Optimisme Berdasar Kondisi Eksternal Indonesia menjadi Argumen Utama Economic Outlook 2010
Prakiraan kondisi perekonomian Indonesia di tahun mendatang dapat di simak di banyak media pada akhir tahun. Sebagian isi economic outlook tersebut berasal dari pemberitaan serta ulasan dari diskusi ilmiah, dan ada yang merupakan tulisan khusus untuk itu. Ada tulisan yang merupakan pandangan pribadi dari pakar atau pengamat ekonomi. Ada pula yang dipublikasikan sebagai pandangan lembaga atau organisasi.
Pada dasarnya, suatu economic outlook merupakan ramalan dari orang atau lembaga penulisnya. Pertanyaan utama yang ingin dijawab adalah apakah keadaan perekonomian secara umum menjadi lebih baik, lebih baik, atau sama saja dengan tahun berjalan. Kadang dibandingkan pula dengan tahun-tahun yang telah berlalu lebih lama. Sesuai persyaratan ilmiah, tulisan musti mengidentifikasi faktor-faktor yang diduga paling berpengaruh dalam dinamika ekonomi, serta variabel risiko yang utama sepanjang tahun depan. Akan ada pula berbagai rekomendasi, yang terutama adalah kepada pihak otoritas ekonomi. Sebagiannya juga memberi saran kepada para pelaku ekonomi, khususnya dunia usaha.
Penalaran economic oulook kebanyakan bersifat linear, yang jika disederhanakan adalah: mencermati kondisi terkini, sedikit melihat beberapa tahun ke belakang, menduga dan menganalisis beberapa variabel penting tahun depan, baru melakukan kesimpulan umum. Sifat linear dan positivistik diindikasikan oleh analisis yang mengedepankan utak atik beberapa indikator makroekonomi, serta kadang menguatkannya dengan indikator mikroekonomi terpilih.
Yang paling sering dibahas adalah pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) dengan indikator derivatifnya seperti investasi dan konsumsi. Indikator makro lain yang banyak disoroti adalah: inflasi, neraca pembayaran internasional, neraca perdagangan, kurs, dan pengangguran. Indikator mikro yang banyak suka dipilih antara lain: indikator perbankan, indeks saham, pasar industri otomotif, konsumsi semen, dan pertumbuhan kredit.
Yang menarik, variabel yang paling dominan dalam kebanyakan analisis pada dua tahun terakhir justeru terkait variabel eksternal dari perekonomian Indonesia. Diantaranya adalah : dinamika perdagangan dunia, harga komoditas tertentu di pasar internasional, kondisi perekonomian negara maju dan negara yang punya hubungan ekonomi penting dengan Indonesia, serta arus modal dan uang di pasar global.
Ada juga sedikit tambahan analisis mengenai risiko politik di dalam negeri. Biasanya dikaitkan dengan gangguan terhadap iklim investasi dan kepastian berusaha dalam bisnis. Ketidakstabilan politik, meski hanya berupa konflik antar elit politik dsn atau birokrasi, dianggap memiliki pengaruh signifikan terhadap perekonomian.
Pemerintah sendiri secara resmi, sebagai suatu entitas kelembagaan, memiliki pula suatu economic outlook, yang tercantum dalam Nota Keuangan sebagai pengantar Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Setelah dibahas dan setujui DPR, yang bisa mengalami sedikit perubahan beberapa variabel diantaranya, maka diputuskan menjadi APBN.
Secara ringkas, prediksi tersebut diwakili oleh apa yang biasa disebut sebagai asumsi dasar ekonomi makro, dalam RAPBN dan APBN. APBN 2010 yang ditetapkan pada akhir Oktober 2009, mencantum asumsi makroekonomi sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 %; tingkat inflasi sebesar 5,0 %; rata-rata kurs adalah Rp10.000/USD; Neraca Pembayaran Indonesia surplus, cadangan devisa bertambah; rata-rata suku bunga SBI 3 bulan sebesar 6,5 %; dan Rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar USD 65 per barel dengan lifting sebanyak 0,965 juta barl per hari.
