Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) telah menjadi topik diskusi yang bersifat publik. Media massa sering
memberitakan pernyataan pejabat dan memuat tulisan tentang APBN. APBN makin meningkat
intensitasnya sebagai wacana diskusi publik pada saat pengajuan Rancangan APBN
(RAPBN) oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pembahasannya
dalam rapat DPR, dan setelah penetapan resmi APBN oleh DPR.
Hingga kini, wacana APBN masih didominasi oleh
keterangan atau penjelasan dari pihak Pemerintah. Hanya sedikit berita atau
tulisan dari pihak lain yang memberi opini pembanding. Dan lebih sedikit lagi
yang secara kritis menilai kinerja APBN. Bahkan, pandangan fraksi dan
perorangan anggota DPR hanya sesekali diberitakan oleh media massa.
Tentu saja, pandangan Pemerintah bernuansa
sangat positif dan optimistis. Penjelasannya bersifat klaim atas keberhasilan
realisasi atau kinerja APBN. Pemerintah juga selalu menyampaikan bahwa APBN
telah disusun dan direncanakan dengan sangat baik, serta telah menimbang semua
aspek dinamika ekonomi serta kondisi hidup seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintahan era sebelum Presiden jokowi
juga tercatat mengklaim hal serupa, bahwa APBN telah disusun dan dikelola
secara baik. Akan tetapi, era Jokowi tampak lebih sering memberi keterangan
kepada publik tentang hal ini. Penjelasan bahkan dikemas dalam beberapa bentuk,
seperti: dokumen yang bersifat narasi lengkap, paparan populer dengan diagram
dan grafik menarik, serta poster advertorial. Istilah dan frasa tertentu makin
sering mengemuka ke ruang publik, seperti: APBN yang sehat, APBN yang mandiri,
APBN yang adil, APBN yang kredibel, APBN yang realistis, dan APBN yang
berkelanjutan.
1.1 Alasan Mempelajari APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) Tahun Anggaran 2019 disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia pada tanggal 31 Oktober 2018. Dua
hari kemudian, Pemerintah (Kementerian Keuangan) menyampaikan Keterangan Pers APBN
2019 sebanyak lima halaman mengenai beberapa hal pokok dan besaran angkanya.
Pemerintah mengatakan bahwa APBN 2019 bertujuan
untuk mendukung investasi dan daya saing Indonesia dengan fokus pada
pembangunan sumber daya manusia. Dijelaskan bahwa tema besarnya adalah
"Sehat, Adil, dan Mandiri". Sehat artinya APBN memiliki defisit yang
semakin rendah dan keseimbangan primer menuju positif. Adil karena APBN
digunakan sebagai instrumen kebijakan meraih keadilan, menurunkan tingkat
kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, dan mengatasi disparitas antarkelompok
pendapatan dan antarwilayah. Dari sisi kemandirian, APBN 2019 dapat dilihat
dari penerimaan perpajakan yang tumbuh signifikan sehingga memberikan
kontribusi dominan terhadap pendapatan negara serta mengurangi kebutuhan
pembiayaan yang bersumber dari utang. Dengan APBN yang Sehat, Adil dan Mandiri
diharapkan kebijakan fiskal akan mampu merespon dinamika volatilitas global,
menjawab tantangan dan mendukung pencapaian target-target pembangunan secara
optimal.
Tema “Sehat, Adil, dan Mandiri” tersebut
telah pernah dijelaskan oleh Menteri Keuangan kepada publik 2,5 bulan
sebelumnya. Menkeu memberi keterangan pers, setelah Presiden menyampaikan Nota
Keuangan dan Rancangan APBN 2019 untuk dibahas DPR pada tanggal 16 Agustus
2018. Nota Keuangan adalah semacam dokumen pengantar, yang berisi penjelasan
cukup panjang lebar tentang angka-angka APBN. Nota Keuangan juga menyampaikan asesmen
atas kondisi perekonomian, serta penilaian atas kinerja APBN pada tahun-tahun
sebelumnya.
