Kamis, 02 Mei 2019

Bab Satu PENDAHULUAN


PEMERINTAH MENGKLAIM pembangunan ekonomi sudah berjalan dengan arah yang benar, dan telah memperlihatkan hasil yang sangat memuaskan. Berulang kali disampaikan bahwa perekonomian nasional dalam kondisi yang baik, terutama karena kebijakan dan pengelolaan ekonomi yang sudah tepat. Kondisi perekonomian juga dinilai lebih baik dibandingkan era pemerintahan sebelumnya. Bahkan, diklaim sebagai salah satu yang terbaik dibandingkan dengan banyak negara lain. Lebih dari itu semua, pembangunan ekonomi dikatakan telah dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia, termasuk kelompok ekonomi yang paling bawah.
Klaim pemerintah tersebut didukung penuh oleh berbagai penjelasan pihak otoritas ekonomi yang lain, seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Penjelasan yang sering dikemukakan otoritas ekonomi antara lain tentang: pertumbuhan ekonomi masih cukup tinggi; pengangguran terus berkurang; inflasi selalu terkendali dalam tingkatan yang rendah; angka kemiskinan turun signifikan dan terendah dalam sejarah; cadangan devisa masih cukup besar dan mampu mencukupi pelbagai kebutuhan transaksi internasional; defisit APBN dapat ditekan atau makin terkendali; berbagai paket kebijakan ekonomi telah mendorong investasi dan makin meningkatkan iklim berusaha; pembangunan infrastruktur telah berhasil dan akan makin medorong pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Klaim tersebut tampak berlebihan. Bahkan dapat dikatakan berkebalikan dengan banyak fakta dan dinamika ekonomi yang sebenarnya terjadi selama era pemerintahan Jokowi.
Kesimpulan berlawanan tersebut dapat diambil jika dilakukan asesmen yang lebih dingin, berdasar pencermatan data dan indikator yang lebih detail dan menyeluruh, menimbang kurun waktu yang lebih panjang, serta prakiraan akan tantangan eksternal yang tengah dan segera dihadapi. Sangat mungkin untuk menilai pembangunan ekonomi era Jokowi sebagai gagal atau kurang berhasil. Setidaknya, indikator kegagalan lebih menonjol dibanding indikator keberhasilan.
Kritik keras sudah cukup sering disampaikan oleh beberapa ekonom tentang banyak soalan penting perekonomian dan arah kebijakan ekonomi. Diantaranya adalah: soal utang, defisit transaksi berjalan, kebijakan ekonomi yang saling bertentangan, meningkatnya ketidakpastian usaha, kerentanan kondisi banyak pekerja, memburuknya kelompok terbawah atau yang sangat miskin, dan lain sebagainya. Namun yang lebih dominan di media masa adalah penjelasan dari pemerintah, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.
Menjelang era pemerintahan baru, terlepas dari siapa pun yang terpilih menjadi Presiden, perlu ada diskusi lebih serius. Diskusi yang melakukan asesmen menyeluruh atas kondisi ekonomi terkini dan tantangan beberapa tahun ke depan. Publik berhak mendapat gambaran yang lebih berimbang, tidak hanya pandangan yang berasal dari otoritas ekonomi. Melainkan juga dari pihak lain yang berbeda pendapat, bahkan penilaiannya berlawanan. Tentu diskusi musti menghadirkan analisis yang jernih, berdasar data yang dapat dipertanggungjawabkan, serta penalaran yang ilmiah.

Pengertian Fundamental Ekonomi
Diskusi atau tinjauan dimaksud tadi atas kondisi perekonomian nasional terkini dan tantangan ke depan sebaiknya lebih menyoroti aspek yang paling mendasar, yaitu tentang fundamental ekonomi. Buku ini bermaksud memulai diskusi dengan topik tersebut.
Tema fundamental ekonomi ini sebenarnya sempat mengemuka ke ruang publik sejak tahun lalu, ketika kurs rupiah mengalami depresiasi besar dalam waktu singkat. Pemerintah, Bank Indonesia, dan OJK waktu itu segera menyampaikan tentang masih kuatnya fundamental ekonomi.  
Presiden Joko Widodo (30 April 2018) mengatakan melemahnya mata uang nasional seperti rupiah juga dirasakan negara lain. Dia mengatakan fundamental ekonomi makro Indonesia baik, sehingga pemerintah masih dapat mengendalikan inflasi sebesar 3,5 persen per tahun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati(17 Mei 2018)  menyebutkan bahwa saat ini volatilitas di sektor keuangan global masih relatif tinggi. Meskipun demikian, dalam gejolak ekonomi yang terjadi itu, perekonomian Indonesia masih memiliki fundamental yang kuat.
Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution (4 September 2018) juga mengatakan fundamental ekonomi Indonesia masih kuat di tengah fluktuasi kurs dolar AS, dan satu-satunya kelemahan hanya transaksi berjalannya defisit 3 persen. Darmin menjelaskan bahwa faktor fundamental itu dinilai dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi Indonesia.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso (23 Juli 2018) mengatakan bahwa Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang kuat. Dikatakannya bahwa tekanan pada pasar keuangan yang terjadi akhir-akhir ini hanya merupakan fenomena temporer sebagai akibat dari rebalancing portofolio dari investor global.
Pihak Bank Indonesia menyuarakan opini serupa. Gubernur BI, Perry Warjiyo (30 Januari 2019) merayu para investor dengan membanggakan kondisi moneter Indonesia yang stabil di tengah guncangan eksternal dari ekonomi global. Terutama dengan adanya trade war atau perang dagang antara dua negara raksasa Amerika dengan Cina. Perry menegaskan, Indonesia merupakan ladang investasi yang menarik ditunjang kondisi makroekonomi yang stabil serta sinkronisasi kebijakan makroekonomi pemerintah. Disimpulkannya bahwa kondisi ekonomi Indonesia yang stabil adalah fondasi yang kuat untuk pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Pandangan berbeda diberikan oleh beberapa ekonom. Salah satunya dari mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia dan mantan ketua BPK Anwar Nasution (8 September 2018), yang mengatakan fundamental ekonomi di Indonesia masih sangat lemah. Sebab, fundamental ekonomi Indonesia dianggap belum mampu menahan gejolak dari luar. Dia bahkan mengatakan Pemerintah telah omong kosong dan bohong dengan mengatakan fundamental ekonomi Indonesia kuat. Anwar mengemukakan beberapa hal berikut sebagai argumennya: rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) masih rendah, sehingga terpaksa terus berutang; ekonomi Indonesia yang sangat rawan terhadap gejolak dari luar negeri, terutama terkait beban pembayaran utang dan harga barang yang banyak diimpor; dan lembaga keuangan (terutama bank) yang masih sangat lemah.
Sebenarnya, soal fundamental ekonomi ini telah diakui sejak awal pemerintahan sebagai faktor utama dalam arah pembangunan ekonomi. Penguatannya menjadi acuan atau pertimbangan paling penting dalam pengelolaan ekonomi, termasuk pengambilan keputusan tentang kebijakan. Setahun setelah pemerintahannya, Presiden Jokowi (Oktober 2015) menjelaskan tentang strategi untuk perubahan Indonesia menjadi lebih baik dan lebih sejahtera. Jokowi menjelaskan tentang transformasi fundamental ekonomi yang bertumpu pada tiga aspek. Pertama, mengubah ekonomi berbasis konsumsi menjadi ekonomi berbasis produksi. Kedua, kebijakan subsidi BBM yang dialihkan untuk pembangunan infrastruktur dan juga subsidi yang lebih tepat sasaran untuk pengentasan kemiskinan. Ketiga, mendorong pembangunan yang lebih merata di luar Pulau Jawa. Seperti percepatan pembangunan infrastruktur tol Trans Sumatera dan Papua.
Buku ini menyarankan diskusi tentang fundamental ekonomi sebaiknya dimulai dari apa pengertian dan aspek utamanya.  Selanjutnya tentang apa saja yang dicakup oleh istilah itu, serta bagaimana mengukur atau menilai kekuatan fundamental ekonomi saat ini.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti fundamental adalah bersifat dasar (pokok) atau mendasar. Bisa dikatakan sebagai sesuatu yang mendasar (pokok atau prinsip) dalam suatu hal. Secara arti kata, fundamental ekonomi adalah segala hal yang menjadi dasar dan merupakan elemen penting dalam aktivitas ekonomi.
Dari kutipan beberapa pernyataan di atas, dan dokumen laporan resmi otoritas ekonomi, pengertian fundamental ekonomi yang dipakai Pemerintah dan otoritas ekonomi yang lain, telah menyempit. Diartikan sebagai hanya fundamental makroekonomi. Makroekonomi dipersempit lagi menjadi lebih mengedepankan soal pertumbuhan ekonomi, inflasi, defisit anggaran, dan defisit anggaran berjalan. Disagregasi dari indikator makroekonomi kurang mendapat perhatian dalam analisis atau asesmen. Pengertian yang lebih luas, yang sebenarnya secara implisit dikatakan Presiden Jokowi tahun 2015 justru jarang dikemukakan lagi.
