Kamis, 17 Desember 2009

Angka Pengangguran Terbuka Kurang Menggambarkan Kondisi Ketenagakerjaan di Indonesia

Angka Pengangguran Terbuka Kurang Menggambarkan Kondisi Ketenagakerjaan di Indonesia

Pada tanggal 1 Desember 2009, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data ketenagakerjaan untuk kondisi Agustus 2009. Disebutkan antara lain : angkatan kerja sebanyak 113,83 juta orang, yang bekerja sebanyak 104,87 juta orang, pengangguran terbuka sebanyak 8,96 juta orang atau sekitar 7,87 %, serta setengah pengangguran sebanyak 31,57 juta orang atau sekitar 27,73 %.

Pengangguran Terbuka
Angka pengangguran terbuka mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan kondisi bulan februari 2009 yang sebesar 8,14 %, dan juga lebih rendah daripada kondisi setahun lalu, yakni 8,39 % pada Agustus 2008. Jika dilihat dari jumlah orang yang menganggur, maka terdapat penurunan sebanyak 430 ribu orang (dari 9,13 menjadi 8,96 juta orang) selama periode setahun.

Dengan demikian, selama periode Pemerintahan SBY yang pertama, tercipta lapangan kerja baru untuk sebanyak 11,15 juta orang (dari 93,72 juta menjadi 104,87 juta). Sementara angkatan kerja bertambah sebanyak 7,98 juta orang (dari 103,97 juta menjadi 111,95 juta). Jumlah pengangguran pada Agustus 2004 (dua bulan sebelum pelantikan Presiden) adalah sebanyak 10,25 juta orang atau sebesar 9,90%.
Artinya, laju penciptaan lapangan kerja hanya sedikit diatas laju pertumbuhan angkatan kerja. Prestasi itu masih jauh dari target yang ditetapkan sendiri pada awal periode pemerintahan, yang ingin menekan angka pengangguran menjadi 5,1 % pada tahun 2009.

Setengah Pengangguran
Pada Agustus 2009, ada 31,57 juta orang setengah pengangguran atau 27,73 %. Terdiri dari setengah penganggur terpaksa sebanyak 15,40 juta orang dan setengah penganggur sukarela sebanyak 16,17 juta orang.

Sebagai catatan, setengah pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu). Setengah pengangguran dibagi menjadi setengah penganggur terpaksa dan setengah penganggur sukarela. Setengah penganggur terpaksa adalah mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan lain. Setengah penganggur sukarela adalah mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain, misalnya tenaga ahli yang gajinya sangat besar.

Angka setengah pengangguran selama pemerintahan SBY periode pertama tampak mengalami perkembangan yang lebih buruk daripada kondisi pengangguran terbuka. Angka setengah pengangguran pada Agustus 2004 (dua bulan sebelum pelantikan Presiden) adalah sebanyak 27,95 juta orang atau sebesar 26,88 %. Artinya, selama periode itu, terjadi penambahan jumlah setengah pengangguran sebanyak 3,62 juta orang dan prosentasenya meningkat menjadi 27,73 % dari angkatan kerja.

Jika dicermati lebih jauh, maka jumlah setengah pengangguran yang terpaksa juga mengalami perkembangan yang tidak menggembirakan. Dari 13,42 juta orang pada Agustus 2004 menjadi 15,40 juta orang pada Agustus 2009. Mereka memang dianggap telah bekerja, namun sebenarnya masih mencari dan berharap akan pekerjaan lainnya yang lebih baik.

Status Pekerjaan
Dari 104,87 juta orang yang bekerja pada periode Agustus 2009, BPS juga mengelompokkan mereka menurut tujuh status pekerjaan utama. Berusaha sendiri sebanyak 21,05 juta orang (20,07%). Berusaha dibantu buruh tidak tetap 21,93 juta orang (20,91%). Berusaha dibantu buruh tetap sebanyak 3,03 juta orang (2,89%). Buruh/Karyawan 29,11 juta orang (27,76%). Pekerja bebas di pertanian sebanyak 5,88 juta orang (5,61%). Pekerja bebas di Non pertanian sebanyak 5,67 juta orang (5,41%). Pekerja keluarga/tidak dibayar sebanyak 18,19 juta orang (17,35%).

BPS juga mengumumkan keadaan ketenagakerjaan yang menggolongkan kegiatan bekerja menjadi formal dan informal, yang secara kasar didefinisikan berdasarkan status pekerjaan. Dari tujuh kategori status pekerjaan utama, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan. Jika melihat status pekerjaan berdasarkan klasifikasi formal dan informal, maka pada Agustus 2008 sekitar 32,14 juta orang (30,65%) bekerja pada kegiatan formal dan 72,73 juta orang (69,35 %) bekerja pada kegiatan informal.