Sesuai namanya, APBN berisi angka-angka
anggaran, tentang pendapatan dan tentang belanja negara. Sebagai contoh, APBN
2019 memuat target Pendapatan Negara sebesar Rp2.165,11 triliun, dan rencana
Belanja Negara sebesar Rp2.461,11 triliun. Angka-angka pendapatan dan belanja
dirinci lagi dalam dokumen APBN 2019. Rincian disajikan dalam berbagai jenis
dan aspek. Oleh karena rencana belanja lebih besar dibanding target pendapatan
tadi, maka dicantumkan angka selisihnya atau yang disebut defisit sebesar Rp296
triliun. Bagaimana rencana untuk menutupi atau mengatasi defisit menimbulkan
angka yang disebut sebagai Pembiayaan Anggaran. Pembiayaan Anggaran itu sendiri
memiliki rincian lagi, kerena menyangkut hak dan kewajiban akibat defisit
tahun-tahun sebelumnya, serta pengeluaran lain yang tidak digolongkan sebagai
belanja.
Keterangan sebagai “Sehat, Adil, dan
Mandiri” merupakan pendapat atau pandangan pemerintah. Bisa dikatakan sebagai
klaim. Pihak DPR nampaknya tidak begitu keberatan dengan klaim tersebut, karena
tak ada berita mengenai perdebatan serius tentang klaim tersebut. Ditambah
fakta bahwa hanya sedikit perubahan angka yang terjadi dari Rancangan APBN
(RAPBN) menjadi APBN, terutama tentang postur dan asumsi perhitungan atau
asumsi makroekonomi.
Sebagian ahli ekonomi tidak sepenuhnya
sependapat dengan klaim Pemerintah tersebut. Ada pula tokoh politik, yang meski
partainya ikut pembahasan, menyuarakan pandangan berlawanan. Diantaranya, ada
yang mempertanyakan tentang utang pemerintah yang bertambah sangat besar dan
pembayaran bunganya telah membebani belanja negara. Ada yang menilai rencana atau
target dari pendapatan negara sebagai tidak realistis, sesuatu yang akan sulit
untuk dicapai. Ada yang menyoroti beberapa jenis belanja yang meningkat melampaui
kenaikan jenis belanja lain, seperti belanja hibah, belanja bantuan sosial,
belanja subsidi dan belanja lain-lain. Mereka mengembangkan narasi kritik yang dikaitkan
dengan tahun politik atau masa pemilihan umum Presiden.
Kita sebagai warga negara yang telah
dewasa, apalagi yang cukup terdidik, sebenarnya berhak dan bisa berupaya
memahami argumen klaim Pemerintah, serta mengerti pendapat yang krtis. Setelah
memiliki cukup pengetahuan umum, mampu menalar tiap argumen, maka kita dapat
memiliki pandangan sendiri. Bagaimanapun, secara langsung atau tidak langsung,
APBN mempengaruhi hidup seluruh warga negara. Konstitusi secara tegas
mengatakan APBN diselenggarakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
APBN memiliki beberapa istilah khusus dan mencakup
angka-angka yang sepintas amat banyak. Meski sebagiannya perlu proses bertahap,
sebenarnya bukan sesuatu yang sulit dipelajari dan difahami orang dewasa dengan
latar belakang pendidikan menengah ke atas. Apalagi jika kebutuhan utamanya
hanya untuk mengerti topik yang diperdebatkan, seperti soal tema tadi. Bahkan,
sebagian narasi memiliki kemiripan dengan tema dalam kehidupan sehari-hari,
seperti pendapatan, belanja, dan utang. Tentu diperlukan sedikit kesabaran
untuk mencermati angka-angka yang kadang ditampilkan dalam bentuk tabel dan
grafik.
Secara teknis, ada beberapa hal yang perlu
diketahui, dipelajari dan sedikit dicermati untuk memahami APBN. Diantaranya
adalah pengertian istilah, yang terutama dipelajari dengan merujuk kepada
regulasi atau perundang-undangan. Beberapa angka atau besaran yang sering
ditampilkan dalam bentuk tabel, membutuhkan sedikit pencermatan. Proses
penyusunan atau penganggaran yang melibatkan berbagai pihak dalam pemerintahan
dan DPR, termasuk kisaran waktu persiapan dan pembahasannya. Kita juga perlu mengetahui
perbandingan beberapa besaran pokok dengan waktu-waktu sebelumnya.
Sebagai tambahan catatan, anggaran negara
menjadi tema publik yang amat penting dalam dinamika sosial politik negara-negara
yang telah maju dan berkembang perekonomiannya. Terlebih pada masa pemilihan
umum di negara tersebut. Janji kampanye tiap calon umumnya bermuatan aspek
penting dari anggaran negara. Hal itu mulai tampak pula pada pemilu Presiden
lalu di Indonesia, baik dalam debat paslon maupu antar tim pendukung. Secara
perlahan, tema perbincangan publik di Indonesia makin bermuatan soalan anggaran
negara.
