Jumat, 10 Oktober 2008

10 Arahan yang sekadar harapan dan imbauan Presiden SBY

10 Arahan yang sekadar harapan dan imbauan Presiden SBY
Presiden SBY memberikan 10 arahan kepada jajaran Menteri Kabinet Indonesia Bersatu bidang ekonomi dan pejabat BUMN, yang pertemuannya dihadiri pula oleh pihak Kadin, Perbankan Nasional, Pengamat, serta sejumlah pimpinan media massa di Kantor Sekretariat Negara Senin (6/10). Arahan itu terkait dengan kewaspadaan terhadap imbas krisis Amerika Serikat.

Ringkasan arahan itu adalah:
1. Semua kalangan agar tetap optimis, dan bersinergi menghadapi krisis keuangan itu dan tidak panik.
2. Tetap pertahankan nilai pertumbuhan enam persen yang ditargetkan tahun ini. Yang perlu dijaga adalah komponen permintaan, konsumsi, pembelanjaan pemerintah, investasi, ekspor dan impor. Dikatakan pula bahwa kita perlu manfaatkan perekonomian domestik dan mengambil pelajaran dari krisis 98 dimana sabuk pengaman perekonomian domestik adalah sektor UMKM, pertanian, dan sektor informal.
3. Optimalisasi APBN 2009 untuk memacu pertumbuhan dan membangun social safety net dengan sejumlah hal yang harus diperhatikan yaitu infrastruktur, alokasi penanganan kemiskinan, ketersediaan listrik serta pangan dan BBM.
4. Dunia usaha khususnya sektor riil harus tetap bergerak meskipun ekspansi bisa berkurang akibat krisis ini. Pajak dan penerimaan negara tetap terjaga supaya pengangguran tidak bertambah. Kewajiban BI dengan jajaran perbankan adalah mengembangkan kebijakan agar kredit dan likuiditas tersedia agar sektor riil bergerak. Kewajiban pemerintah mengeluarkan kebijakan regulasi iklim dan insentif agar sektor riil tetap bergerak. Sedangkan kewajiban swasta adalah lebih adaptif dan terus mempertahankan kinerja, tetap mencari peluang dan share the hardshift.
5. Semua pihak agar cerdas menangkap peluang untuk melakukan persaingan dan kerjasama ekonomi dengan negara sahabat.
6. Galakkan kembali penggunaan produk dalam negeri sehingga pasar domestik akan bertambah kuat.
7. Jajaran pemerintah khususnya memperkokoh sinergi dan kemitraan atau partnership dengan jajaran perbankan dan swasta.
8. Semua kalangan diminta menghindari sikap egosektoral dan memandang remeh masalah yang dihadapi.

9. Berkaitan dengan pada 2008 dan 2009 merupakan tahun politik dan tahun pemilu, namun semua kalangan diminta tak melakukan langkah non partisan dalam mengatasi masalah ini.

10. Semua pihak diminta melakukan komunikasi dengan tepat dan bijak kepada rakyat.
Sikap pemerintahan SBY untuk segera mengantisipasi kemungkinan imbas buruk krisis keuangan global yang dipicu oleh krisis di Amerika bisa dibilang sangat tepat. Baik pula upaya melibatkan pihak diluar kabinet dalam sebagian pertemuan dan pembicaraan penting mengenai soal itu. Namun seberapa memadai atau akan efektifkah arahan tersebut adalah hal lain lagi.
Persoalan pertama yang muncul adalah bahwa 10 arahan itu tidak benar-benar berisi arahan atau langkah sebanyak itu. Ada banyak pengulangan atau bahkan permainan kata dan kalimat. Perhatikan bahwa lima arahan (no 1,7,8,9 dan 10) yang bernada serupa, yakni imbauan agar semua pihak tidak panik, berkomunikasi yang baik, bersinergi, mengedepankan kepentingan bersama dan tetap optimis. Imbauan semacam ini sepintas persuasif, namun jika melihat eskalasi permasalahannya kemungkinan besar tidak akan efektif. Komitmen sinergi antar aparat, instansi pemerintah dan lembaga negara sudah sejak lama diutarakan, hasilnya masih minim. Apalagi jika dimimpikan adanya sinkronisasi dengan berbagai pihak lain (dalam waktu singkat?), khususnya kalangan bisnis yang notabene akan dan memang sewajarnya jika berorientasi kepada kepentingan diri mereka sendiri.
Arahan no 4 bisa dikatakan mengatakan yang dalam keadaan biasa pun sudah seharusnya demikian. Diimbau apa yang memang menjadi tugas masing-masing pihak (dunia usaha, BI dan pemerintah). Subtansi isinya tidak berbeda dari 5 langkah di atas.
Arahan no 2 dan 3 berkaitan erat yakni untuk tetap berupaya mempertahankan dan memacu pertumbuhan ekonomi. Pada arahan ketiga memang ada penekanan pada upaya optimalisasi APBN dan pembangunan safety net.
Hanya arahan 5 dan 6 yang berbeda. Arahan 6 adalah mengenai imbauan untuk penggunaan produk dalam negeri sehingga pasar domestik akan bertambah kuat. Jika hal ini bisa direalisasikan memang cukup menjanjikan. Kekhawatirannya arahannya hanya bersifat slogan. Kita bahkan ragu, apakah belanja negara saja bisa selektif untuk lebih memakai produk dalam negeri. Begitu juga sejauh mana upaya ”banting setir” kebijakan perdagangan bebas ke yang lebih protektif untuk melindungi produk dalam negeri bisa dengan cepat dilaksanakan.
Perhatikan pula bahwa arahan no 5 mengandung masalah serupa. Sudah cukup lama diketahui tentang tidak kokohnya struktur ekspor kita, baik dilihat dari jenis komoditi maupun negara tujuan. Diragukan apakah dalam waktu singkat bisa diperbaiki. Harapan terbesar lebih pada adanya ”paksaan” untuk bersegera memperbaiki struktur ekspor itu.
Singkatnya, arahan Presiden SBY masih bersifat terlampau umum dan dapat dikategorikan sebagai retorika politik. Angka 10 saja hanya semacam mistifikasi bukan pada substansi atau isi arahan. Isinya pun bersifat imbauan yang kurang bertenaga (power), semacam harapan-harapan belaka. Kita belum bisa melihat apa sebenarnya STRATEGI ATAU KEBIJAKAN EKONOMI YANG AKAN ATAU DISIAPKAN UNTUK DIAMBIL PEMERINTAH.
Arahan yang kurang jelas mengenai strategi ekonomi apa yang dijalankan pemerintah, bisa menambah kebingungan para pelaku pasar (bisnis), dan bisa segera diikuti oleh masyarakat luas (rumah tangga). Lebih buruk lagi, arahan itu justeru berpotensi memicu kepanikan, setidaknya ”ekspektasi” bahwa keadaan akan memburuk.