiskal akibat perbedaan antara realisasi dengan angka asumsi itu, dilengkapi dengan perhitungannya.

Salah satu asumsi dasar adalah tentang nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Bahkan, dalam wacana publik, Sri Mulyani telah berulangkali mengatakan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan memberikan dampak positif pada APBN. Untuk RAPBN 2019, beberapa hari lalu dijelaskan bahwa setiap pelemahan Rp 100 per dolar AS dapat memberikan tambahan pendapatan neto sebesar Rp 900 miliar hingga Rp 1,5 triliun.

Jika dicermati dokumen Nota Keuangan, perhitungan dimaksud adalah pelemahan dari asumsi APBN secara rata-rata sepanjang tahun anggaran. Bukan kurs 1 Januari dibandingkan 31 Desember, misalnya. Pada APBN 2018, asumsi nilai tukar adalah Rp13.400. Realisasinya masih akan dinamis dan diperhitungkan secara rata-rata hingga akhir tahun. Ketika RAPBN 2019 diajukan kepada DPR, Pemerintah telah memiliki realisasi satu semester 2018 dan membuat outlook realisasi kurs hingga akhir tahun, yakni sebesar Rp13.973, artinya akan ada selisih Rp573.


(Gambar disalin dari Nota Keuangan RAPBN 2019)

Nota keuangan menjelaskan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat memiliki dampak pada semua sisi APBN, baik pendapatan negara, belanja negara, maupun pembiayaan anggaran. Perubahan tersebut terjadi terutama pada anggaran yang menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat sebagai komponen penghitungan. Pada sisi pendapatan negara, fluktuasi nilai tukar rupiah antara lain akan memengaruhi penerimaan yang terkait dengan aktivitas perdagangan internasional seperti PPh pasal 22 impor, PPN dan PPnBM impor, bea masuk, dan bea keluar. Selain itu, perubahan nilai tukar rupiah juga akan berdampak pada penerimaan PPh migas dan PNBP SDA migas. Pada sisi belanja negara, perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat akan berpengaruh terhadap pembayaran bunga utang, subsidi energi, DAU, serta DBH migas akibat perubahan PNBP SDA migas. Sementara itu, pada sisi pembiayaan, fluktuasi nilai tukar rupiah akan berdampak pada pinjaman luar negeri, baik pinjaman program maupun pinjaman proyek, penerusan pinjaman, dan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri.

Dalam perhitungan Nota Keuangan APBN 2018, setiap pelemahan Rp100 per 1USD akan mengakibatkan pendapatan negara bertambah sekitar Rp3,4 – Rp3,9 triliun. Baik dari kenaikan penerimaan perpajakan maupun karena PNBP SDA migas. Sedangkan belanja negara akan bertambah sekitar Rp2,2 – Rp3,4 triliun. Perhitungan secara presisi terkait beberapa realisasi teknis nantinya.


(Gambar disalin dari Nota Keuangan APBN 2018)

Sebenarnya analisis sensitivitas satu variabel seperti kurs ini berkaitan pula dengan asumsi ekonomi makro lainnya. Sebagai contoh asumsi pertumbuhan ekonomi akan mempengaruhi perpajakan yang sebagiannya akan dihitung terkait kurs. Begitu pula dengan harga migas dan liftingnya. Oleh karena itu, dalam RAPBN 2018, sensitivitas perubahan nilai tukar mengalami perubahan perhitungannya. Jika pengaruh netonya dalam APBN 2018 adalah kelebihan Rp 1,5 hingga Rp 1,6 triliun tiap selisih melemah Rp100 dari asumsi, maka pada RAPBN 2019 menjadi hanya Rp900 miliar hingga Rp1,5 triliun.

Sebagaimana disebut di atas, Pemerintah telah memiliki realisasi satu semester 2018 dan secara resmi membuat outlook kurs hingga akhir tahun, yakni sebesar Rp13.973. Dengan selisih melemah Rp573 itu, secara perhitungan sensitivitas akan ada tambahan bersih (neto) sekitar Rp8,60 hingga Rp9,17 triliun. Dalam perkembangan terkini, tampaknya realisasi kurs rata-rata setahun akan di kisaran Rp14.100, atau selisihnya adalah Rp700 dari asumsi. Tambahan netonya bagi APBN dapat mencapai Rp11 triliun.

Hanya saja musti diingat dua hal. Pertama, perhitungan baru dari sisi deviasi kurs, belum asumsi yang lain. Jika dilihat dari harga minyak, akan bersifat menambah. Sedangkan dari pertumbuhan ekonomi dan lifting akan mengurangi. Sejauh ini, keseluruhan deviasi asumsi ekonomi makro tampaknya memang akan lebih menambah surplus dan kelebihan pembiayaan. Kedua, dampak ekonomi pelemahan rupiah bagi perekonomian secara keseluruhan. Yang pada giliran berikut akan amat mempengaruhi realisasi APBN 2019.

Bagaimanapun suatu perencanaan anggaran yang baik adalah yang realisasinya sesuai atau amat mendekati asumsi dan target. Kebijakan yang didasari asumsi yang tak realistis berdampak pada banyak aspek, yang pada umumnya dampak buruk, meski seandainya pendapatan bertambah.