Rendahnya Kualitas Pertumbuhan Ekonomi : Sisi Penawaran
Kita sudah pernah membahas, definisi singkat dari Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu.
Sementara itu, barang yang diproduksi di Indonesia terdiri dari ribuan atau jutaan jenis. Ada barang yang berasal dari produksi pertanian, dari industri pengolahan, dan ada yang dari penggalian. Bisa berasal dari lahan petani kecil, produksi rumah tangga, maupun dari produksi perkebunan besar dan industri yang bersifat korporasi. Macam jasa juga demikian. Ada jasa pedagang kecil dan tukang pangkas rambut, namun ada pula jasa konsultan manajemen dan jasa keuangan untuk korporasi. Seluruh produksi barang dan jasa tersebut, per definisi, dimasukkan dalam perhitungan PDB.
Untuk memudahkan pemahaman atau keperluan analisa, penyajian hasil perhitungan PDB ini dilakukan dengan menggolongkan jutaan macam barang dan jasa ke dalam beberapa kelompok jenis barang. Indonesia (BPS) menggolongkannya menjadi sembilan macam barang dan jasa.
Penamaannya disesuaikan dengan jenis sektor usaha yang memproduksinya, sehingga disebut pula penyajian (biasanya berbentuk tabel) PDB menurut lapangan usaha. Metode penghitungan ini secara teknis disebut pendekatan produksi. Sektor produksi atau lapangan usaha dalam penghitungan PDB di Indonesia saat ini dikelompokkan ke dalam 9 sektor atau lapangan usaha. 1. Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; 2. Pertambangan dan Penggalian; 3. Industri Pengolahan; 4. Listrik, Gas dan Air Bersih; 5. Konstruksi; 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran; 7. Pengangkutan dan Komunikasi; 8. Keuangan, Real estat dan Jasa Perusahaan; 9. Jasa-jasa. Sebenarnya ada rincian lagi dari masing-masing sektor, yang biasa disebut subsektor.
Analisis atas perkembangan komponen PDB tersebut bisa dilakukan. Biasanya ini disebut dengan analisis sisi penawaran, untuk membedakannya dengan analisa dari sisi permintaan pada posting terdahulu.
Di sisi penawaran, seluruh sektor ekonomi selalu mencatat pertumbuhan positif, kecuali pertambangan dan penggalian pada tahun 2004. Sumbangan terbesar yang menopang pertumbuhan selama beberapa tahun berasal dari sektor perdagangan, sektor industri pengolahan dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Namun, sektor industri pengolahan mengalami perlambatan, dan pada tahun 2007 hanya bisa tumbuh setara dengan tahun sebelumnya. Keadaan lebih buruk terjadi pada sektor pertanian, laju pertumbuhan dan kontribusinya relatif rendah. Pada tahun 2007 memang ada sedikit perbaikan pada sektor pertanian, namun lebih ditopang oleh pertumbuhan perkebunan milik korporasi (pertanian modern), dibandingkan oleh pertanian rakyat.
Keadaan semacam ini belum berubah secara mendasar pada semester I-2008 dibandingkan dengan semester I-2007. Memang terjadi kenaikan sebesar 6,4 persen dan terjadi di semua sektor kecuali sektor pertambangan dan penggalian. Pertumbuhan ini didorong oleh pertumbuhan sektor pertanian sebesar 5,3 persen, sektor industri pengolahan 4,1 persen, sektor listrik, gas dan air bersih 11,9 persen, sektor konstruksi 8,0 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 7,5 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 20,0 persen, sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan 8,5 persen serta sektor jasa-jasa 6,0 persen.
Perhatikan pula bahwa sektor-sektor (akan lebih kentara jika dianalisis pada subsektor) padat modal seperti telekomunikasi, keuangan, konstruksi, realestat, dan jasa ritel tumbuh lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, sekalipun tumbuh, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian cenderung lebih rendah dari rata-rata nasional.
Perlu diingat bahwa sektor industri pengolahan dan sektor pertanian adalah sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, menjadi sumber penerimaan devisa dan penerimaan pajak, serta memiliki kaitan ke sektor pensuplai inputnya (backward linkage) dan kaitan ke sektor yang memanfaatkan pada proses produksi selanjutnya (forward linkage) yang tinggi.
Analisis semacam ini juga menguatkan kesimpulan kurang berkualitasnya pertumbuhan ekonomi indonesia selama beberapa tahun terakhir.