Sebagai catatan, BPS mendefinisikan Berusaha dibantu dengan buruh tetap adalah mereka yang bekerja sebagai orang yang berusaha atas risiko sendiri dan dalam usahanya mempekerjakan paling sedikit satu orang buruh tetap. Buruh tetap adalah buruh/karyawan yang bekerja pada orang lain atau instansi/kantor/perusahaan dengan menerima upah atau gaji secara tetap, baik ada kegiatan maupun tidak. Buruh/Karyawan/Pekerja dibayar adalah mereka yang bekerja pada orang lain atau instansi/kantor/perusahaan dengan menerima upah/gaji baik berupa uang maupun barang.

Jika melihat komposisi antara pekerja formal dan informal, maka tampak tidak adanya perbaikan yang berarti selama lima tahun terakhir, meski sempat ada sedikit perbaikan dalam dua tahun pertama. Jumlah pekerja formal pada Agustus 2004 adalah sebanyak 28,43 juta orang atau sebesar 30,33%, sedangkan pekerja informal adalah sebanyak 65,30 juta orang atau sebesar 69,67% dari mereka yang bekerja. Perkembangan perekonomian Indonesia terlihat kurang berhasil menciptakan lapangan kerja baru di sektor formal yang banyak diinginkan oleh para pencari kerja dan para pekerja informal (yang sebagian cukup besarnya berstatus setengah penganggur).

Lapangan Pekerjaan
Proses informalisasi ketenagakerjaan di Indonesia dilihat dari status pekerjaan tampaknya didukung pula oleh data penyebaran pekerja berdasar lapangan pekerjaan. Sebagai contoh, sektor industri pengolahan menyerap 11,07 juta pada Agustus 2004 dan 12,84 juta pada Agustus 2009. Jasa Kemasyarakatan, naik dari (Agustus 2004) menjadi 14,00 juta (Agustus 2009). Sekalipun tidak sepenuhnya bisa diartikan bahwa mereka yang bekerja di sektor industri pengolahan adalah formal, sedangkan yang di sektor jasa-jasa (masyarakat) adalah informal. Sekalipun tidak sepenuhnya bisa diartikan bahwa mereka yang bekerja di sektor industri pengolahan adalah formal, sedangkan yang di sektor jasa-jasa (masyarakat) adalah informal.

Selain menguatkan indikasi informalisasi pekerjaan, fakta ini pun membuat perkembangan industrialisasi di Indonesia mesti lebih diperhatikan karena tidak cukup berhasil menciptakan lapangan kerja. Hanya menciptakan 1,77 juta lapangan kerja selama lima tahun. Padahal, meski secara implisit, Pemerintah ingin mengalihkan sebagian tenaga kerja di sektor pertanian ke sektor industri seiring dengan tingkat pembangunan ekonomi yang semakin tinggi. Di sisi lain, justeru sektor pertanian masih saja menjadi tempat penampungan tenaga kerja, meningkat dari 40,61 juta (Agustus 2004) menjadi 41,61 juta (Agustus 2009). Penyerapan sektor pertanian biasanya secara relatif (pada tahun yang sama) akan lebih tinggi untuk data ketenagakerjaan bulan Februari, karena adanya panen raya di banyak daerah.

Selengkapnya, pada Agustus 2009, mereka yang bekerja tersebar menurut lapangan pekerjaan berikut: sektor pertanian sebanyak 41,61 juta orang (39,68%), sektor industri sebanyak 12,84 juta orang (12,24%), sektor konstruksi sebanyak 5,49 juta orang (5,24%), sektor perdagangan sebanyak 21,95 juta orang (20,09%), sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi sebanyak 6,12 juta orang (5,84%), sektor Keuangan sebanyak 1,49 juta orang (1,42%), Jasa Kemasyarakatan sebanyak 14,00 juta orang (13,34%), Sektor lainnya sebanyak 1,39 juta orang (1,33%).

Kesimpulan sementara yang bisa diambil, angka pengangguran terbuka terlampau sederhana, sehingga tak cukup mampu menggambarkan kondisi ketenagakerjaan yang sebenarnya di Indonesia. Ukuran bekerja 1 jam terlampau minimalis, dan arti dibayar pun tak terkait dengan nominal yang pantas untuk bertahan hidup sebagai manusia. Data sektoral pekerjaan pun memerlukan pemilahan yang lebih jelas dan diketahui publik luas.