Rabu, 02 Desember 2009

PENJELASAN BANK INDONESIA KINI DAN LAPORAN KETIKA ITU

PENJELASAN BANK INDONESIA KINI DAN LAPORAN KETIKA ITU

Oleh karena argumen utama Bank Indonesia (dan Pemerintah) saat ini mengenai kasus Bank Century adalah mengenai adanya ancaman dampak sistemik terhadap perbankan, maka kita perlu mengutip sebagian apa yang dinyatakan oleh Bank Indonesia ketika itu.

Ada 10 poin Penjelasan Pjs.Gubernur Bank Indonesia Dalam Press Conference bersama Departemen Keuangan, BI, & LPS Mengenai Hasil Audit Investigasi BPK di Departemen Keuangan Tanggal 24 November 2009. Kita kutipkan poin 2 dan 4, berikut ini.

Poin 2. Bank Indonesia juga menyayangkan bahwa pertimbangan kondisi krisis global dan dampaknya pada perekonomian Indonesia yang melatarbelakangi penyelamatan Bank Century tidak tampak dalam laporan audit tersebut. Dalamnya ancaman dan ketidakpastian yang tinggi terkait dampak krisis keuangan global terhadap perekonomian nasional, telah menuntut Pemerintah untuk menempuh langkah hukum yang mendesak yaitu dengan menerbitkan Perpu sebagai dasar bagi pengambilan kebijakan sektor keuangan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia.

Poin 4. Oleh karena itu, penyelamatan Bank Century harus dilihat dalam konteks penyelamatan sistem keuangan, perbankan dan perekonomian secara keseluruhan yang pada periode tersebut diambang krisis sebagai dampak daripada krisis perekonomian global yang saat itu tengah berlangsung. Kebijakan Bank Indonesia dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal yang berpotensi sistemik, merupakan bagian dari kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dalam upaya penanganan dampak krisis global, dengan maksud untuk menyelamatkan sistem keuangan, perbankan dan perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, penyelamatan Bank Century harus dilihat dalam konteks penyelamatan sistem keuangan, perbankan dan perekonomian secara keseluruhan yang pada periode tersebut diambang krisis sebagai dampak daripada krisis perekonomian global yang saat itu tengah berlangsung. Kebijakan Bank Indonesia dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal yang berpotensi sistemik, merupakan bagian dari kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dalam upaya penanganan dampak krisis global, dengan maksud untuk menyelamatkan sistem keuangan, perbankan dan perekonomian Indonesia.

Perlu diketahui, Bank Indonesia secara resmi dan secara periodik mengeluarkan dua macam laporan, yaitu : Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). TKM dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September, November, dan Desember. LKM secara triwulanan pada setiap bulan Januari, April, Juli dan Oktober. LKM lebih terinci daripada TKM. Seperti yang dinyatakan oleh Bank Indonesia sendiri, kedua laporan dimaksudkan sebagai media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia serta respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.

Bank Indonesia juga menyampaikan Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2004. Diakui pula bahwa penyampaian laporan (biasa disebut laporan triwulanan) tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia.

Dalam TKM Nopember 2008, yang dikeluarkan setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia tanggal 6 November 2008, pada halaman 14 antara lain menyatakan:

”Kinerja sektor perbankan masih tetap baik. Indikator-indikator utama seperti CAR, NPL dan PDN perbankan menunjukkan ketahanan dalam menghadapi gejolak pasar. Net Interest Income (NII) pada September 2008 tercatat stabil dari bulan sebelumnya sebesar Rp9,3 triliun. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan-NPL) sama dengan bulan sebelumnya sebesar 3,9% (gross) dan 1,4% (net). Dari sisi modal, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio-CAR) meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 16,5%. Sedangkan Return On Asset (ROA) relatif stabil dari bulan sebelumnya, masing-masing sebesar 2,6%. Di sisi lain, kondisi likuiditas perbankan yang mulai longgar telah memberi keleluasaan bagi perbankan dalam menjalankan usahanya. Pertumbuhan kredit masih relatif stabil mencapai 34,6% dengan risiko kredit yang tetap terjaga. Meskipun demikian, ke depan risiko kredit masih perlu diwaspadai.”

Dalam TKM Desember 2008, yang dikeluarkan setelah RDG-BI 4 Desember 2008, pada halaman 17 antara lain menyatakan:
”Kinerja sektor perbankan pada Oktober 2008 secara umum tetap mantap. Indikator-indikator utama seperti CAR, NPL dan NII perbankan menunjukkan ketahanan dalam menghadapi gejolak pasar. Posisi kredit masih mengalami peningkatan mencapai Rp1.343,5 triliun atau tumbuh sebesar 37,1%. Total aset juga mengalami peningkatan mencapai Rp2.235 triliun atau tumbuh sebesar 20% (yoy). Indikator lainnya turut menggambarkan perkembangan yang stabil. Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan - NPL) pada Oktober 2008 tercatat sebesar 3,9% (gross) dan 1,6% (net). Net Interest Income (NII) meningkat signifikan menjadi Rp10,6 triliun dari Rp9,3 triliun pada bulan sebelumnya. Sementara itu, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio - CAR) dan Return On Asset (ROA) relatif stabil dari bulan sebelumnya sebesar 16% dan 2,7%.

Dalam LKM triwulan IV-2008, setelah RDG-BI pada awal Januari 2009, pada halaman 2-3, menyatakan antara lain:
”Di sisi perbankan, industri perbankan dalam negeri diprakirakan akan mengalami dampak dari krisis keuangan global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Namun secara umum, perbankan nasional masih tetap memiliki daya tahan yang cukup baik, yang tercermin dari indikator utama perbankan CAR dan NPL. Rasio kecukupan modal (CAR) masih tetap tinggi meskipun sedikit menurun menjadi 14,3%. Sedangkan NPL meskipun cenderung meningkat, diprakirakan masih berada di sekitar 5%.”

Dalam Laporan (kepada DPR) triwulanan keempat ditahun 2008, tertanggal 31 Januari 2009, pada halaman 2 menyatakan antara lain:
”Perkembangan perbankan selama triwulan IV-2008 relatif terjaga, meskipun sempat mengalami gejolak sebagai imbas krisis keuangan global. Hal ini tercermin pada profil risiko perbankan yang relatif terkendali dan dibarengi pertumbuhan kredit yang masih tinggi, serta Dana Pihak Ketiga (DPK) yang meningkat signifikan. Dari segi profitabilitas, usaha perbankan juga masih mendatangkan keuntungan. Dari segi likuiditas, tekanan likuiditas yang dihadapi perbankan pada triwulan sebelumnya mulai berkurang pada triwulan IV-2008. Hal ini sejalan dengan kenaikan DPK yang cukup signifikan serta meningkatnya likuiditas menyusul berbagai respon kebijakan yang telah diambil baik oleh Bank Indonesia maupun Pemerintah.”

Secara sederhana bisa disimpulkan bahwa suasana krisis atau akan adanya ANCAMAN DAMPAK (BURUK) SISTEMIK tidak terlihat dan tidak diisyaratkan secara jelas dalam berbagai laporan resmi Bank Indonesia ketika itu. Bahkan, jika kita membaca secara lengkap semua laporan itu (bukan hanya yang saya kutipkan), terasa ada nada optimis atas segala situasi yang berkembang. Apakah penjelasan kini bersifat Post Factum, bersifat penafsiran ulang atas kondisi yang terjadi di masa lalu.