Pemerintah secara terbuka mulai mengakui bahwa perekonomian
Indoensia masih bermasalah dalam Transaksi Berjalan (TB) yang selalu defisit
dan cenderung makin membesar. TB mencatat keluar masuknya devisa melalui
transaksi barang (seperti ekspor, impor), transaksi jasa (seperti transportasi,travel,
asuransi), transaksi pendapatan primer (seperti bunga utang, keuntungan
investasi), dan transaksi pendapatan sekunder (seperti remitansi tenaga kerja).
TB mengalami defisit secara tahunan sejak tahun 2012, padahal sebelumnya selalu
surplus.
Transaksi Berjalan defisit berarti lebih banyak devisa yang
keluar atau menggerus cadangan devisa. Meskpun demikian, cadangan devisa
Indonesia sempat terus bertambah dan kini masih besar. Faktornya adalah aliran masuk
devisa melalui Transaksi Finansial, seperti investasi asing yang bersifat
langsung (bikin pabrik, perluasan usaha), investasi portofolio (beli SBN,
obligasi korporasi), dan investasi lainnya. Secara keseluruhan Neraca
Pembayaran Indonesia (NPI) masih cenderung mengalami surplus, karena transaksi
finansial mampu “melebihi” defisit dari Transaksi Berjalan. Selama 15 tahun
terakhir, NPI hanya defisit pada tahun 2008, 2013 dan 2015, dalam jumlah yang
tak seberapa besar.
Pada tahun 2018 dipastikan TB akan kembali defisit, yang
mungkin akan lebih besar dibanding tahun 2017 yang sebesar USD17,33 miliar,
karena hingga akhir Juni telah defisit sebesar USD13,75 miliar. Sementara itu,
NPI berpotensi mengalami defisit, mengingat hingga akhir Juni telah terjadi
defisit sebesar USD8,16 miliar. Kemungkinan pula akan menjadi defisit terbesar
selama belasan tahun terakhir. Membesarnya defisit TB memang menjadi faktor
yang menekan NPI hingga kemungkinan defisit. Akan tetapi ada faktor lain, yaitu
mengecilnya surplus Transaksi Finansial. Surplusnya berpeluang menjadi yang
terendah sejak tahun 2010. Bahkan, investasi portofolio berpeluang menjadi
defisit pertama kalinya dalam belasan tahun terakhir, karena telah defisit
sebesar USD1,10 miliar hingga akhir Juni.
Transaksi finansial masih surplus karena investasi langsung
masih terus memberi kontribusi yang besar. Meskipun demikian, investasi
langsung pada tahun 2018 tampaknya akan mengalami surplus yang lebih kecil
dibanding tahun 2017 yang sebesar USD19,42 miliar. Surplusnya hingga akhir Juni
2018 baru tercatat sebesar USD5,42 miliar.
Pada catatan tentang Transaksi Finansial ini lah indikasi
pengaruh kebijakan Trump terlihat. Sejauh ini baru pada investasi portofolio
yang memang lebih mudah berbalik arah atau setidaknya pengurangan arus masuk.
Sedangkan arus masuk investasi langsung bersifat lebih kaku, dan sebagian
besarnya adalah realisasi dari keputusan waktu sebelumnya. Perlu diperhatikan
bahwa publikasi NPI baru pada kondisi hingga akhir Juni, maka ada kemungkinan
akan lebih tampak pada publikasi untuk kondisi September dan Desember nanti.
NPI yang defisit berarti cadangan devisa akan berkurang. Meskipun
cadangan devisa telah dan kemungkinan masih akan berkurang, rupiah belum tentu akan
melemah dibanding kondisi saat ini (pertengahan September). Selain karena
cadangan devisa masih terbilang besar dan aman, NPI hanya bersifat potensial
permintaan dan penawaran atas devisa. Yang bersifat efektif akan dipengaruhi
beberapa faktor lain. Akan tetapi, secara potensial dilihat dari NPI dan TB
tampak tidak ada faktor yang akan memperkuat rupiah secara signifikan. Upaya
menekan impor dari kebijakan menaikkan tarif impor atas 1,147 komoditas belum bisa
diandalkan, mengingat nilai keseluruhannya terbilang kecil. Upaya meminta
devisa hasil ekspor masuk bukan hal mudah, mengingat sistem devisa yang
bebas.
Peluang terbesar berdasar fundamental, kurs rupiah adalah di
kisaran Rp15 ribu seperti sekarang. RAPBN 2019 mengajukan asumsi kurs sebesar
Rp14.400, yang dalam pembahasan dengan DPR mungkin akan berubah menjadi sekitar
Rp14.600.
Hanya “faktor lain” yang bisa menguatkan kembali ke Rp13-14
ribu, dan dapat memperlemah ke Rp17 ribu an pada akhir tahun. Faktor lain itu
diantaranya adalah spekulasi. Otoritas ekonomi telah meyakinkan bahwa ruang
spekulasi nyaris ditutup. Namun, pelaku pasar keuangan yang besar memiliki
kemampuan teknis dan jaringan yang kekuatannya kadang melampaui kapasitas
otoritas ekonomi. Faktor lainnya adalah sudden
reversal, arus balik transaksi finansial (portofolio) yang mendadak dalam
waktu singkat (kurang dari sebulan). Tekanan psikologisnya akan amat besar pada
nilai tukar, dan dapat menular pada aspek perekonomian lainnya.