Senin, 13 Mei 2019

Bab I PENDAHULUAN dari Buku "APBN YANG TIDAK MANDIRI"


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah menjadi topik diskusi yang bersifat publik. Media massa sering memberitakan pernyataan pejabat dan memuat tulisan tentang APBN. APBN makin meningkat intensitasnya sebagai wacana diskusi publik pada saat pengajuan Rancangan APBN (RAPBN) oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pembahasannya dalam rapat DPR, dan setelah penetapan resmi APBN oleh DPR.

Hingga kini, wacana APBN masih didominasi oleh keterangan atau penjelasan dari pihak Pemerintah. Hanya sedikit berita atau tulisan dari pihak lain yang memberi opini pembanding. Dan lebih sedikit lagi yang secara kritis menilai kinerja APBN. Bahkan, pandangan fraksi dan perorangan anggota DPR hanya sesekali diberitakan oleh media massa.

Tentu saja, pandangan Pemerintah bernuansa sangat positif dan optimistis. Penjelasannya bersifat klaim atas keberhasilan realisasi atau kinerja APBN. Pemerintah juga selalu menyampaikan bahwa APBN telah disusun dan direncanakan dengan sangat baik, serta telah menimbang semua aspek dinamika ekonomi serta kondisi hidup seluruh rakyat Indonesia.

Pemerintahan era sebelum Presiden jokowi juga tercatat mengklaim hal serupa, bahwa APBN telah disusun dan dikelola secara baik. Akan tetapi, era Jokowi tampak lebih sering memberi keterangan kepada publik tentang hal ini. Penjelasan bahkan dikemas dalam beberapa bentuk, seperti: dokumen yang bersifat narasi lengkap, paparan populer dengan diagram dan grafik menarik, serta poster advertorial. Istilah dan frasa tertentu makin sering mengemuka ke ruang publik, seperti: APBN yang sehat, APBN yang mandiri, APBN yang adil, APBN yang kredibel, APBN yang realistis, dan APBN yang berkelanjutan.

1.1   Alasan Mempelajari APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2019 disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia pada tanggal 31 Oktober 2018. Dua hari kemudian, Pemerintah (Kementerian Keuangan) menyampaikan Keterangan Pers APBN 2019 sebanyak lima halaman mengenai beberapa hal pokok dan besaran angkanya.

Pemerintah mengatakan bahwa APBN 2019 bertujuan untuk mendukung investasi dan daya saing Indonesia dengan fokus pada pembangunan sumber daya manusia. Dijelaskan bahwa tema besarnya adalah "Sehat, Adil, dan Mandiri". Sehat artinya APBN memiliki defisit yang semakin rendah dan keseimbangan primer menuju positif. Adil karena APBN digunakan sebagai instrumen kebijakan meraih keadilan, menurunkan tingkat kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, dan mengatasi disparitas antarkelompok pendapatan dan antarwilayah. Dari sisi kemandirian, APBN 2019 dapat dilihat dari penerimaan perpajakan yang tumbuh signifikan sehingga memberikan kontribusi dominan terhadap pendapatan negara serta mengurangi kebutuhan pembiayaan yang bersumber dari utang. Dengan APBN yang Sehat, Adil dan Mandiri diharapkan kebijakan fiskal akan mampu merespon dinamika volatilitas global, menjawab tantangan dan mendukung pencapaian target-target pembangunan secara optimal.

Tema “Sehat, Adil, dan Mandiri” tersebut telah pernah dijelaskan oleh Menteri Keuangan kepada publik 2,5 bulan sebelumnya. Menkeu memberi keterangan pers, setelah Presiden menyampaikan Nota Keuangan dan Rancangan APBN 2019 untuk dibahas DPR pada tanggal 16 Agustus 2018. Nota Keuangan adalah semacam dokumen pengantar, yang berisi penjelasan cukup panjang lebar tentang angka-angka APBN. Nota Keuangan juga menyampaikan asesmen atas kondisi perekonomian, serta penilaian atas kinerja APBN pada tahun-tahun sebelumnya.

