Pertumbuhan Ekonomi adalah keyword kebijakan pemerintah untuk segala kondisi
Tatkala ada kekhwatiran imbas krisis keuangan Amerika terhadap perekonomian Indonesia, pemerintah masih tetap melihat pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan utama kebijakannya. Secara resmi ada dua poin arahan yang menyebutnya secara langsung, yaitu tetap pertahankan nilai pertumbuhan enam persen yang ditargetkan tahun ini (no 2) dan optimalisasi APBN 2009 untuk memacu pertumbuhan (no 3). Selain itu, arti penting mempertahankan pertumbuhan ekonomi disebut secara tidak langsung, dan merupakan variabel yang disebut berulang dan diberi penekanan khusus.
Sekitar dua bulan sebelumnya, ketika krisis Amerika masih belum separah kini, dalam pidato kenegaraan dikatakan Presiden bahwa: “ Kita bersyukur, walaupun ditengah tekanan eksternal yang bertubi-tubi, kita telah berhasil menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen, selama tujuh triwulan berturut-turut. Bahkan Produk Domestik Bruto Non Migas, telah tumbuh mendekati 7 persen pada tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi kita, meningkat dari 5,5 persen pada tahun 2006 menjadi 6,3 persen pada tahun 2007. Tingkat pertumbuhan ini dicapai ditengah tekanan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, dan melonjaknya harga pangan dan energi. Bahkan pada Semester I Tahun 2008 kita tetap bisa menjaga momentum perekonomian kita dengan tingkat pertumbuhan mencapai 6,4 persen. Ini merupakan laju pertumbuhan tertinggi setelah krisis ekonomi tahun 1998.”
Pemerintah sebenarnya sudah tidak seoptimis ketika menyiapkan APBN 2008 setahun yang lalu lagi, sehingga memperkirakan pertumbuhan ekonomi adalah sekitar 6,2 persen. Sebuah asumsi yang tetap saja tergolong ”percaya diri” mengingat kondisi perekonomian dunia yang mulai tidak menentu.
Apa arti Pertumbuhan Ekonomi?
Pengertian pertumbuhan ekonomi yang dipergunakan dalam laporan resmi perekonomian Indonesia sebenarnya adalah pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil atau PDB atas dasar harga konstan. Pernyataan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2007 sebesar 6,3 persen berarti PDB Indonesia tahun 2007, atas dasar harga konstan (tahun 2000 dipakai sebagai tahun dasar), bertambah sebesar proporsi itu dibandingkan dengan tahun 2006. Pengertian ini pula yang dipakai dalam pembicaraan di media masa, bahkan dalam tulisan para ekonom di Indonesia.
Pengertian pertumbuhan ekonomi yang dipergunakan dalam laporan resmi perekonomian Indonesia sebenarnya adalah pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil atau PDB atas dasar harga konstan. Pernyataan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2007 sebesar 6,3 persen berarti PDB Indonesia tahun 2007, atas dasar harga konstan (tahun 2000 dipakai sebagai tahun dasar), bertambah sebesar proporsi itu dibandingkan dengan tahun 2006. Pengertian ini pula yang dipakai dalam pembicaraan di media masa, bahkan dalam tulisan para ekonom di Indonesia.
Dalam teori ekonomi, pertumbuhan ekonomi sebenarnya biasa didefinisikan sebagai peningkatan kapasitas suatu bangsa dalam jangka panjang untuk memproduksi berbagai barang dan jasa. Ada berbagai definisi teknis sebagai penjabarannya. Sebagai contoh, Boediono (1985) mengartikan pertumbuhan ekonomi sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Menurutnya, ada tiga aspek yang harus ditekankan dalam pengertian ini. Pertama, sebagai proses, yang diperhatikan adalah perubahannya bukan keadaannya pada suatu waktu. Kedua, pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk. Dengan kata lain, pertumbuhan output atau hasil produksi karena peningkatan kapasitas produksi harus dihubungkan dengan perubahan jumlah penduduk. Ketiga, definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu jangka panjang. Kenaikan output per kapita selama satu atau dua tahun, yang kemudian diikuti dengan penurunan output per kapita bukan pertumbuhan ekonomi. Suatu perekonomian tumbuh apabila dalam jangka waktu yang cukup lama mengalami kenaikan output per kapita, atau menunjukkan kecenderungan yang jelas untuk menaik.
Jika kita mengambil salah satu saja dari aspek itu, yakni yang dihitung adalah pertumbuhan output per kapita, maka akan ada angka yang berbeda dengan laju pertumbuhan ekonomi yang biasa dipublikasikan. Perlu diketahui, perhitungan semacam ini justeru lebih umum menurut text book dan dipakai oleh publikasi banyak negara. Wajar jika pertumbuhan ekonomi dalam versi ini selalu lebih rendah, karena laju pertumbuhan penduduk selalu positif (jumlahnya masih bertambah) setiap tahunnya. Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi 2007 hanya sebesar 4,95 % (bandingkan dengan 6,3 % yang umum dipublikasikan).
Hal lain adalah berkenaan dengan data outputnya yang memakai PDB. Sebenarnya ada yang menyarankan penggunaan Produk Nasional Bruto (PNB), karena relatif lebih mengeluarkan unsur ”pendapatan asing” nya. Bisa pula menggunakan konsep Pendapatan Nasional (PN) adalah PNB dikurangi dengan pajak tidak langsung neto dan dikurangi juga dengan penyusutan. PN ini adalah jumlah pembayaran terhadap faktor produksi yang dipakai dalam proses produksi. Sayangnya, masih ada persoalan ”teknis” dalam statistik perhitungan pendapatan nasional kita, disamping masalah ”nonteknis’ berupa kesukaan menggunaan indikator yang lebih menggembirakan pemerintah.
Reduksi arti yang lebih serius adalah pembahasan pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka pendek belaka. Cara pembahasan dalam horison waktu jangka pendek tetap berguna. Namun, perubahan perspektif waktu (horison jangka panjang sesuai definisi teoritis) akan berdampak pada penentuan apa yang penting dan tidak penting, serta rekomendasi kebijakan yang sebaiknya dijalankan.
Sebagian ekonom mengartikan pertumbuhan ekonomi secara lebih ketat. Antara lain dengan menekankan bahwa pertumbuhan yang terjadi harus bersumber dari proses internal perekonomian tersebut, bukan dari luar yang bersifat sementara. Ditambahkan pula akan adanya perubahan kelembagaan, termasuk yang bukan ekonomi, yang mendukung kelanggengan peningkatan kapasitas produksi yang berlangsung. Artinya, suatu ekonomi dikatakan tumbuh jika berkaitan dengan perubahan sosial yang lebih luas yang menjamin kesinambungan pertumbuhan output.
Contoh definisi semacam itu adalah dari Simon Kuznets, peraih nobel di bidang ekonomi pada tahun 1971, memberi definisi: ”Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, kelembagaan, dan ideologis terhadap berbagai tuntutan yang ada” (Todaro, 2003).
Nah, seandainya dimaksud oleh pemerintahan SBY adalah pengertian yang lebih luas dan ketat itu, maka ”pertumbuhan ekonomi” masih cukup layak menjadi kata kunci pengelolaan perekonomian nasional. Sayangnya, makna yang dipakai terlampau sempit dan amat direduksi. Bahkan, istilah itu bisa menyesatkan.