Kita sudah pernah membahas, definisi singkat dari Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu.
Sementara itu, barang yang diproduksi di Indonesia terdiri dari ribuan atau jutaan jenis. Ada barang yang berasal dari produksi pertanian, dari industri pengolahan, dan ada yang dari penggalian. Bisa berasal dari lahan petani kecil, produksi rumah tangga, maupun dari produksi perkebunan besar dan industri yang bersifat korporasi. Macam jasa juga demikian. Ada jasa pedagang kecil dan tukang pangkas rambut, namun ada pula jasa konsultan manajemen dan jasa keuangan untuk korporasi. Seluruh produksi barang dan jasa tersebut, per definisi, dimasukkan dalam perhitungan PDB.
Untuk memudahkan pemahaman atau keperluan analisa, penyajian hasil perhitungan PDB ini dilakukan dengan menggolongkan jutaan macam barang dan jasa ke dalam beberapa kelompok jenis barang. Indonesia (BPS) menggolongkannya menjadi sembilan macam barang dan jasa.
Penamaannya disesuaikan dengan jenis sektor usaha yang memproduksinya, sehingga disebut pula penyajian (biasanya berbentuk tabel) PDB menurut lapangan usaha. Metode penghitungan ini secara teknis disebut pendekatan produksi. Sektor produksi atau lapangan usaha dalam penghitungan PDB di Indonesia saat ini dikelompokkan ke dalam 9 sektor atau lapangan usaha. 1. Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; 2. Pertambangan dan Penggalian; 3. Industri Pengolahan; 4. Listrik, Gas dan Air Bersih; 5. Konstruksi; 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran; 7. Pengangkutan dan Komunikasi; 8. Keuangan, Real estat dan Jasa Perusahaan; 9. Jasa-jasa. Sebenarnya ada rincian lagi dari masing-masing sektor, yang biasa disebut subsektor.
Analisis atas perkembangan komponen PDB tersebut bisa dilakukan. Biasanya ini disebut dengan analisis sisi penawaran, untuk membedakannya dengan analisa dari sisi permintaan pada posting terdahulu.
Di sisi penawaran, seluruh sektor ekonomi selalu mencatat pertumbuhan positif, kecuali pertambangan dan penggalian pada tahun 2004. Sumbangan terbesar yang menopang pertumbuhan selama beberapa tahun berasal dari sektor perdagangan, sektor industri pengolahan dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Namun, sektor industri pengolahan mengalami perlambatan, dan pada tahun 2007 hanya bisa tumbuh setara dengan tahun sebelumnya. Keadaan lebih buruk terjadi pada sektor pertanian, laju pertumbuhan dan kontribusinya relatif rendah. Pada tahun 2007 memang ada sedikit perbaikan pada sektor pertanian, namun lebih ditopang oleh pertumbuhan perkebunan milik korporasi (pertanian modern), dibandingkan oleh pertanian rakyat.
Keadaan semacam ini belum berubah secara mendasar pada semester I-2008 dibandingkan dengan semester I-2007. Memang terjadi kenaikan sebesar 6,4 persen dan terjadi di semua sektor kecuali sektor pertambangan dan penggalian. Pertumbuhan ini didorong oleh pertumbuhan sektor pertanian sebesar 5,3 persen, sektor industri pengolahan 4,1 persen, sektor listrik, gas dan air bersih 11,9 persen, sektor konstruksi 8,0 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 7,5 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 20,0 persen, sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan 8,5 persen serta sektor jasa-jasa 6,0 persen.
Perhatikan pula bahwa sektor-sektor (akan lebih kentara jika dianalisis pada subsektor) padat modal seperti telekomunikasi, keuangan, konstruksi, realestat, dan jasa ritel tumbuh lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, sekalipun tumbuh, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian cenderung lebih rendah dari rata-rata nasional.
Perlu diingat bahwa sektor industri pengolahan dan sektor pertanian adalah sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, menjadi sumber penerimaan devisa dan penerimaan pajak, serta memiliki kaitan ke sektor pensuplai inputnya (backward linkage) dan kaitan ke sektor yang memanfaatkan pada proses produksi selanjutnya (forward linkage) yang tinggi.
Analisis semacam ini juga menguatkan kesimpulan kurang berkualitasnya pertumbuhan ekonomi indonesia selama beberapa tahun terakhir.