Buku ini memakai pengertian yang lebih komprehensif dan telaah atas bagian-bagiannya bisa menggambarkan seberapa kuat fundamental ekonomi Indonesia. Buku ini berpandangan bahwa penilaian atas fundamental ekonomi sedikitnya merupakan jawaban atas tiga pertanyaan utama dalam fakta dan dinamika perekonomian Indonesia.
Pertama, APA saja barang dan jasa yang diproduksi selama beberapa tahun terakhir? Apakah produksi barang industri manufaktur meningkat, yang menunjukan proses produksi yang makin tak bergantung alam dan memiliki nilai tambah yang lebih besar? Apakah produktivitas pertanian meningkat, terutama dalah hal menjamin kecukupan pangan seluruh rakyat? Apakah jasa-jasa yang tumbuh kembang telah menunjang industrialisasi? Apakah yang diproduksi cukup variatif dan telah ada yang menjadi andalan atau ciri utama perekonomian? Apakah diantara barang dan jasa yang diproduksi dapat diperdagangkan (ekspor) dalam porsi yang cukup untuk menghasilkan devisa bagi pembiayaan kebutuhan transaksi internasional?
Kedua, BAGAIMANA cara memproduksi berbagai barang dan jasa tersebut? Apakah penggunaan tenaga kerja sudah cukup optimal? Bagaimana efisiensi penggunaan modal? Apakah teknologi produksi berkembang cukup baik? Seberapa besar ketergantungan proses produksi kepada pihak luar negeri? Apakah bergantung pada sedikit atau banyak jenis input? Sejauh apa porsi peran pemerintah? Bagaimana komposisi antar produsen dalam pelaku ekonomi, porsi BUMN, swasta domestik, dan swasta asing?
Ketiga, UNTUK SIAPA saja barang dan jasa yang telah diproduksi itu dibagikan? Bagaimana distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat? Apakah kemiskinan telah tertangani dengan baik?  Apakah hasil produksi bisa diekspor secara menguntungkan? Seberapa banyak surplus ekonomi yang terpaksa harus dibayarkan ke luar negeri?
Dengan demikian, pengertian fundamental ekonomi menurut buku ini adalah hal-hal yang mendasar dalam suatu perkonomian, yang memberi gambaran jawaban atas apa, bagaimana dan untuk siapa barang dan jasa diproduksi. Termasuk hal penting dalam pengertian adalah kurun waktu yang digambarkan harus cukup panjang, sekurangnya kondisi selama lima tahun terakhir.
Pemakaian ketiga frasa (apa, bagaimana, dan untuk siapa) dalam buku ini terinspirasi dari uraian dalam bagian awal buku pengantar ekonomi yang terkenal, yang ditulis oleh Paul Samuelson, seorang pemenang hadial Nobel Ekonomi. Meski terinspirasi dan terbilang mengadopsi, penggunaan frasa itu   dalam buku ini relatif berbeda. Samuelson memakainya untuk menjelaskan tentang sistem ekonomi, dan buku ini tentang fundamental ekonomi.
Di bagian terdahulu tadi sudah dikutipkan beberapa perkataan pejabat dari otoritas ekonomi yang mengklaim tentang kuatnya fundamental ekonomi Indonesia. Kutipan dari laporan resmi lembaganya akan diberikan pada bab penutup, yang secara substansi memang serupa dengan pernyataan tersebut. Pandangan yang berkebalikan dapat diberikan, yang menilai fundamental ekonomi kita amat rapuh atau perekonomian sangat rentan terhadap goncangan eksternal. Selain argumen dari Anwar Nasution di atas, cara mengartikan fundamental yang lebih tepat dapat memberi hasil penilaian yang berbeda pula.
Sebagai contoh, yang penjelasannya akan diberikan dalam buku ini, dalam hal APA, akan tampak struktur produksi (PDB) belumlah kokoh; produksi pangan makin tidak mencukupi; industri pengolahan tak tumbuh dengan baik, sehingga hasilnya tak memenuhi kebutuhan domestik, serta kurang dapat menjadi andalan sebagai produk ekspor.
