Masalah Pengangguran Mengindikasikan
Rapuhnya Fundamental Ekonomi
“Pada periode Februari tahun 2018, tingkat
pengangguran terbuka (TPT) berhasil diturunkan pada tingkat 5,13 persen atau
mencapai 6,87 juta orang. Jumlah ini merupakan angka terendah yang berhasil
dicapai sejak tahun 2000… “kata Pemerintah dalam Nota Keuangan dan
RAPBN 2019. Beberapa bulan kemudian, publikasi BPS untuk kondisi Agustus 2018
justeru mengalami kenaikan menjadi sebesar 5,34 persen, bahkan sedikit di atas
kondisi Februari 2017. Dalam debat KPU, calon wakil presiden
Ma’ruf Amin masih menyebut tingkat pengangguran di Indonesia saat ini mencapai
tingkat terendah sejak 20 tahun terakhir.
Tingkat pengangguran di era
Jokowi memang mencapai tingkat terendah selama era reformasi, namun
kecenderungan turun telah terjadi tiap tahun sejak 2006. Perlu diperbandingkan
laju tingkat penurunan dan berkurangnya jumlah penganggur, yang hanya berkurang
0,60% atau sejumlah 244.905 orang selama 4 tahun. Lebih rendah dibanding dua
era pemerintahan sebelumnya. Tingkat pengangguran ini juga masih lebih tinggi dibanding
era sebelum reformasi.
Dalam perspektif topik rangkaian tulisan tentang fundamental ekonomi ini, yang harus lebih
mendapat perhatian adalah tentang apakah penggunaan tenaga kerja sudah cukup
optimal selama kurun waktu yang cukup panjang. Hal-hal berikut perlu ditelusuri
dalam 5 hingga 10 tahun terakhir: Apakah mayoritas pekerja telah memiliki pekerjaan yang layak?; Apakah
terjadi transformasi yang menguatkan fundamental ekonomi jika dilihat dari
penyerapan masing-masing sektoral?; Bagaimana dengan perbandingan status pekerja
formal dan informal; perkembangan upah dan penghasilan riil pada berbagai jenis
pekerjaan; perkembangan kualitas dan produktifitas pekerja; serta seberapa
banyak mereka terlindungi oleh jaminan sosial.
Pekerjaan layak merupakan pekerjaan yang dilakukan
atas pilihan sendiri, memberikan upah atau penghasilan yang dapat membiayai
hidup diri dan keluarganya secara layak dan bermartabat, serta cukup menjamin
keselamatan fisik maupun psikologis. Meskipun bukan pengangguran, memiliki
pekerjaan yang tidak atau kurang layak membuat seseorang memiliki posisi
sebagai pekerja rentan. Dengan demikian tingkat pengangguran yang cukup rendah
tak menunjukkan kuatnya fundamental ekonomi, jika porsi pekerja rentan masih
amat besar.
Di banyak negara yang belum atau yang sedang
berkembang sering terkadi paradoks. Tingkat pengangguran yang rendah justeru
menyamarkan kemiskinan yang substansial. Pada umumnya tidak
tersedia jaminan perlindungan sosial, seperti asuransi pengangguran dan
tunjangan kesejahteraan, sehingga mereka yang relatif “kaya” saja yang mampu
menganggur. Pengangguran seolah barang mewah, karena hanya yang
mempunyai tabungan atau pendapatan di luar pekerjaan (nonlabor income) yang bisa menganggur untuk bertahan hidup.
Sementara mereka yang miskin, tidak bisa menganggur, mereka harus bekerja apa
saja untuk dapat hidup (too poor to be
unemployed). Sementara tingkat pengangguran yang tinggi kadang terjadi secara temporer di
negara-negara dengan perkembangan ekonomi yang tinggi dengan tingkat kemiskinan
yang rendah.
