Pelemahan rupiah memang terutama disebabkan faktor
eksternal, seperti langkah Trump dan krisis di beberapa negara. Namun secara
fundamental, Indonesia juga tak bisa dinilai kuat, meski tak terbilang rapuh.
Salah satu sebabnya adalah defisit Transaksi Berjalan (Current Account) yang telah berlangsung selama tujuh tahun
berturut-turut.
Selama Januari hingga akhir Juni 2018, defisit Transaksi
Berjalan mencapai USD13,75 miliar. Transaksi berjalan tersebut mencakup empat
bagian, yang berbentuk neraca juga. Yaitu: 1. Neraca Barang yang surplus
USD2,61 miliar (ekspor sebesar USD88,14 miliar dan impor sebesar USD85,53
miliar); 2. Neraca Jasa yang defisit USD3,34 miliar; 3. Neraca Pendapatan
Primer yang defisit USD16,06 miliar; 4. Neraca Pendapatan Sekunder yang surplus
USD3140.79 miliar.
Upaya pemerintah untuk menekan impor dengan menaikkan tarif
1.147 pos, diharapkan akan memberi kontribusi perbaikan, sepanjang tidak
menyebabkan ekspor juga menurun. Begitu pula upaya mempersuasi atau memaksa
agar eksportir memasukan seluruh devisanya ke dalam negeri. Akan tetapi perlu
diketahui bahwa dari kondisi defisit Transaksi Berjalan selama empat tahun
terakhir, yang paling membebani adalah defisit pendapatan primer (Primary Income).
Per definisi, pendapatan (income) merupakan perolehan yang timbul dari penyediaan faktor
produksi tenaga kerja dan modal finansial. Arus masuk (inflow) pendapatan mengacu pada hasil yang diperoleh dari
penyediaan tenaga kerja Indonesia atau modal finansial Indonesia kepada bukan
penduduk; sementara arus keluar (outflow)
pendapatan merupakan biaya yang harus dibayar Indonesia karena memanfaatkan
tenaga kerja atau modal finansial asing. Neraca pendapatan primer meliputi
transaksi penerimaan dan pembayaran kompensasi tenaga kerja, pendapatan dari
investasi. Pendapatan investasi dimaksud adalah dari investasi langsung,
investasi portofolio dan investasi lainnya.
Neraca Pendapatan primer selama ini selalu defisit, dengan
kecenderungan meningkat, yaitu: USD29,70 miliar (2014), USD28,38 miliar (2015),
USD29,65 miliar (2016), dan USD32,90 miliar (2017). Pada Januari hingga akhir
Juni 2018 telah defisit USD16,06 miliar.
Perkembangan defisit Pendapatan Primer secara triwulanan juga menunjukkan kecenderungan yang meningkat selama beberapa triwulan terakhir, meski nilainya fluktuatif.
Kenaikan pembayaran pendapatan primer terutama sebagai konsekwensi dari transaksi finansial yang selalu surplus. Dari arus modal asing (termasuk utang) yang terus masuk ke Indonesia. Masuknya memang memperbaiki neraca pembayaran dan menambah cadangan devisa pada tahun bersangkutan. Namun kompensasinya kemudian akan muncul sebagai pembayaran pada bagian neraca Pendapatan Primer. Kondisi surplus Transaksi Finansial selama beberapa tahun terakhir adalah: USD44,92 miliar (2014), USD16,84 miliar (2015), USD29,31
miliar (2016), dan USD29,18 miliar (2017). Pada Januari hingga akhir Juni 2018,
surplus sebesar USD6,40 miliar.
Kenaikan pembayaran pendapatan primer terutama sebagai konsekwensi dari transaksi finansial yang selalu surplus. Dari arus modal asing (termasuk utang) yang terus masuk ke Indonesia. Masuknya memang memperbaiki neraca pembayaran dan menambah cadangan devisa pada tahun bersangkutan. Namun kompensasinya kemudian akan muncul sebagai pembayaran pada bagian neraca Pendapatan Primer. Kondisi surplus Transaksi Finansial selama beberapa tahun terakhir adalah:
Jika dicermati salah satu bagian dari transaksi finansial,
yaitu investasi portofolio, secara tahunan selalu mengalami surplus sejak tahun
2004, dan hanya beberapa kali triwulan yang mengalami defisit. Nilai surplusnya
memang fluktuatif, dan selama empat tahun (2014-2017) terbilang cukup besar.
Dengan kata lain pembelian SBN, obligasi korporasi dan saham mengalami
peningkatan signifikan. Laju ini mulai tertahan sejak triwulan III-2017, dan
neto satu semester 2018 masih defisit. Amat mungkin, tahun 2018 akan menjadi
kondisi pertama kali defisit investasi portofolio sejak 2004. Kemungkinan itu
bisa tak terjadi jika imbal hasil yang ditawarkan naik signifikan dan
kepercayaan investor asing atas kondisi Indonesia tetap terjaga.
Pada sisi lain, jika transaksi finansial tetap surplus dalam
jumlah yang besar, maka tekanan pada neraca pendapatan primer di waktu
berikutnya, akan meningkat. Secara lebih khusus, investasi portofolio memang
memiliki dua sisi dilihat dari NPI keseluruhan. Peningkatan arus masuk (surplusnya)
akan menambah devisa pada triwulan atau tahun berjalan. Akan tetapi, untuk
membuat itu terjadi pada kondisi saat ini, maka akan ada tekanan pada arus
pendapatan primer di waktu selanjutnya.
Dengan demikian, kebijakan untuk “mengelola” Transaksi Finansial
dan Pendapatan Primer memang musti cermat dan harus dilakukan konsisten. Koordinasi
antar otoritas ekonomi (Bank Indonesia, OJK dan Pemerintah) musti lebih kuat
dan bersifat sinergis. Penanganan jangka pendek tetap harus memperhitungkan
beban jangka menengah dan panjang dari transaksi berjalan, dan pada akhirnya
bagi perekonomian keseluruhan.