Neraca Jasa-Jasa (Services) dalam
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencakup berbagai transaksi jasa antara
penduduk Indonesia dengan penduduk negara lain. Baik yang bersifat ekspor atau
menjual dan menghasilkan devisa. Maupun yang bersifat impor, memakai atau
membeli yang berakibat pengeluaran devisa.
Statistik NPI Bank Indonesia saat ini
mengelompok Jasa-Jasa ke dalam 12 kategori. Antara lain: Jasa manufaktur, Jasa
pemeliharaan dan perbaikan, Transportasi, Perjalanan, Jasa konstruksi, Jasa
asuransi dan dana pensiun, Jasa keuangan, Biaya penggunaan kekayaan intelektual,
Jasa telekomunikasi, komputer, dan informasi, Jasa bisnis lainnya, Jasa
personal, kultural, dan rekreasi, dan Jasa pemerintah.
Neraca Jasa-Jasa Indonesia selalu
mengalami defisit, dengan nilai yang berfluktuasi. Defisitnya pada tahun 2019
mencapai USD7,8 miliar. Penduduk Indonesia membayar atas jasa pihak
asing sebanyak USD39,4
miliar,
dan sebaliknya hanya menerima sebesar USD31,6 miliar, selama satu tahun itu.
Kelompok jasa yang menyumbang defisit
terbanyak pada tahun 2019 adalah Jasa Transportasi sebesar USD7,7 miliar.
Berikutnya adalah: Jasa telekomunikasi, komputer dan informasi (USD1,84 miliar),
Biaya penggunaan kekayaan intelektual (USD1,63 miliar), dan Jasa bisnis lainnya
(USD2,06 miliar).
Jasa transportasi memang selalu defisit
dengan nilai fluktuatif. Hampir selalu menjadi penyumbang defisit terbesar setiap
tahunnya. Defisitnya mencapai USD7,7 miliar pada 2019. Disumbang oleh defisit transportasi
barang (Freight) sebesar USD5,96 miliar dan transportasi penumpang (Passenger)
sebesar USD1,65 miliar.
Nilai defisit Transportasi Barang tersebut
berfluktuasi selama 15 tahun terakhir, yang berhubungan erat dengan tingkat kegiatan
ekspor impor barang. Sementara itu, defisit Transportasi Penumpang telah meningkat
kembali selama tiga tahun terakhir (2017-2019). Sebelumnya sempat membaik atau
turun selama tiga tahun (2014-2016).
Fenomena yang perlu mendapat perhatian
khusus, dianalisis dan diambil kebijakan yang tepat adalah dalam hal kelompok Jasa
telekomunikasi, komputer dan informasi. Defisitnya terus meningkat selama lima
tahun terakhir. Padahal sebelum tahun 2012, kondisinya cenderung surplus meski
dengan nilai yang terbilang kecil. Defisitnya pun membengkak sekitar 13 kali
lipat, dari USD149 juta (2012) menjadi USD1,84 miliar (2019).
Perlu diingat bahwa sektor tersebut
merupakan sektor yang akan terus tumbuh seiring dengan era digital. Jika tidak
ada insentif pada pengembangan jasa telekomunikasi, komputer dan informasi dalam
negeri, maka kontribusinya pada defisit transaksi bejalan akan terus meningkat.
Penyumbang defisit lainnya adalah biaya
penggunaan kekayaan intelektual yang mencapai USD1,63 miliar pada tahun 2019. Penduduk
Indonesia membayar biaya atas hak asing sebesar USD1,80 miliar, dan hanya menerima
sebesar USD174 juta. Nilai defisitnya
memang sedikit lebih kecil dari tahun 2010.
Beberapa kelompok jasa meski masih mencatatkan
defisit, namun relatif kecil. Diantaranya adalah jasa bisnis lainnya, jasa
asuransi dan dana pensiun, jasa keuangan serta jasa pemeliharaan dan perbaikan.
Defisitnya masing-masing masih dibawah USD1 miliar pada tahun 2019, kecuali
jasa bisnis lainnya yang mulai sedikit melebihi. Bahkan sebagiannya cenderung
mengalami penurunan defisit dibanding masa lalu.
Sebagian kelompok jasa lagi cenderung
mengalami surplus. Penyumbang surplus terbesar adalah jasa perjalanan. Jasa Perjalanan
memang selalu mengalami surplus sejak dahulu. Pada tahun 2004 tercatat surplus
USD938 juta. Pada tahun 2010 sempat menurun menjadi USD563 juta. Kemudian
meningkat kembali hampir 10 kali lipat dalam sembilan tahun terakhir, hingga
mencapai USD5,59 miliar di 2019.
Surplus jasa
perjalanan selama ini terutama dihasilkan dari kenaikan jumlah kunjungan wisatawan
ke Indonesia. Jumlahnya cenderung meningkat dalam 4 tahun terakhir, hingga
mencapai lebih dari 10 juta orang tiap tahunnya. Namun, pada saat bersamaan, kunjungan
penduduk Indonesia ke luar negeri juga terus meningkat, meskipun dengan lebih
lambat.
Sektor lain yang
menyumbangkan surplus pada tahun 2019 adalah jasa pemerintah, jasa manufaktur,
jasa personal, kultural dan rekreasi dan jasa konstruksi. Meski masing-masing relatif
kecil, namun secara bersama menyumbang surplus sebesar USD1,2 miliar.
Dengan fakta perkembangan seperti yang diuraikan
tadi, maka tampak bahwa ketergantungan pada jasa asing masih terus berlangsung.
Perbaikan Transaksi Berjalan tak dapat hanya dengan upaya yang terfokus pada ekspor
atau transaksi barang saja. Perbaikan neraca jasa adalah suatu keniscayaan.
Bersambung ke bagian lima