Dilihat dari aspek sektoral atau lapangan usaha,
sektor pertanian masih menampung 35,7 juta orang. pekerja. Mayoritas (65,82%) berusia
di atas 45 tahun, sehingga berproduktifitas rendah. Pekerja di sektor industri
pengolahan sebesar 18,25 juta orang atau 14,72% dari total pekerja, cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Akan tetapi porsi nilai tambahnya atas PDB cenderung
menurun, yang berarti produktifitas secara umum sebenarnya turun. Dinamika
penyerapan kedua sektor ini, dikaitkan pula dengan kontribusi nilai tambahnya
pada PDB, merupakan salah satu gambaran penting tentang fundamental ekonomi. Ditambah
fenomena terus meningkatnya serapan sektor jasa yang “kurang modern” yang memiliki
produktifitas rendah. Sebagai contoh, sektor perdagangan besar dan perdagangan
kecil menyerap 18,61%, dan separuhnya adalah perdagangan kecil. Dapat
disimpulkan dari data penyerapan sektoral terjadi pelemahan fundamental selama
lima hingga sepuluh tahun terakhir.
Masih kurangnya pekerjaan yang layak
terlihat pula dari perkembangan porsi status pekerjaan menurut BPS.
Sebanyak 56,84% penduduk
yang bekerja tergolong pekerja informal. Porsi ini memang cenderung berkurang
dari tahun ke tahun, namun selama era Jokowi berlangsung amat lambat. Hanya turun sebesar 2,5% selama empat tahun, dan capaian porsi pekerja informal masih jauh dari target RPJMN, yang mematok 49% pada tahun
2019.
Dilihat dari status pekerjaan menurut BPS, ada tiga
status pekerjaan yang memiliki kerentanan tinggi, yaitu: berstatus berusaha
sendiri (23,62 juta orang), berusaha dibantu buruh tidak tetap (19,55 juta
orang), dan pekerja tak dibayar atau yang disebut juga pekerja keluarga (15,13
juta orang). Ketiganya mencapai 58,3 juta orang.
Dapat pula dikatakan dari status berusaha
sendiri dan status berusaha dibantu buruh tidak tetap merupakan usaha berskala
mikro dan berskala kecil. Di sisi lain, status bekerja sebagai berusaha sendiri
dibantu buruh tetap menggambarkan usaha yang berskala menengah dan berskala
besar. Selama beberapa tahun terakhir, terlihat pengusaha berskala mikro dan
kecil belum berhasil ditingkatkan secara signifikan, yang terindikasi dari pekerja
berstatus berusaha dibantu buruh tetap hanya sedikit meningkat, dan bahkan menurun
secara persentasi.
Hal lain dari aspek
ketenagakerjaan yang mencerminkan funfdamental yang tidak kuat adalah soalan
pekerja tidak penuh. BPS mengatakan bahwa indikator ini mampu menjelaskan bahwa
seseorang yang bekerja ternyata tidak
semua memiliki produktivitas yang tinggi. Pekerja Tidak Penuh adalah mereka
yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu). Pekerja
Tidak Penuh terdiri dari setengah penganggur dan pekerja paruh waktu. Hal ini
berkaitan dengan definisi bekerja menurut BPS yang menjadi ukuran tingkat
pengangguran terbuka. Bekerja didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh
pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam
seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pola kegiatan pekerja tak
dibayar yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi.
Sementara itu pula, mayoritas pekerja masih didominasi
yang berpendidikan rendah dan menengah. Lapangan pekerjaan yang tercipta selama
beberapa tahun terakhir pun makin tersedia untuk tingkat pendidikan yang
demikian. Ditambah lagi fakta bahwa tak terjadi
penurunan tingkat pengangguran pada Pendidikan SMK. Bahkan, meningkat pula pada
pendidikan Universitas.
Aspek lainnya yang mengkonfirmasi lemahnya
fundamental dilihat dari aspek ketenagakerjaan antara lain adalah: cenderung turunnya
upah pekerja buruh tani dan buruh bangunan; banyak pekerja yang upah atau penghasilannya
amat jauh di bawah upah minimum; pendapatan pekerja berusaha sendiri yang
meningkat lebih perlahan dibanding upah buruh/karyawan; dan masih banyaknya
pekerja yang belum terlindungi oleh jaminan sosial.
Bersambung