Sesuai namanya, APBN berisi angka-angka anggaran, tentang pendapatan dan tentang belanja negara. Sebagai contoh, APBN 2019 memuat target Pendapatan Negara sebesar Rp2.165,11 triliun, dan rencana Belanja Negara sebesar Rp2.461,11 triliun. Angka-angka pendapatan dan belanja dirinci lagi dalam dokumen APBN 2019. Rincian disajikan dalam berbagai jenis dan aspek. Oleh karena rencana belanja lebih besar dibanding target pendapatan tadi, maka dicantumkan angka selisihnya atau yang disebut defisit sebesar Rp296 triliun. Bagaimana rencana untuk menutupi atau mengatasi defisit menimbulkan angka yang disebut sebagai Pembiayaan Anggaran. Pembiayaan Anggaran itu sendiri memiliki rincian lagi, kerena menyangkut hak dan kewajiban akibat defisit tahun-tahun sebelumnya, serta pengeluaran lain yang tidak digolongkan sebagai belanja.

Keterangan sebagai “Sehat, Adil, dan Mandiri” merupakan pendapat atau pandangan pemerintah. Bisa dikatakan sebagai klaim. Pihak DPR nampaknya tidak begitu keberatan dengan klaim tersebut, karena tak ada berita mengenai perdebatan serius tentang klaim tersebut. Ditambah fakta bahwa hanya sedikit perubahan angka yang terjadi dari Rancangan APBN (RAPBN) menjadi APBN, terutama tentang postur dan asumsi perhitungan atau asumsi makroekonomi.

Sebagian ahli ekonomi tidak sepenuhnya sependapat dengan klaim Pemerintah tersebut. Ada pula tokoh politik, yang meski partainya ikut pembahasan, menyuarakan pandangan berlawanan. Diantaranya, ada yang mempertanyakan tentang utang pemerintah yang bertambah sangat besar dan pembayaran bunganya telah membebani belanja negara. Ada yang menilai rencana atau target dari pendapatan negara sebagai tidak realistis, sesuatu yang akan sulit untuk dicapai. Ada yang menyoroti beberapa jenis belanja yang meningkat melampaui kenaikan jenis belanja lain, seperti belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja subsidi dan belanja lain-lain. Mereka mengembangkan narasi kritik yang dikaitkan dengan tahun politik atau masa pemilihan umum Presiden.

Kita sebagai warga negara yang telah dewasa, apalagi yang cukup terdidik, sebenarnya berhak dan bisa berupaya memahami argumen klaim Pemerintah, serta mengerti pendapat yang krtis. Setelah memiliki cukup pengetahuan umum, mampu menalar tiap argumen, maka kita dapat memiliki pandangan sendiri. Bagaimanapun, secara langsung atau tidak langsung, APBN mempengaruhi hidup seluruh warga negara. Konstitusi secara tegas mengatakan APBN diselenggarakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.      

APBN memiliki beberapa istilah khusus dan mencakup angka-angka yang sepintas amat banyak. Meski sebagiannya perlu proses bertahap, sebenarnya bukan sesuatu yang sulit dipelajari dan difahami orang dewasa dengan latar belakang pendidikan menengah ke atas. Apalagi jika kebutuhan utamanya hanya untuk mengerti topik yang diperdebatkan, seperti soal tema tadi. Bahkan, sebagian narasi memiliki kemiripan dengan tema dalam kehidupan sehari-hari, seperti pendapatan, belanja, dan utang. Tentu diperlukan sedikit kesabaran untuk mencermati angka-angka yang kadang ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

Secara teknis, ada beberapa hal yang perlu diketahui, dipelajari dan sedikit dicermati untuk memahami APBN. Diantaranya adalah pengertian istilah, yang terutama dipelajari dengan merujuk kepada regulasi atau perundang-undangan. Beberapa angka atau besaran yang sering ditampilkan dalam bentuk tabel, membutuhkan sedikit pencermatan. Proses penyusunan atau penganggaran yang melibatkan berbagai pihak dalam pemerintahan dan DPR, termasuk kisaran waktu persiapan dan pembahasannya. Kita juga perlu mengetahui perbandingan beberapa besaran pokok dengan waktu-waktu sebelumnya.

