Selain Jasa-Jasa yang terdiri dari 12
kelompok dan Pendapatan Primer yang telah dijelaskan di atas, masih ada satu
neraca terkait jasa lagi yang disebut dengan neraca Pendapatan Sekunder (Secondary
Income). Dahulu sempat disebut sebagai Transfer Berjalan.
Pendapatan Sekunder meliputi semua
transfer (masuk dan ke luar Indonesia) yang tidak termasuk dalam transfer modal.
Transfer yang masuk dicatat sebagai penerimaan (inflow), dan yang keluar
dicatat sebagai pembayaran (outflow).
Pada tahun 2019, penerimaan mencapai
USD12,68 miliar, dan pembayaran sebesar USD5,05 miliar. Pendapatan Sekunder
mengalami surplus sebesar USD7,63 miliar. Neraca ini memang selalu mengalami
surplus, dengan nilai berfluktuasi. Selama 2 tahun terakhir mengalami kenaikan
surplus yang signifikan.
Pendapatan Primer terutama diklasifikasikan
menurut sektor institusional yang menerima atau memberi transfer, yaitu sektor
pemerintah (general government) dan sektor lainnya (other sectors).
Sektor pemerintah mencatat antara lain bantuan yang diterima Pemerintah Indonesia atau yang diberikannya kepada pihak luar negeri. Dalam bentuk yang tak tergolong barang modal. Contohnya antara lain: untuk penanggulangan bencana alam, bantuan perlengkapan persenjataan, penerimaan pajak, denda, serta bantuan tunai untuk keperluan belanja pemerintah.
Bagian neraca ini surplus sebesar
USD352 juta pada tahun 2019. Seluruhnya merupakan penerimaan, dan tak tercatat
adanya pembayaran. Nilainya memang relatif kecil tiap tahunnya jika dilihat dari
nilai keseluruhan neraca pendapatan sekunder.
Sektor lainnya terdiri dari transfer
personal dan transfer lainnya. Transfer personal dikenal juga sebagai remitansi
tenaga kerja (workers’ remittances). Yaitu transfer dari pekerja migran kepada
keluarga di negara asal. Pengertian migran dalam pencatatan ini adalah
seseorang yang datang ke suatu wilayah ekonomi dan tinggal ataupun bermaksud
untuk tinggal selama satu tahun atau lebih.
Transfer Personal pada tahun 2019 mencatat
penerimaan sebesar USD11,44 miliar dan pembayaran sebesar USD3,36 miliar.
Mengalami surplus sebesar USD8,08 miliar. Neraca ini memang selalu surplus, yang
nilainya meningkat pesat selama 2 tahun terakhir, setelah sempat menurun selama
dua tahun sebelumnya (2016 dan 2017).
Transfer personal yang terutama
merupakan remitansi tenaga kerja memperlihatkan bahwa pekerja migran Indonesia
atau dikenal juga sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terus memberi sumbangan
bagi masuknya devisa. Nilainya perlahan meningkat selama periode 2005-2015.
Sempat merosot pada tahun 2015 dan 2016. Kemudian meningkat kembali secara signifikan
2 tahun ini, hingga mencapai rekor sebesar USD11,44 miliar pada tahun 2019.
Dapat diartikan bahwa TKI telah secara
nyata menjadi salah satu “penyelamat” penting kondisi Transaksi Berjalan. Jumlah
TKI tercatat sebanyak 3,74 juta orang pada akhir tahun 2019. Sebenarnya jumlah
ini cenderung turun atau stagnan. Pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah TKI lebih
dari 4 juta orang, dan bahkan mencapai 4,7 juta orang pada tahun 2006.
Kebijakan moratorium, kebijakan negara penempatan, serta kebijakan yang lebih
ketat dalam pengiriman TKI membuat jumlahnya makin turun.
Bagaimanapun, nilai remitansinya cenderung
meningkat seperti disajikan di atas. Remitansi terbesar berasal dari mereka
yang bekerja di kawasan Timur Tengah dan Asia pasifik. Jika dilihat secara
negara, urutan remitansi terbesar pada tahun 2019 adalah: Arab Saudi (USD3,80
miliar), Malaysia (USD3,25 miliar), Hongkong (USD1,23 miliar), Taiwan (USD1,57 miliar),
Singapore (USD354,68 juta). Porsi kelima negara ini mencapai 89,31 persen dari
total remitansi.
Berdasar jumlah TKI yang ditempatkan,
urutan terbesarnya pada tahun 2019 adalah sebagai berikut: Malaysia (1.882,91
ribu orang), Arab Saudi (960,53 ribu orang), Taiwan (328,17 orang), Hongkong (249,88
ribu orang), dan Singapore (103,32 ribu orang).
Transfer lainnya (other transfers)
dari sektor lainnya pada neraca Pendapatan Primer antara lain mencakup premi
neto dan klaim asuransi non-life, sumbangan untuk organisasi sosial atau
keagamaan, pembayaran iuran keanggotaan, atau bantuan bencana alam, dan pembayaran
pajak pendapatan. Mengalami defisit sebesar USD798 juta pada tahun 2019. Selalu
mengalami defisit dengan nilai berfluktuasi, namun relative tidak terlampau
besar jika dilihat nilai neraca keseluruhan.
Bersambung ke bagian tujuh.