1.2
APBN dan Keuangan Negara
Menurut UUD 1945 dan berbagai undang-undang
terkait saat ini, Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) adalah bagian
dari apa yang disebut sebagai keuangan negara. Dapat dikatakan sebagai bagian
yang paling penting. Disebutkan bahwa APBN sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan
secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Keuangan Negara itu sendiri diartikan
sebagai semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Pengertian keuangan negara yang demikian
dapat dilihat dalam beberapa aspek, seperti: obyek, subyek, proses, dan tujuan.
Dilihat dari aspek obyek, keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam
bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta
segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan
milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Contoh
teknisnya antara lain adalah: penerimaan negara, pengeluaran negara, penerimaan
daerah, pengeluaran Daerah, utang piutang negara, penngedaran uang, dan lain
sebagainya.
Dilihat dari aspek subyek, keuangan negara
meliputi para pihak yang memiliki dan atau menguasai seluruh obyek tadi.
Seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah,
dan badan lainnya.
Dilihat dari aspek proses, keuangan negara
mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek
sebagaimana tersebut di atas oleh berbagai pihak yang berwenang. Sejak dari
perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, pelaporan, hingga
pertanggunggjawaban.
Dan diluat dari aspek tujuan, keuangan negara
membicarakan obyek, subyek dan proses sebagaimana penjelasan di atas dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Termasuk soalan hukum dan regulasi
yang mengaturnya.
Secara keseluruhan, konstitusi dan
undang-undang memerintahkan agar pengelolaan keuangan negara diselenggarakan
secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab. Perintah yang secara tegas
mengarah pada keharusan melaksanakan dan mewujudkan tata kelola yang baik (good governance).
Undang-undang tentang Keuangan Negara
menjabarkan pokok perintah tersebut ke dalam asas-asas umum. Ada asas -asas
yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas
tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas. Serta ada asas-asas
yang lebih baru dikenal sebagai penerapan kaidah-kaidah yang baik (best practices) dalam pengelolaan
keuangan negara di Indonesia. Asas-asas yang relatif baru tersebut,antara lain:
akuntabilitas berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan
dalam pengelolaan keuangan negara, serta pemeriksaan keuangan oleh badan
pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Secara konseptual atau pembahasan dalam
berbagai buku ajar, bidang pengelolaan keuangan negara memang terbilang sangat
luas. Pembahasan antara lain dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal,
sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan. Dalam konteks ini, APBN merupakan sub bidang pengelolaan fiskal.
Dengan demikian, APBN adalah bagian dari
keuangan negara, yang bisa dikatakan paling penting, dan tiap tahun ditetapkan
oleh undang-undang. Rancangan Undang-Undang tentang APBN diajukan oleh Presiden
untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Bahkan diatur, apabila DPR tidak
menyetujui rancangan APBN yang diusulkan oleh Presiden, maka Pemerintah
menjalankan APBN tahun yang lalu.
Sebagai suatu rencana yang ditetapkan
bersama oleh Pemerintah dan DPR, APBN melalui proses yang panjang dan mengalami
beberapa kali perubahan besaran nilainya. Ada beberapa versi angka pada
masing-masing tahap pembahasan. Sebagian hasil tahap pembahasan tertentu
memiliki sebutan resmi, yang sebagiannya dipublikasikan secara terbuka. Sebelum
diajukan sebagai Rancangan APBN (RAPBN) yang diajukan oleh Pemerintah untuk
dibahas DPR, telah ada beberapa rancangan lain. Salah satunya yang penting
adalah Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF). KEM-PPKF
juga dikomunikasikan kepada DPR, yang disampaikan oleh Menteri Keuangan. RAPBN dapat
dikatakan sebagai rancangan final versi Pemerintah, disampaikan langsung oleh
Presiden kepada DPR. Hasil final pembahasan DPR, dan sering mengalami sedikit
perubahan, ditetapkan dan disebut APBN. Biasanya ada perubahan di pertengahan
tahun yang disebut sebagai APBN Perubahan (APBNP), yang harus ditetapkan pula
sebagai Undang-Undang, dan memiliki konsep RAPBNP. Pelaksanaan atas APBN tak
sepenuhnya sesuai target yang ditetapkan, sehingga menimbulkan versi yang disebut
sebagai realisasi APBN pada suatu tahun.
Realisasi APBN bersama beberapa aspek lain
dari keuangan negara yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, dimasukkan
dalam suatu dokumen yang disebut Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). LKPP
disampaikan kepada DPR, setelah sebelumnya diaudit dan diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK).
