Senin, 24 Februari 2020

MENGURAI DEFISIT TRANSAKSI BERJALAN INDONESIA (bagian empat dari tujuh tulisan)


Neraca Jasa-Jasa (Services) dalam Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencakup berbagai transaksi jasa antara penduduk Indonesia dengan penduduk negara lain. Baik yang bersifat ekspor atau menjual dan menghasilkan devisa. Maupun yang bersifat impor, memakai atau membeli yang berakibat pengeluaran devisa.

Statistik NPI Bank Indonesia saat ini mengelompok Jasa-Jasa ke dalam 12 kategori. Antara lain: Jasa manufaktur, Jasa pemeliharaan dan perbaikan, Transportasi, Perjalanan, Jasa konstruksi, Jasa asuransi dan dana pensiun, Jasa keuangan, Biaya penggunaan kekayaan intelektual, Jasa telekomunikasi, komputer, dan informasi, Jasa bisnis lainnya, Jasa personal, kultural, dan rekreasi, dan Jasa pemerintah.

Neraca Jasa-Jasa Indonesia selalu mengalami defisit, dengan nilai yang berfluktuasi. Defisitnya pada tahun 2019 mencapai USD7,8 miliar. Penduduk Indonesia membayar atas jasa pihak asing sebanyak USD39,4 miliar, dan sebaliknya hanya menerima sebesar USD31,6 miliar, selama satu tahun itu.



Kelompok jasa yang menyumbang defisit terbanyak pada tahun 2019 adalah Jasa Transportasi sebesar USD7,7 miliar. Berikutnya adalah: Jasa telekomunikasi, komputer dan informasi (USD1,84 miliar), Biaya penggunaan kekayaan intelektual (USD1,63 miliar), dan Jasa bisnis lainnya (USD2,06 miliar).

Jasa transportasi memang selalu defisit dengan nilai fluktuatif. Hampir selalu menjadi penyumbang defisit terbesar setiap tahunnya. Defisitnya mencapai USD7,7 miliar pada 2019. Disumbang oleh defisit transportasi barang (Freight) sebesar USD5,96 miliar dan transportasi penumpang (Passenger) sebesar USD1,65 miliar.



Nilai defisit Transportasi Barang tersebut berfluktuasi selama 15 tahun terakhir, yang berhubungan erat dengan tingkat kegiatan ekspor impor barang. Sementara itu, defisit Transportasi Penumpang telah meningkat kembali selama tiga tahun terakhir (2017-2019). Sebelumnya sempat membaik atau turun selama tiga tahun (2014-2016).



Fenomena yang perlu mendapat perhatian khusus, dianalisis dan diambil kebijakan yang tepat adalah dalam hal kelompok Jasa telekomunikasi, komputer dan informasi. Defisitnya terus meningkat selama lima tahun terakhir. Padahal sebelum tahun 2012, kondisinya cenderung surplus meski dengan nilai yang terbilang kecil. Defisitnya pun membengkak sekitar 13 kali lipat, dari USD149 juta (2012) menjadi USD1,84 miliar (2019).



Perlu diingat bahwa sektor tersebut merupakan sektor yang akan terus tumbuh seiring dengan era digital. Jika tidak ada insentif pada pengembangan jasa telekomunikasi, komputer dan informasi dalam negeri, maka kontribusinya pada defisit transaksi bejalan akan terus meningkat.

Penyumbang defisit lainnya adalah biaya penggunaan kekayaan intelektual yang mencapai USD1,63 miliar pada tahun 2019. Penduduk Indonesia membayar biaya atas hak asing sebesar USD1,80 miliar, dan hanya menerima sebesar USD174 juta.  Nilai defisitnya memang sedikit lebih kecil dari tahun 2010.



Beberapa kelompok jasa meski masih mencatatkan defisit, namun relatif kecil. Diantaranya adalah jasa bisnis lainnya, jasa asuransi dan dana pensiun, jasa keuangan serta jasa pemeliharaan dan perbaikan. Defisitnya masing-masing masih dibawah USD1 miliar pada tahun 2019, kecuali jasa bisnis lainnya yang mulai sedikit melebihi. Bahkan sebagiannya cenderung mengalami penurunan defisit dibanding masa lalu.

Sebagian kelompok jasa lagi cenderung mengalami surplus. Penyumbang surplus terbesar adalah jasa perjalanan. Jasa Perjalanan memang selalu mengalami surplus sejak dahulu. Pada tahun 2004 tercatat surplus USD938 juta. Pada tahun 2010 sempat menurun menjadi USD563 juta. Kemudian meningkat kembali hampir 10 kali lipat dalam sembilan tahun terakhir, hingga mencapai USD5,59 miliar di 2019.

Surplus jasa perjalanan selama ini terutama dihasilkan dari kenaikan jumlah kunjungan wisatawan ke Indonesia. Jumlahnya cenderung meningkat dalam 4 tahun terakhir, hingga mencapai lebih dari 10 juta orang tiap tahunnya. Namun, pada saat bersamaan, kunjungan penduduk Indonesia ke luar negeri juga terus meningkat, meskipun dengan lebih lambat.



Sektor lain yang menyumbangkan surplus pada tahun 2019 adalah jasa pemerintah, jasa manufaktur, jasa personal, kultural dan rekreasi dan jasa konstruksi. Meski masing-masing relatif kecil, namun secara bersama menyumbang surplus sebesar USD1,2 miliar.

Dengan fakta perkembangan seperti yang diuraikan tadi, maka tampak bahwa ketergantungan pada jasa asing masih terus berlangsung. Perbaikan Transaksi Berjalan tak dapat hanya dengan upaya yang terfokus pada ekspor atau transaksi barang saja. Perbaikan neraca jasa adalah suatu keniscayaan.

Bersambung ke bagian lima