Selasa, 28 Agustus 2018

RAPBN 2019 BELUM SEHAT


Pemerintah mengatakan bahwa RAPBN 2019 dirancang sebagai kebijakan fiskal yang sehat, adil, dan mandiri. Penjelasan yang diberikan atas klaim sehat terdiri dari dua hal. Pertama, defisit APBN yang makin turun. Kedua, Keseimbangan Primer yang menurun menuju arah positif.

Defisit yang direncanakan adalah sebesar Rp297,16 triliun. Memang lebih rendah dibandingkan outlook APBN 2018 yang memperkirakan defisit sebesar Rp314.23 triliun. Disebut outlook, karena data realisasi ketika RAPBN disampaikan ke DPR adalah per akhir Juli. Biasanya Pemerintah memperlihatkan perbandingan dengan data APBN atau APBNP tahun sebelumnya. Artinya, outlook APBN 2018 itu belum tentu sesuai dengan realisasinya nanti.


Penurunan defisit terutama dari target kenaikan Pendapatan Negara, sebesar 12,59% dibandingkan outlook 2018. Outlook 2018 sendiri memperkirakan kenaikan 14,20%, setelah realisasi 2017 mencatat kenaikan sebesar 7,10%.  

Kenaikan pendapatan negara pada tahun 2017 dan tahun 2018 sebenarnya tidak sepenuhnya didukung oleh kondisi perekonomian nasional yang stabil atau membaik. Ada berbagai faktor lain yang justeru lebih berpengaruh. Diantaranya adalah tren peningkatan harga minyak dunia dan kenaikan berbagai harga komoditas. Sedangkan faktor internal yang mendukung antara lain adalah kebijakan amnesti pajak dan reformasi perpajakan.

Kondisi pendapatan negara pada tahun 2019 tak akan sebaik tahun 2018, dan targetnya terlampau tinggi. Harga minyak dan komoditas, seandainya naik atau bertahan, tentu tidak menyumbang tambahan dalam porsi yang setara. Apalagi target lifting minyak telah diturunkan. Dampak kebijakan reformasi perpajakan masih bisa dirasakan. Nominal penerimaan akan naik, namun dengan tambahan kenaikan yang menurun. Keuntungan dari uang denda dan perbaikan basis data pembayar pajak telah diperoleh pada tahun 2017 dan 2018. Tambahan pada tahun 2019 akan tertahan.


Target kenaikan pendapatan sebesar 12,59% tadi menjadi tidak realistis jika melihat rata-rata kenaikan selama lima tahun (2012-2016) yang sebesar 5,25%. Bahkan pada tahun 2015 sempat mengalami penurunan. Tahun 2017 dan 2018 tak memadai menjadi acuan, karena faktor yang disebut di atas. Kenaikan yang lebih wajar adalah di kisaran 5-7%.

Jika ditelisik lebih dalam, beban lebih diberikan pada kenaikan penerimaan perpajakan yang mentargetkan 15,0% dari outlook 2018. Tampak realistis jika melihat Outlook 2018 sendiri memperkirakan kenaikan sebesar 15.3%. Akan tetapi catatan kenaikan penerimaan perpajakan selama enam tahun (2012 – 2017) hanya sebesar 7,49%. RAPBN 2019 terlampau ambisius dengan targetnya, mengingat “dampak positif” kebijakan amnesti pajak telah melemah jika dilihat dari aspek tambahan (kenaikan)nya. Di sisi lain, Nota Keuangan belum mengemukakan kebijakan dan rencana aksi yang luar biasa dalam hal perpajakan pada tahun 2019.


Klaim sehat juga berargumen keseimbangan primer yang konsisten turun sejak 2015. Diyakini akan mendekati nol rupiah pada akhir tahun 2019.

Keseimbangan primer sebenarnya adalah suatu neraca, semacam neraca rugi laba dalam akuntansi, atau kondisi arus dana selama setahun. Neraca yang memperlihatkan pendapatan dikurangi belanja, namun besaran belanjanya tidak menyertakan pembayaran bunga utang. Jika nilainya positif (surplus) berarti bunga utang dibayar dari pendapatan. Jika negatif (defisit) berarti sebagian bunga utang dibayar tidak dari pendapatan, melainkan dari utang baru.

RAPBN memang merencanakan kondisi keseimbangan primer yang lebih baik, dan kondisinya telah membaik dibandingkan beberapa tahun terakhir. Akan tetapi jika dilihat bahwa targetnya masih sebesar minus Rp21,7 triliun, maka kondisi belum dapat dikatakan sehat. Dan dengan prakiraanku tentang target pendapatan yang terlampau tinggi, maka minusnya akan lebih besar dari itu.


Sementara itu, kenaikan pembayaran bunga utang sendiri cenderung terus meningkat. Dalam RAPBN tahun 2019 direncanakan sebesar Rp275,42 triliun, mengalami kenaikan 10,4% dari outlook APBN tahun 2018. Target kenaikan yang justeru lebih rendah dibanding outlook 2018 sebesar 15,16%. Dan terlampau rendah jika dilihat dari rata-rata 2012-2017 sebesar 15,15%.


Secara umum dapat dikatakan bahwa RAPBN 2019 hanya sedikit lebih sehat dibanding APBN 2018 dan APBN 2017. Namun tetap belum sehat berdasar dua variabel yang dipakai sebagai alat penjelasan Pemerintah itu sendiri.