Oleh karena semua istilah, item dan urutan
penyajiannya hampir sama, maka perbedaan berbagai versi ini kadang dikutip
secara kurang tepat oleh media. Bahkan, suatu tulisan ilmiah kadang memakai
angka yang tak sesuai atau kurang tepat sebagai perbandingan antar tahun.
1.3 Postur APBN
APBN pada dasarnya terdiri atas tiga bagian
pokok, yaitu: anggaran Pendapatan Negara, anggaran Belanja Negara, dan
Pembiayaan Anggaran. Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Belanja negara adalah kewajiban
pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Ada dua istilah lain yang perlu dimengerti
dalam APBN, yaitu penerimaan negara dan pengeluaran negara. Penerimaan negara
adalah uang yang masuk ke kas negara. Pengertiannya lebih luas dibanding
pendapatan. Definisi di tas menyebutlan bahwa pendapatan negara adalah
penerimaan negara yang tidak perlu dibayar kembali. Namun ada penerimaan negara
yang perlu dibayar kembali pada waktu mendatang, contohnya penerimaan yang
berasal dari utang. Penerimaan dari utang dalam APBN dikelompokkan sebagai pos
pembiayaan.
Begitu pula dengan pengertian pengeluaran
negara sebagai uang yang keluar dari kas negara, lebih luas daripada istilah
belanja negara. Ada pengeluaran yang tidak dimasukkan pada pos belanja,
melainkan pada pos pembiayaan. Contohnya adalah pelunasan atau pembayaran
cicilan utang, dan penyertaan modal (investasi) pada Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dan Badan Layanan Umum (BLU).
Sebagaimana disebut terdahulu, APBN 2019
memuat target Pendapatan Negara sebesar Rp2.165,11 triliun, dan rencana Belanja
Negara sebesar Rp2.461,11 triliun. Selisih keduanya disebut defisit anggaran sebesar
Rp296 triliun. Bagaimana rencana untuk menutupi atau mengatasi defisit itu disebut
sebagai Pembiayaan Anggaran, yang berart besarannya sama dengan defisit. Akan
tetapi, pos pembiayaan ini dalam perkembangan terkini bersifat unik, karena tak
sekadar mencerminkan bagaimana mengatasi defisit. Item Pembiayaan menjadi
semacam neraca dengan rincian catatan mengenai penerimaan yang tak masuk
pendapatan, dan pengeluaran yang tak termasuk belanja. Akan dijelaskan dalam
bab tersendiri nantinya.
Pemerintah sering menggunakan istilah
postur APBN. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), postur memiliki arti
“bentuk tubuh” atau “perawakan”. Kementerian Keuangan dalam buku referensinya
mengatakan bahwa secara harfiah, Postur APBN dapat didefinisikan sebagai
“bentuk rencana keuangan pemerintah yang disusun berdasarkan kaidah-kaidah yang
berlaku untuk mencapai tujuan bernegara”. Dalam praktik penyajian, Pemerintah
biasa menggunakan istilah postur ringkas, yang menambahkan dua bagian lagi dari
yang telah disebut di atas, yaitu tentang Keseimbangan Primer dan tentang
Defisit Anggaran. Postur ringkas APBN 2019 akan dibahas dalam bab tiga.
Kemudian diperbandingkan dengan postur tahun-tahun sebelumnya.
1.4 Peran
dan Fungsi APBN
Dari uraian di atas, APBN sebenarnya
mencerminkan peran negara yang dijalankan oleh Pemerintah Pusat, yang secara
teoritis termasuk dalam kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal adalah salah satu
jenis kebijakan dalam teori ekonomi makro.
Undang-undang menjelaskan bahwa dasar
kebijakan fiskal adalah tiga fungsi utama pemerintah, yaitu fungsi alokasi,
fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. Dikatakan pula dalam berbagai
dokumen resmi bahwa APBN harus didesain sesuai dengan fungsi tersebut, dalam
upaya mendukung penciptaan akselerasi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkualitas.
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa
anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan
sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. Dalam
fungsi ini, intervensi Pemerintah dinilai dapat mengubah penggunaan sumber
daya. Misalnya, pengenaan pajak atas obyek dan subyek pajak tertentu dan
pemberian subsidi atas kelompok orang tertentu, atau berdasar penggunaan barang
tertentu.
