Jumat, 28 Februari 2020

MENGURAI DEFISIT TRANSAKSI BERJALAN INDONESIA (bagian enam dari tujuh tulisan)


Selain Jasa-Jasa yang terdiri dari 12 kelompok dan Pendapatan Primer yang telah dijelaskan di atas, masih ada satu neraca terkait jasa lagi yang disebut dengan neraca Pendapatan Sekunder (Secondary Income). Dahulu sempat disebut sebagai Transfer Berjalan.

Pendapatan Sekunder meliputi semua transfer (masuk dan ke luar Indonesia) yang tidak termasuk dalam transfer modal. Transfer yang masuk dicatat sebagai penerimaan (inflow), dan yang keluar dicatat sebagai pembayaran (outflow).

Pada tahun 2019, penerimaan mencapai USD12,68 miliar, dan pembayaran sebesar USD5,05 miliar. Pendapatan Sekunder mengalami surplus sebesar USD7,63 miliar. Neraca ini memang selalu mengalami surplus, dengan nilai berfluktuasi. Selama 2 tahun terakhir mengalami kenaikan surplus yang signifikan.


Pendapatan Primer terutama diklasifikasikan menurut sektor institusional yang menerima atau memberi transfer, yaitu sektor pemerintah (general government) dan sektor lainnya (other sectors).

Sektor pemerintah mencatat antara lain bantuan yang diterima Pemerintah Indonesia atau yang diberikannya kepada pihak luar negeri. Dalam bentuk yang tak tergolong barang modal. Contohnya antara lain: untuk penanggulangan bencana alam, bantuan perlengkapan persenjataan, penerimaan pajak, denda, serta bantuan tunai untuk keperluan belanja pemerintah.

Bagian neraca ini surplus sebesar USD352 juta pada tahun 2019. Seluruhnya merupakan penerimaan, dan tak tercatat adanya pembayaran. Nilainya memang relatif kecil tiap tahunnya jika dilihat dari nilai keseluruhan neraca pendapatan sekunder.

Sektor lainnya terdiri dari transfer personal dan transfer lainnya. Transfer personal dikenal juga sebagai remitansi tenaga kerja (workers’ remittances). Yaitu transfer dari pekerja migran kepada keluarga di negara asal. Pengertian migran dalam pencatatan ini adalah seseorang yang datang ke suatu wilayah ekonomi dan tinggal ataupun bermaksud untuk tinggal selama satu tahun atau lebih.

Transfer Personal pada tahun 2019 mencatat penerimaan sebesar USD11,44 miliar dan pembayaran sebesar USD3,36 miliar. Mengalami surplus sebesar USD8,08 miliar. Neraca ini memang selalu surplus, yang nilainya meningkat pesat selama 2 tahun terakhir, setelah sempat menurun selama dua tahun sebelumnya (2016 dan 2017).



Transfer personal yang terutama merupakan remitansi tenaga kerja memperlihatkan bahwa pekerja migran Indonesia atau dikenal juga sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terus memberi sumbangan bagi masuknya devisa. Nilainya perlahan meningkat selama periode 2005-2015. Sempat merosot pada tahun 2015 dan 2016. Kemudian meningkat kembali secara signifikan 2 tahun ini, hingga mencapai rekor sebesar USD11,44 miliar pada tahun 2019.

Dapat diartikan bahwa TKI telah secara nyata menjadi salah satu “penyelamat” penting kondisi Transaksi Berjalan. Jumlah TKI tercatat sebanyak 3,74 juta orang pada akhir tahun 2019. Sebenarnya jumlah ini cenderung turun atau stagnan. Pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah TKI lebih dari 4 juta orang, dan bahkan mencapai 4,7 juta orang pada tahun 2006. Kebijakan moratorium, kebijakan negara penempatan, serta kebijakan yang lebih ketat dalam pengiriman TKI membuat jumlahnya makin turun.


Bagaimanapun, nilai remitansinya cenderung meningkat seperti disajikan di atas. Remitansi terbesar berasal dari mereka yang bekerja di kawasan Timur Tengah dan Asia pasifik. Jika dilihat secara negara, urutan remitansi terbesar pada tahun 2019 adalah: Arab Saudi (USD3,80 miliar), Malaysia (USD3,25 miliar), Hongkong (USD1,23 miliar), Taiwan (USD1,57 miliar), Singapore (USD354,68 juta). Porsi kelima negara ini mencapai 89,31 persen dari total remitansi.


Berdasar jumlah TKI yang ditempatkan, urutan terbesarnya pada tahun 2019 adalah sebagai berikut: Malaysia (1.882,91 ribu orang), Arab Saudi (960,53 ribu orang), Taiwan (328,17 orang), Hongkong (249,88 ribu orang), dan Singapore (103,32 ribu orang).

Transfer lainnya (other transfers) dari sektor lainnya pada neraca Pendapatan Primer antara lain mencakup premi neto dan klaim asuransi non-life, sumbangan untuk organisasi sosial atau keagamaan, pembayaran iuran keanggotaan, atau bantuan bencana alam, dan pembayaran pajak pendapatan. Mengalami defisit sebesar USD798 juta pada tahun 2019. Selalu mengalami defisit dengan nilai berfluktuasi, namun relative tidak terlampau besar jika dilihat nilai neraca keseluruhan.

Bersambung ke bagian tujuh.