Sebagai tambahan catatan, anggaran negara menjadi tema publik yang amat penting dalam dinamika sosial politik negara-negara yang telah maju dan berkembang perekonomiannya. Terlebih pada masa pemilihan umum di negara tersebut. Janji kampanye tiap calon umumnya bermuatan aspek penting dari anggaran negara. Hal itu mulai tampak pula pada pemilu Presiden lalu di Indonesia, baik dalam debat paslon maupu antar tim pendukung. Secara perlahan, tema perbincangan publik di Indonesia makin bermuatan soalan anggaran negara.

1.2 APBN dan Keuangan Negara
Menurut UUD 1945 dan berbagai undang-undang terkait saat ini, Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) adalah bagian dari apa yang disebut sebagai keuangan negara. Dapat dikatakan sebagai bagian yang paling penting. Disebutkan bahwa APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.  

Keuangan Negara itu sendiri diartikan sebagai semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Pengertian keuangan negara yang demikian dapat dilihat dalam beberapa aspek, seperti: obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dilihat dari aspek obyek, keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Contoh teknisnya antara lain adalah: penerimaan negara, pengeluaran negara, penerimaan daerah, pengeluaran Daerah, utang piutang negara, penngedaran uang, dan lain sebagainya.

Dilihat dari aspek subyek, keuangan negara meliputi para pihak yang memiliki dan atau menguasai seluruh obyek tadi. Seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, dan badan lainnya.

Dilihat dari aspek proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas oleh berbagai pihak yang berwenang. Sejak dari perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, pelaporan, hingga pertanggunggjawaban.

Dan diluat dari aspek tujuan, keuangan negara membicarakan obyek, subyek dan proses sebagaimana penjelasan di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Termasuk soalan hukum dan regulasi yang mengaturnya.

Secara keseluruhan, konstitusi dan undang-undang memerintahkan agar pengelolaan keuangan negara diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab. Perintah yang secara tegas mengarah pada keharusan melaksanakan dan mewujudkan tata kelola yang baik (good governance).

Undang-undang tentang Keuangan Negara menjabarkan pokok perintah tersebut ke dalam asas-asas umum. Ada asas -asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas. Serta ada asas-asas yang lebih baru dikenal sebagai penerapan kaidah-kaidah yang baik (best practices) dalam pengelolaan keuangan negara di Indonesia. Asas-asas yang relatif baru tersebut,antara lain: akuntabilitas berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, serta pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.

Secara konseptual atau pembahasan dalam berbagai buku ajar, bidang pengelolaan keuangan negara memang terbilang sangat luas. Pembahasan antara lain dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Dalam konteks ini, APBN merupakan sub bidang pengelolaan fiskal.

Dengan demikian, APBN adalah bagian dari keuangan negara, yang bisa dikatakan paling penting, dan tiap tahun ditetapkan oleh undang-undang. Rancangan Undang-Undang tentang APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Bahkan diatur, apabila DPR tidak menyetujui rancangan APBN yang diusulkan oleh Presiden, maka Pemerintah menjalankan APBN tahun yang lalu.

Sebagai suatu rencana yang ditetapkan bersama oleh Pemerintah dan DPR, APBN melalui proses yang panjang dan mengalami beberapa kali perubahan besaran nilainya. Ada beberapa versi angka pada masing-masing tahap pembahasan. Sebagian hasil tahap pembahasan tertentu memiliki sebutan resmi, yang sebagiannya dipublikasikan secara terbuka. Sebelum diajukan sebagai Rancangan APBN (RAPBN) yang diajukan oleh Pemerintah untuk dibahas DPR, telah ada beberapa rancangan lain. Salah satunya yang penting adalah Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF). KEM-PPKF juga dikomunikasikan kepada DPR, yang disampaikan oleh Menteri Keuangan. RAPBN dapat dikatakan sebagai rancangan final versi Pemerintah, disampaikan langsung oleh Presiden kepada DPR. Hasil final pembahasan DPR, dan sering mengalami sedikit perubahan, ditetapkan dan disebut APBN. Biasanya ada perubahan di pertengahan tahun yang disebut sebagai APBN Perubahan (APBNP), yang harus ditetapkan pula sebagai Undang-Undang, dan memiliki konsep RAPBNP. Pelaksanaan atas APBN tak sepenuhnya sesuai target yang ditetapkan, sehingga menimbulkan versi yang disebut sebagai realisasi APBN pada suatu tahun.