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa
kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Fungsi ini antara lain memberi rambu bagi pengeluaran atau belanja pemerintah
agar menjadi perwujudan peran pemerintah dalam melindungi rakyat, terutama
kelompok ekonomi yang terbawah. Dilihat dari sisi lain, fungsi distribusi dapat
mengubah porsi siapa saja yang akan menikmati barang-barang yang diproduksi
oleh perekonomian.
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa
anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental ekonomi. Pemerintah dianggap memiliki tugas disertai kemampuan
mempengaruhi kondisi perekonomian secara signifikan dan bersifat cukup
segera.
Dalam praktiknya, ketiga fungsi tersebut
berhubungan sangat erat dan sering tak terpisahkan. Secara bersamaan, peran
penting kebijakan fiskal melalui ketiga fungsi itu antara lain adalah menanggulangi
masalaah kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Berperan pula dalam menyeimbangkan
pertumbuhan pendapatan antarsektor ekonomi, antardaerah, atau antargolongan
pendapatan. Secara lebih teknis, peran kebijakan fiskal tampak dalam
menanggulangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam, wabah penyakit, dan
konflik sosial.
Kebijakan fiskal lebih luas cakupannya dari
sekadar Pengelolaan APBN. Selain ketiga fungsi tadi, pengelolaan APBN memiliki
beberapa fungsi lain, seperti: fungsi otorisasi, fungsi perencanaan, dan fungsi
pengawasan.
Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa
anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada
tahun yang bersangkutan. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran
negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun
yang bersangkutan. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara
menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
1.5
Tentang Buku Ini
Buku ini pada dasarnya bermaksud memberi
penilaian atau asesmen atas kinerja APBN selama era pemerintahan Presiden
Jokowi, dan terutama memakai contoh APBN tahun 2019. Judul “APBN yang Tidak
Mandiri” telah mencerminkan hasil asesmen keseluruhan yang amat jauh berbeda
dengan klaim atau pandangan Pemerintah. Bahkan, judul yang lebih lengkap
sebenarnya adalah: “APBN yang Belum Sehat, yang Tidak Mandiri, yang Kurang
Adil, dan yang Rawan Kesinambungannya.”
Buku ini memiliki misi tambahan selain
menyampaikan asesmen penulis, yaitu bertujuan memahamkan pembaca umum (publik) tentang
seluk beluk APBN secara mudah, sehingga mampu melakukan analisis sendiri
nantinya. Buku ini berharap agar para pembaca dapat ikut aktif mempengaruhi penyusunan
dan pengelolaan APBN, antara lain melalui kritik atas berbagai aspeknya.
Secara lebih teknis, setelah membaca buku
ini, pembaca diharapkan mengetahui dan memahami secara cukup baik mengenai berbagai
hal terkait APBN. Diantaranya adalah: istilah pokok, postur ringkas dan perkembangannya,
rincian dan perkembangan Pendapatan Negara, rincian dan perkembangan Belanja Negara,
rincian dan perkembangan Pembiayaan Anggaran, soalan posisi utang pemerintah
dan beban pembayarannya, proses penganggaran, masalah utama realisasi APBN dan
pengawasan APBN, dan tantangan APBN ke depan.
Cara pembahasan dalam buku ini pada
dasarnya adalah seperti perkuliahan di kelas, termasuk memakai gaya bercerita.
Penjelasan dilakukan tahap demi tahap, dari sesuatu yang dianggap lebih mudah
menuju yang lebih butuh perhatian dan kecermatan. Pembahasan pada tahap tertentu
dari tiap aspek akan banyak menggunakan tabel, diagram dan grafik. Sebagian
pembahasan akan berulang atau menyajikan data yang sama, dengan maksud lebih
memahamkan. Oleh karenanya, tidak dapat dihindari kesan agak “menggurui” atau
menganggap pembaca belum memiliki pengetahuan yang cukup. Bagi pembaca yang
telah memiliki pengetahuan lebih banyak, dapat melewati atau cukup melihat
sepintas bagian tertentu dari buku ini. Pendapat penulis terutama disampaikan
pada bagian akhir dari tiap bab bahasan.
Buku ini terdiri dari sebelas bab. Bab
pertama adalah pendahuluan. Hal yang dibahas antara lain adalah: alasan
mempelajari APBN, pengertian APBN dan keuangan Negara, pengertian Postur APBN, peran
dan fungsi APBN, serta tentang apa buku ini.
Bab kedua tentang klaim pemerintah atas
kinerja APBN. Secara lebih khusus, tentang postur APBN tahun 2019 beserta
beberapa rinciannya. Dari klaim tersebut ditentukan apa saja yang perlu diperiksa
melalui pembahasan pada bab-bab berikutnya.