Dalam hal BAGAIMANA, dapat dikemukakan antara lain: pengangguran memang sedikit turun, namun separuh penduduk yang bekerja dalam kondisi rentan, posisinya tak aman, dan imbalan yang diperoleh jauh dari memadai; ketergantungan pada faktor produksi yang berasal dari luar negeri makin menguat; peran pemerintah makin terkendala oleh kondisi keuangannya yang selalu dalam kesulitan; peran BUMN kurang jelas arahnya, dan tak jarang menghambat perkembangan korporasi domestik; kekuatan oligarki ekonomi makin dominan.
Dalam hal UNTUK SIAPA, berdasar data dan indikator yang lebih menyeluruh dan detail, soalan kemiskinan dan ketimpangan justru terindikasi memburuk. Terutama memburuknya kemiskinan dan ketimpangan di wilayah perdesaan selama beberapa tahun terakhir.
 
Tentang Buku Ini
Buku ini pada dasarnya merupakan asesmen atas fundamental ekonomi Indonesia. Belum semua aspek dapat dibahas secara tuntas, namun dianggap telah cukup memadai untuk memberi penilaian umum. Penilaiannya telah dicerminkan oleh judul buku, “Fundamental Ekonomi yang Rapuh”.
Bab satu adalah pendahuluan ini, yang telah menjelaskan latar pemikiran mengapa topik ini dipilih. Disajikan kutipan pandangan otoritas ekonomi yang mencerminkan klaim mereka tentang kondisi ekonomi serta apa bagaimana mereka mengartikan fundamental ekonomi. Dilanjutkan dengan pengertian menurut fundamental ekonomi menurut buku ini.
Bab dua berjudul perkembangan struktur produksi. Bab ini menjelaskan beberapa hal yang dianggap penting tentang apa saja barang dan jasa yang telah diproduksi dalam perekonomian Indonesia selama satu atau dua dekade terakhir. Analisis umum tentang pertumbuhan sektoral dan distribusi produksi sektoral dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Secara lebih khusus dicermati produksi barang industri pengolahan yang mencerminkan tingkat industrialisasi.
Bab tiga berjudul kondisi ketahanan pangan. Bab ini membahas soal seberapa kuat ketahanan pangan Indonesia sebagai bagian penting dari fundamental ekonomi. Dicermati tentang produksi tanaman pangan dan komoditas pangan yang lain, seperti daging dan susu. Ditambahkan informasi tentang produksi tanaman perkebunan yang dapat dianggap bagian dari ketahanan pangan.
Bab empat berjudul kondisi ketenagakerjaan. Bab ini membahas salah satu aspek dari bagaimana cara barang dan jasa diproduksi, yaitu aspek faktor tenaga kerja. Dicermati bagaimana penggunaan tenaga kerja dalam perekonomian, seperti masalah pengangguran, produktivitas dan tingkat kerentanan pekerja.   
Bab lima berjudul ketahanan eksternal. Bab ini menjelaskan bagaimana kondisi transaksi internasional Indonesia. Dicermati perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), dan terutama tentang kondisi terkini dan perkembangan transaksi berjalan selama beberapa tahun. Perkembangan NPI, trasaksi berjalan dan bagian detailnya dapat menggambarkan tentang daya tahan ekonomi Indonesia terhadap peningkatan ketidakpastian, bahkan krisis di tingkat global. Secara lebih khusus diperiksa tingkat ketergantungan kita terhadap arus masuk finansial asing, terutama yang berbentuk investasi portofolio.
Bab enam berjudul kondisi keuangan Pemerintah. Bab ini mencermati beberapa aspek penting dari keuangan pemerintah, terutama perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan perkembangan utang pemerintah selama satu dekade terakhir. Kondisi keuangan Pemerintah merupakan salah satu aspek penting dalam fundamental ekonomi, karena peran kebijakan fiskal yang telah dan masih sangat penting dalam dinamika ekonomi.
Bab tujuh berjudul iklim investasi dan berusaha. Bab ini menjelaskan bagaimana peran faktor modal dalam fundamental ekonomi. Dicermati tentang perkembangan investasi di Indonesia. Tidak hanya soal investasi asing, melainkan juga kondisi umum usaha berskala mikro dan usaha berskala kecil. 
