Minggu, 03 Januari 2021

UTANG PEMERINTAH INDONESIA (bagian satu)

Posisi (outstanding) utang pemerintah biasa disampaikan kepada publik untuk kondisi pada akhir bulan dan akhir tahun. Terutama melalui publikasi bulanan APBN Kita dari Kementerian Keuangan, serta dokumen tahunan berupa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

Dalam bahasa sehari-hari posisi utang adalah sisa utang hingga tanggal yang dinyatakan. Bersifat akumulasi dari transaksi utang pada waktu sebelumnya. Telah memperhitungkan utang pokok yang dilunasi, termasuk yang berupa cicilan, serta utang baru yang diterima. Sebagai data, bersifat stock atau kondisi pada waktu atau tanggal tertentu.  

Posisi utang Pemerintah memang tiap tahun selama ini cenderung meningkat. Posisi utang pemerintah pada akhir tahun 2019 telah mencapai Rp4.786 triliun. Posisi utang Pemerintah telah mencapai Rp5.910,64 triliun pada akhir November 2020. Merupakan nominal utang yang tertinggi dalam sejarah Indonesia. 

Berdasar perhitungan atas pos pembiayaan utang pada Perpres No.72/2020, maka masih akan bertambah lagi hingga akhir tahun. Posisinya diprakirakan di kisaran Rp6.100 triliun. Dengan asumsi, kurs rupiah pada akhir tahun masih terjaga pada tingkat setara akhir November. Jika kurs menguat, maka posisinya akan sedikit di bawah itu.

Meningkatnya posisi utang pemerintah disebabkan oleh meingkatnya kebutuhan pembiayaan untuk menangani masalah Kesehatan, mitigasi dampak dan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19. Belanja dan pengeluaran pemerintah terpaksa bertambah lebih banyak dari rencana sebelumnya. Padahal, pendapatan justru akan menurun.  

Pengalaman buruk saat dampak krisis 1997/1998 yang terjadi lonjakan utang pemerintah patut diwaspadai. Utang Pemerintah secara nominal masih terus melaju kencang hingga tahun 2000. Setelahnya pun bisa dikatakan tidak benar-benar turun, melainkan hanya melandai   atau stagnan selama beberapa tahun. Kemudian secara perlahan menaik kembali, dan naik hampir selalu naik signfikan sejak tahun 2012. 

Secara rerata, kenaikan posisi utang pada periode 2011-2020 mencapai 14,03% tiap tahun. Jauh lebih tinggi dibanding periode 2001-2010 yang hanya sebesar 3,30%. Jika dilihat secara era pemerintahan, maka rerata kenaikan era pemerintahan SBY I sebesar 4,38% per tahun. Namun, pada era keduanya rerata laju kenaikan melesat menjadi 10,51% per tahun. Sedangkan pada era pemerintahan Jokowi I, rerata kenaikannya menjadi lebih tinggi, yakni mencapai 13,0% per tahun. 

Laju kenaikan utang sempat sedikit menurun pada akhir pemerintahan Jokowi I, hanya 7,17% pada tahun 2019. Dampak pandemi, membuat posisi utang diprakirakan akan meningkat drastis pada akhir tahun 2020 dibanding akhir tahun 2019, mencapai 28,49%. 

Pada era pemerintahan SBY I, posisi utang tahun 2004 sebesar Rp1299,5 triliun menjadi Rp1590,66 triliun pada akhir tahun 2009, atau naik sebesar 22,41%. Era SBY II, meningkat sebesar 64,01%, menjadi Rp2608,78 triliun pada akhir 2014. Sedangkan era Jokowi I, kenaikan mencapai 83,48%, menjadi Rp4.786,5 triliun pada akhir 2019.

Berdasar postur dan asumsi APBN 2021, kenaikan posisi utang direncanakan lebih landai dari tahun 2020. Namun masih terbilang lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Jika sesuai rencana APBN, maka posisi utang akan bertambah sebesar pembiayaan utang, atau mencapai Rp7.327 triliun pada akhir tahun 2021. Artinya bertambah sebesar 19,14%.  

Gambar 1. Posisi Utang Pemerintah , 1996-2020