Realisasi APBN bersama beberapa aspek lain dari keuangan negara yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, dimasukkan dalam suatu dokumen yang disebut Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). LKPP disampaikan kepada DPR, setelah sebelumnya diaudit dan diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

Oleh karena semua istilah, item dan urutan penyajiannya hampir sama, maka perbedaan berbagai versi ini kadang dikutip secara kurang tepat oleh media. Bahkan, suatu tulisan ilmiah kadang memakai angka yang tak sesuai atau kurang tepat sebagai perbandingan antar tahun.

1.3   Postur APBN
APBN pada dasarnya terdiri atas tiga bagian pokok, yaitu: anggaran Pendapatan Negara, anggaran Belanja Negara, dan Pembiayaan Anggaran. Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

Ada dua istilah lain yang perlu dimengerti dalam APBN, yaitu penerimaan negara dan pengeluaran negara. Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara. Pengertiannya lebih luas dibanding pendapatan. Definisi di tas menyebutlan bahwa pendapatan negara adalah penerimaan negara yang tidak perlu dibayar kembali. Namun ada penerimaan negara yang perlu dibayar kembali pada waktu mendatang, contohnya penerimaan yang berasal dari utang. Penerimaan dari utang dalam APBN dikelompokkan sebagai pos pembiayaan.

Begitu pula dengan pengertian pengeluaran negara sebagai uang yang keluar dari kas negara, lebih luas daripada istilah belanja negara. Ada pengeluaran yang tidak dimasukkan pada pos belanja, melainkan pada pos pembiayaan. Contohnya adalah pelunasan atau pembayaran cicilan utang, dan penyertaan modal (investasi) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Layanan Umum (BLU).

Sebagaimana disebut terdahulu, APBN 2019 memuat target Pendapatan Negara sebesar Rp2.165,11 triliun, dan rencana Belanja Negara sebesar Rp2.461,11 triliun. Selisih keduanya disebut defisit anggaran sebesar Rp296 triliun. Bagaimana rencana untuk menutupi atau mengatasi defisit itu disebut sebagai Pembiayaan Anggaran, yang berart besarannya sama dengan defisit. Akan tetapi, pos pembiayaan ini dalam perkembangan terkini bersifat unik, karena tak sekadar mencerminkan bagaimana mengatasi defisit. Item Pembiayaan menjadi semacam neraca dengan rincian catatan mengenai penerimaan yang tak masuk pendapatan, dan pengeluaran yang tak termasuk belanja. Akan dijelaskan dalam bab tersendiri nantinya.

Pemerintah sering menggunakan istilah postur APBN. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), postur memiliki arti “bentuk tubuh” atau “perawakan”. Kementerian Keuangan dalam buku referensinya mengatakan bahwa secara harfiah, Postur APBN dapat didefinisikan sebagai “bentuk rencana keuangan pemerintah yang disusun berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku untuk mencapai tujuan bernegara”. Dalam praktik penyajian, Pemerintah biasa menggunakan istilah postur ringkas, yang menambahkan dua bagian lagi dari yang telah disebut di atas, yaitu tentang Keseimbangan Primer dan tentang Defisit Anggaran. Postur ringkas APBN 2019 akan dibahas dalam bab tiga. Kemudian diperbandingkan dengan postur tahun-tahun sebelumnya.

1.4 Peran dan Fungsi APBN
Dari uraian di atas, APBN sebenarnya mencerminkan peran negara yang dijalankan oleh Pemerintah Pusat, yang secara teoritis termasuk dalam kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal adalah salah satu jenis kebijakan dalam teori ekonomi makro.

Undang-undang menjelaskan bahwa dasar kebijakan fiskal adalah tiga fungsi utama pemerintah, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. Dikatakan pula dalam berbagai dokumen resmi bahwa APBN harus didesain sesuai dengan fungsi tersebut, dalam upaya mendukung penciptaan akselerasi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas.

Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. Dalam fungsi ini, intervensi Pemerintah dinilai dapat mengubah penggunaan sumber daya. Misalnya, pengenaan pajak atas obyek dan subyek pajak tertentu dan pemberian subsidi atas kelompok orang tertentu, atau berdasar penggunaan barang tertentu.

Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Fungsi ini antara lain memberi rambu bagi pengeluaran atau belanja pemerintah agar menjadi perwujudan peran pemerintah dalam melindungi rakyat, terutama kelompok ekonomi yang terbawah. Dilihat dari sisi lain, fungsi distribusi dapat mengubah porsi siapa saja yang akan menikmati barang-barang yang diproduksi oleh perekonomian.

Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental ekonomi. Pemerintah dianggap memiliki tugas disertai kemampuan mempengaruhi kondisi perekonomian secara signifikan dan bersifat cukup segera. 

Dalam praktiknya, ketiga fungsi tersebut berhubungan sangat erat dan sering tak terpisahkan. Secara bersamaan, peran penting kebijakan fiskal melalui ketiga fungsi itu antara lain adalah menanggulangi masalaah kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Berperan pula dalam menyeimbangkan pertumbuhan pendapatan antarsektor ekonomi, antardaerah, atau antargolongan pendapatan. Secara lebih teknis, peran kebijakan fiskal tampak dalam menanggulangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam, wabah penyakit, dan konflik sosial.

Kebijakan fiskal lebih luas cakupannya dari sekadar Pengelolaan APBN. Selain ketiga fungsi tadi, pengelolaan APBN memiliki beberapa fungsi lain, seperti: fungsi otorisasi, fungsi perencanaan, dan fungsi pengawasan.  

Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

1.5 Tentang Buku Ini
Buku ini pada dasarnya bermaksud memberi penilaian atau asesmen atas kinerja APBN selama era pemerintahan Presiden Jokowi, dan terutama memakai contoh APBN tahun 2019. Judul “APBN yang Tidak Mandiri” telah mencerminkan hasil asesmen keseluruhan yang amat jauh berbeda dengan klaim atau pandangan Pemerintah. Bahkan, judul yang lebih lengkap sebenarnya adalah: “APBN yang Belum Sehat, yang Tidak Mandiri, yang Kurang Adil, dan yang Rawan Kesinambungannya.”

Buku ini memiliki misi tambahan selain menyampaikan asesmen penulis, yaitu bertujuan memahamkan pembaca umum (publik) tentang seluk beluk APBN secara mudah, sehingga mampu melakukan analisis sendiri nantinya. Buku ini berharap agar para pembaca dapat ikut aktif mempengaruhi penyusunan dan pengelolaan APBN, antara lain melalui kritik atas berbagai aspeknya.

Secara lebih teknis, setelah membaca buku ini, pembaca diharapkan mengetahui dan memahami secara cukup baik mengenai berbagai hal terkait APBN. Diantaranya adalah: istilah pokok, postur ringkas dan perkembangannya, rincian dan perkembangan Pendapatan Negara, rincian dan perkembangan Belanja Negara, rincian dan perkembangan Pembiayaan Anggaran, soalan posisi utang pemerintah dan beban pembayarannya, proses penganggaran, masalah utama realisasi APBN dan pengawasan APBN, dan tantangan APBN ke depan.

Cara pembahasan dalam buku ini pada dasarnya adalah seperti perkuliahan di kelas, termasuk memakai gaya bercerita. Penjelasan dilakukan tahap demi tahap, dari sesuatu yang dianggap lebih mudah menuju yang lebih butuh perhatian dan kecermatan. Pembahasan pada tahap tertentu dari tiap aspek akan banyak menggunakan tabel, diagram dan grafik. Sebagian pembahasan akan berulang atau menyajikan data yang sama, dengan maksud lebih memahamkan. Oleh karenanya, tidak dapat dihindari kesan agak “menggurui” atau menganggap pembaca belum memiliki pengetahuan yang cukup. Bagi pembaca yang telah memiliki pengetahuan lebih banyak, dapat melewati atau cukup melihat sepintas bagian tertentu dari buku ini. Pendapat penulis terutama disampaikan pada bagian akhir dari tiap bab bahasan.

Buku ini terdiri dari sebelas bab. Bab pertama adalah pendahuluan. Hal yang dibahas antara lain adalah: alasan mempelajari APBN, pengertian APBN dan keuangan Negara, pengertian Postur APBN, peran dan fungsi APBN, serta tentang apa buku ini.

Bab kedua tentang klaim pemerintah atas kinerja APBN. Secara lebih khusus, tentang postur APBN tahun 2019 beserta beberapa rinciannya. Dari klaim tersebut ditentukan apa saja yang perlu diperiksa melalui pembahasan pada bab-bab berikutnya.