Bab delapan berjudul stabilitas sistem keuangan. Bab ini menjelaskan arti stabilitas sistem keuangan menurut pihak Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dicermati perkembangan beberapa indikator industri keuangan, terutama perbankan selama beberapa tahun terakhir. Dilakukan asesmen umum atas beberapa kinerja perbankan, sehingga dapat dinilai apakah cukup mengindikasikan stabilitas yang dimaksud BI dan OJK. Dan yang lebih penting apakah telah mencerminkan kuatnya fundamental ekonomi jika dilihat dari aspek ini.
Bab sembilan berjudul kondisi ketahanan energi. Bab ini pada dasarnya termasuk dalam pencermatan atas aspek bagaimana barang dan jasa diproduksi. Akan tetapi tinjauannya lebih pada salah satu potensi dan peluang besar bagi perbaikan fundamental ekonomi. Dibahas mengenai potensi sumber daya alam yang masih tersedia, perkembangan produksi dan konsumsi energi, serta sekilas tentang perkembangan teknologi di Indonesia.
Bab sepuluh berjudul kondisi kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Bab ini membicarakan aspek fundamental berkenaan dengan untuk siapa barang dan jasa diproduksi. Penjelasan fokus kepada soalan kemiskinan dan distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat dan antar wilayah. Bisa dipastikan bahwa suatu perekonomian yang berfundamental kuat memiliki ciri telah mampu mengatasi masalah kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Oleh karenanya, aspek ini akan dilihat lebih teliti.
Bab sebelas merupakan penutup. Bab ini menyimpulkan pembahasan secara keseluruhan, serta memberi rekomendasi tentang apa yang dapat segera dilakukan untuk memperkuat fundamental ekonomi Indonesia.
Beberapa bab memiliki tambahan apendiks, yang merupakan penjelasan teknis tentang indikator ekonomi yang banyak dipakai dalam pembahasan. Apendiks bab dua tentang data Produksi Domestik Bruto (PDB). Apendiks bab empat tentang data ketenagakerjaan. Apendiks bab lima tentang data Neraca Pembayaran Indonesia. Apendiks bab enam tentang data APBN dan data utang pemerintah. Apendiks bab sepuluh tentan data kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.
Bagian apendiks dapat dilewati oleh para pembaca yang telah cukup mengerti tentang indikator tersebut. Perlu diketahui bahwa bahan penjelasan terutama dari lembaga resmi yang mengeluarkan indikator tersebut. Akan tetapi tidak bisa dihindari, pilihan hal yang diuraikan mengandung pandangan penulis tentang sebagian “cara membaca” tentang yang tersirat atau berada dibalik angka-angka tersaji.
Secara umum, uraian buku ini mungkin terkesan sangat kritis dan seolah hanya menyoroti kegagalan otoritas ekonomi, yang berujung pada kesimpulan tentang rapuhnya fundamental ekonomi Indonesia. Pandangan tersebut jelas berkebalikan dari pandangan otoritas ekonomi, yang mengklaim kuatnya fundamental ekonomi. Para pembaca dipersilakan untuk melakukan penilaian sendiri setelah membaca buku dan membandingkan alasan masing-masing pandangan. Pandangan buku disajikan dengan nuansa kritis terutama karena klaim dan penjelasan otoritas juga hampir tidak mengakui satupun aspek yang lemah dari fundamental ekonomi.
Cara pandang dan apa-apa yang diuraikan dalam buku ini mungkin dapat menimbulkan sikap pesimis atas masa depan ekonomi Indonesia. Tentu tidak demikian maksud tujuan penulisan buku. Yang diharapkan adalah tumbuhnya diskusi di ruang publik tentang fundamental ekonomi secara lebih berimbang. Tidak hanya penjelasan otoritas ekonomi yang mendominasi wacana, sehingga terkesan bersifat propaganda atau unjuk kemahiran taktis bagian humas.
Bagaimanapun, fundamental ekonomi akan diuji oleh dinamika ekonomi dan terutama oleh berbagai gejolak ekonomi dan keuangan global, yang makin sering terjadi. Sebaiknya tidak perlu menunggu guncangan yang berdampak buruk, melainkan mulai memeriksa fundamental ekonomi secara lebih jujur, teliti dan mencakup keseluruhan aspek pentingnya. Buku ini menawarkan wacana diskusi untuk pemeriksaan yang demikian. Disadari bahwa tentu tidak semua yang disampaikan dalam buku sudah tepat, dan ada hal penting lainnya yang belum dianalisis. Buku ini mengajak diskusi semua pihak, dengan asa perbaikan kebijakan ekonomi bagi pembangunan ekonomi Indonesia. Dan pada akhirnya akan bisa membantu terwujudnya  keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.