Bab ketiga tentang postur APBN. Dijelaskan
antara lain hal-hal berikut: pengertian postur, postur ringkas APBN 2019, dan perkembangan
postur ringkas APBN 2014 – 2019. Pada bagian akhir, disajikan asesmen penulis atas
postur APBN 2019.
Bab keempat adalah tentang Pendapatan Negara.
Diuraikan mengenai pendapatan negara dalam APBN 2019 dan perkembangannya selama
kurun tahun 2004 hingga tahun 2019. Perkembangan dari beberapa pos pendapatan dijelaskan
secara lebih detail, seperti: penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan
pajak (PNPB). Pada bagian akhir diberikan analisis umum atas Pendapatan Negara
dalam APBN 2019, terutama terkait dengan klaim sebagai mandiri oleh pemerintah.
Bab kelima tentang Belanja Negara.
Dijelaskan mengenai pengertian, macam dan jenis belanja secara umum. Diperlihatkan
tentang perkembangan Belanja Negara sejak tahun 2004 hingga tahun 2019. Beberapa
macam belanja disajikan lebih detil beserta perkembangannya, seperti: Belanja
Pemerintah Pusat, Perkembangan Transfer ke daerah, dan perkembangan Dana desa. Disinggung
pula tentang apa yang dimaksud dengan anggaran kesehatan, anggaran pendidikan,
anggaran kemiskinan, dan anggaran infrastruktur. Bab ini diakhir dengan analisis
umum penulis atas Belanja Negara, terutama mengenai klaim sebagai adil oleh
pemerintah.
Bab keenam tentang Defisit Anggaran dan Keseimbangan
Primer. Dijelaskan mengenai arti istilah Defisit Anggaran dan Keseimbangan
Primer, disertai besaran angkanya untuk APBN 2019. Setelah membahas perkembangan
selama beberapa tahun, diberikan analisis umum penulis mengenai klaim
pemerintah tentang sehatnya APBN 2019.
Bab ketujuh tentang Pembiayaan Anggaran. Dijelaskan
tentang pengertian dan besaran angkanya, serta perkembangan selama beberapa
tahun. Rincian beberapa pos pembiayaan dibahas secara lebih detail, seperti: pembiayaan
utang, penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan kepada Badan
Layanan Umum (BLU).
Bab kedelapan tentang perkembangan utang
pemerintah, terutama sebagai akibat dari perkembangan pembiayaan utang.
Dijelaskan tentang perkembangan posisi utang, beserta beban pembayaran cicilan
dan pembayaran bunga. Profil dari utang pemerintah akan digambarkan secara
cukup rinci, didukung data perkembangan selama beberapa tahun. Bab ini ditutup
dengan pandangan penulis tentang utang pemerintah.
Bab kesembilan tentang asumsi makroekonomi.
Diberikan penjelasan singkat tentang pengertian dan perannya dalam penyusunan
APBN. Disajikan perkembangan selama beberapa tahun, dan dibandingkan antara
asumsi dengan realisasinya. Bab ditutup dengan contoh analisis asumsi
makroekonomi APBN 2019, terkait dengan penilaian realistis atau tidaknya.
Bab kesepuluh tentang siklus APBN. Berbeda
dengan bab-bab sebelumnya yang lebih pada menjelaskan tentang angka-angka, bab
ini membahas tentang bisnis prosesnya. Diantaranya tentang proses penganggaran,
proses pelaksanaan, proses pelaporan, dan proses pengawasan. Akan disinggung
tentang bagaimana hubungan beberapa lembaga negara dengan pemerintah dalam
pengelolaan APBN. Bab ini ditutup dengan pandangan penulis mengenai salah satu
proses dalam siklus APBN.
Bab kesebelas merupakan penutup. Selain
berisi kesimpulan umum dari hal-hal yang telah diuraikan, dijelaskan tentang
tantangan ke depan. Bab ini lebih merupakan pandangan penulis tentang apa saja
yang tengah dihadapi, dan yang mendesak untuk direspon secara baik oleh semua
pihak yang terkait langsung dengan pengelolaan APBN. Diantaranya mencakup
bisnis proses, serta beberapa besaran APBN yang dianggap memerlukan perubahan
mendasar. Salah satu yang krusial, namun juga mungkin kontroversial adalah
tantangan perubahan regulasi, sebagai bagian dari menjawab tantangan ke depan.