Bab ketiga tentang postur APBN. Dijelaskan antara lain hal-hal berikut: pengertian postur, postur ringkas APBN 2019, dan perkembangan postur ringkas APBN 2014 – 2019. Pada bagian akhir, disajikan asesmen penulis atas postur APBN 2019.

Bab keempat adalah tentang Pendapatan Negara. Diuraikan mengenai pendapatan negara dalam APBN 2019 dan perkembangannya selama kurun tahun 2004 hingga tahun 2019. Perkembangan dari beberapa pos pendapatan dijelaskan secara lebih detail, seperti: penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNPB). Pada bagian akhir diberikan analisis umum atas Pendapatan Negara dalam APBN 2019, terutama terkait dengan klaim sebagai mandiri oleh pemerintah.

Bab kelima tentang Belanja Negara. Dijelaskan mengenai pengertian, macam dan jenis belanja secara umum. Diperlihatkan tentang perkembangan Belanja Negara sejak tahun 2004 hingga tahun 2019. Beberapa macam belanja disajikan lebih detil beserta perkembangannya, seperti: Belanja Pemerintah Pusat, Perkembangan Transfer ke daerah, dan perkembangan Dana desa. Disinggung pula tentang apa yang dimaksud dengan anggaran kesehatan, anggaran pendidikan, anggaran kemiskinan, dan anggaran infrastruktur. Bab ini diakhir dengan analisis umum penulis atas Belanja Negara, terutama mengenai klaim sebagai adil oleh pemerintah.

Bab keenam tentang Defisit Anggaran dan Keseimbangan Primer. Dijelaskan mengenai arti istilah Defisit Anggaran dan Keseimbangan Primer, disertai besaran angkanya untuk APBN 2019. Setelah membahas perkembangan selama beberapa tahun, diberikan analisis umum penulis mengenai klaim pemerintah tentang sehatnya APBN 2019.

Bab ketujuh tentang Pembiayaan Anggaran. Dijelaskan tentang pengertian dan besaran angkanya, serta perkembangan selama beberapa tahun. Rincian beberapa pos pembiayaan dibahas secara lebih detail, seperti: pembiayaan utang, penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan kepada Badan Layanan Umum (BLU).

Bab kedelapan tentang perkembangan utang pemerintah, terutama sebagai akibat dari perkembangan pembiayaan utang. Dijelaskan tentang perkembangan posisi utang, beserta beban pembayaran cicilan dan pembayaran bunga. Profil dari utang pemerintah akan digambarkan secara cukup rinci, didukung data perkembangan selama beberapa tahun. Bab ini ditutup dengan pandangan penulis tentang utang pemerintah.

Bab kesembilan tentang asumsi makroekonomi. Diberikan penjelasan singkat tentang pengertian dan perannya dalam penyusunan APBN. Disajikan perkembangan selama beberapa tahun, dan dibandingkan antara asumsi dengan realisasinya. Bab ditutup dengan contoh analisis asumsi makroekonomi APBN 2019, terkait dengan penilaian realistis atau tidaknya.

Bab kesepuluh tentang siklus APBN. Berbeda dengan bab-bab sebelumnya yang lebih pada menjelaskan tentang angka-angka, bab ini membahas tentang bisnis prosesnya. Diantaranya tentang proses penganggaran, proses pelaksanaan, proses pelaporan, dan proses pengawasan. Akan disinggung tentang bagaimana hubungan beberapa lembaga negara dengan pemerintah dalam pengelolaan APBN. Bab ini ditutup dengan pandangan penulis mengenai salah satu proses dalam siklus APBN.

Bab kesebelas merupakan penutup. Selain berisi kesimpulan umum dari hal-hal yang telah diuraikan, dijelaskan tentang tantangan ke depan. Bab ini lebih merupakan pandangan penulis tentang apa saja yang tengah dihadapi, dan yang mendesak untuk direspon secara baik oleh semua pihak yang terkait langsung dengan pengelolaan APBN. Diantaranya mencakup bisnis proses, serta beberapa besaran APBN yang dianggap memerlukan perubahan mendasar. Salah satu yang krusial, namun juga mungkin kontroversial adalah tantangan perubahan regulasi, sebagai bagian dari menjawab tantangan ke depan.