Nota Keuangan itu meyebut ada beberapa tantangan yang menghadang pada tahun 2010. Diantaranya berupa : program stimulus ekonomi yang belum optimal, ketatnya likuiditas global, dan meningkatnya harga minyak dan beberapa komoditi di pasar internasional. Diakui pula tantangan lain yang lebih bersifat domestik, yakni tingginya tingkat pengangguran dan angka kemiskinan, serta infrastruktur tak memadai.
Dengan asesmen yang demikian, Pemerintah menetapkan arah kebijakannya dalam mengelola perekonomian, yaitu: menjaga stabilitas ekonomi makro, meningkatkan pembangunan infrastruktur dan mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Secara lebih khusus, Pemerintah mengaku akan mengutamakan program jaminan sosial dan peningkatan kapasitas usaha skala mikro dan kecil serta koperasi serta program-program lainnya.
Sementara itu, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan perbankan, terlihat lebih konservatif dalam memperkirakan perekonomian Indonesia tahun 2010. Belakangan, Bank Indonesia memang lebih sering mengeluarkan estimasi yang lebih realistis dan secara cepat membuat revisi, khususnya yang terkait dengan prakiraan pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2010 berada di kisaran 5,0-5,5%, yang akan dimotori terutama oleh kegiatan ekspor dan investasi dari sisi permintaan. Namun diakui adanya downside risks terutama jika akselerasi perbaikan volume perdagangan dunia tidak secepat yang diperkirakan.
Di luar otoritas ekonomi, ada banyak economic outlook yang dikemukakan. Yang paling mudah diperbandingkan antar ramalan itu adalah mengenai prakiraan pertumbuhan ekonomi karena memang dijadikan sentral pembahasan masing-masing. Sebagai contoh, IMF mengemukakan angka 4,8 %, sedang kebanyakakan ekonom Indonesia menyebut angka di atas 5 %. Ada juga pendapat yang cukup menarik dari ekonom Faisal Basri yang mengatakan harus tumbuh 6 %. menurutnya, jika 5,5 % berarti tidak ada keinginan untuk kerja keras dari Pemerintah.
Bagaimanapun, ada kesamaan yang menonjol dalam semua economic outlook tersebut. Ada optimisme bahwa perekonomian Indonesia akan lebih baik, dan secara lebih khusus disebutkan angka pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Argumen utamanya pun sama, yakni karena adanya pemulihan perekonomian global, khususnya di negara-negara industri maju. Secara lebih teknis, amat kuat keyakinan pulihnya kondisi ekspor-impor di berbagai negara, yang berarti perdagangan dunia bisa mendongkrak ekspor Indonesia. Arus modal dan keuangan internasional pun diyakini akan lebih stabil, dan pada saat bersamaan, kondisi dan rating Indonesia yang terkait dengan itu cukup baik. Singkatnya, faktor-faktor eksternal diperkirakan akan amat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia 2010.
Dilihat dari sisi domestik, konsumsi sebagai motor pertumbuhan ekonomi diyakini masih akan meningkat cukup pesat. Ditambah dengan sudah adanya rencana investasi di bidang infrastruktur yang sedang dan mulai direalisasikan tahun 2010, baik dari pihak swasta maupun pemerintah. Meskipun mulai goyah selama beberapa minggu terakhir, sampai dengan sebulan lalu, stabilitas politik diyakini sebagai faktor positif. Majalah The Economist edisi September 2009 menyebutnya bersama dengan tekad anti korupsi sebagai variabel amat positif dari Indonesia.
Pencermatan atas kebanyakan economic outlook tersebut akan membawa kepada salah satu kesimpulan bahwa kondisi perekonomian Indonesia masih amat bergantung kepada dinamika ekonomi global. Rekomendasi yang diberikan pun terkait dengan optimalisasi transaksi internasional, baik dalam soal arus barang maupun arus modal. Ada kesan bahwa faktor domestik lebih sebagai “bumper” belaka. Pengaman, jika keadaan global sulit, maka ada faktor pengaman agar Indonesia tidak sampai hancur perekonomiannya. Untuk tumbuh dan menjadi sejahtera, faktor eksternal masih dianggap lebih penting. Ironisnya lagi, justeru kurang manageable alias agak di luar kendali otoritas ekonomi Indonesia.