Gubernur DKI Jakarta, Basuki
Tjahaja Purnama meminta agar semua aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta didata.
Bahkan, aset senilai Rp 300.000 juga tidak boleh terlewati. "Agar semua
dilakukan pencatatan, yang sudah keluar dana Rp 300 ribu pun itu bisa dicatat
sebagai aset," ujarnya saat rapat pimpinan di Balai Kota DKI Jakarta,
Jalan Medan Merdeka Selatan, Senin 20 Juni 2016. (http://megapolitan.kompas.com/read/2016/06/20/15564131/ahok.minta.semua.aset.dki.sekecil.apa.pun.didata,
diakses tanggal 3 Nopember 2016 pukul 14.51). Beberapa bulan sebelumnya, beliau
juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menelusuri aset-aset DKI yang beralih ke
pihak ketiga. "Saya ingin mereka cek duitnya ngalir ke siapa saja,"
kata Basuki, di Balai Kota, Rabu 13 Januari 2016. (http://megapolitan.kompas.com/read/2016/01/13/15485781/Ahok.Minta.KPK.dan.PPATK.Telusuri.Aset.DKI.agar.Tidak.Beralih.ke.Pihak.Lain
diakses tanggal 3 Nopember 2016 pukul 14.56)
Aset yang dimiliki dan dikelola
oleh pemerintah daerah DKI Jakarta antara lain dapat dilihat dalam Neraca Daerah
yang merupakan bagian dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), yang
disampaikan oleh Gubernur setiap tahun. LKPD tahun anggaran 2015 yang telah
diaudit (audited) dalam Neraca Daerah menyatakan bahwa per tanggal 31 Desember
2015, total aset Pemda DKI Jakarta bernilai sekitar 421 triliun rupiah. Terdiri
dari lima macam aset: 1. Aset lancar sebesar Rp 17.450 miliar; 2. Investasi
jangka panjang sebesar Rp 22.508 miliar; 3. Aset tetap sebesar Rp 334.403
miliar; 4. Dana cadangan sebesar Rp 1.046 miliar; dan 5. Asset lainnya sebesar
Rp 45.654 miliar.
Aset terbesar berupa aset tetap
yang dilaporkan sekitar Rp 363.585 miliar. Terdiiri dari: Tanah Rp 284.069
miliar, Peralatan dan Mesin Rp 18.987 miliar, Gedung dan Bangunan Rp 24.170
miliar, Jalan, Irigasi, dan Jaringan Rp 32.309 miliar, Aset Tetap Lainnya Rp
1.423 miliar, Konstruksi Dalam Pengerjaan Rp 2.630 miliar. Selama satu tahun
itu diperhitungkan pula akumulasi penyusutan aset tetap senilai Rp 29.181
miliar, yang merupakan akumulasi penyusutan dari: Peralatan dan Mesin; Gedung
dan Bangunan; Jalan, Irigasi, dan Jaringan; serta Aset Tetap Lainnya.
Pertumbuhan nilai aset bisa
dikatakan amat lambat, dan cenderung stagnan. Aset selama enam tahun hanya naik
sekitar 6,43%, dari Rp 395,62 triliun (31 Desember 2009) menjadi Rp 421,06
triliun (per 31 Desember 2015). Bahkan, nilai aset tahun 2015 lebih kecil dibanding
tahun 2014.
Aset tetap (setelah dikurangi
akumulasi penyusutan) selama enam tahun justeru berkurang nilainya. Dari Rp366,91
triliun (31 Desember 2009) menjadi Rp334,40 triliun (31 Desember 2015).
Penurunan cukup signifikan terjadi pada tahun 2015 dibandingkan tahun 2014.
Sumber: LKPD DKI Jakarta, 2015
Tentu saja tidak selalu menjadi masalah apabila nilai aset tetap menjadi lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Asalkan memang sesuai dengan fakta apa
adanya, telah dikelola dan dicatat sesuai aturan yang berlaku, serta tidak ada
(indikasi) penyimpangan atau penyalahgunaan. Antara lain bisa disebabkan karena adanya penyusutan pada bangunan,
mesin, peralatan dan lainnya. Sementara itu ada hal lain pula yang membuat
nilai buku aset tetap bisa tidak bertambah. Sebagai contoh, nilai tanah dicatat
sesuai harga perolehannya.
Hanya saja, Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) telah memberi beberapa catatan atas pengelolaan aset tetap Pemda
DKI Jakarta dibawah kepemimpinan gubernur Basuki. Dalam pemeriksaan atas LKPD tahun 2015
dikatakan antara lain bahwa “Pengelolaan Aset Belum Memadai serta Pencatatan
dan Pelaporan Aset Tetap Tidak Melalui Siklus Akuntansi dan Tidak Menggunakan
Sistem Informasi Akuntansi”. BPK menilai bahwa “Tindak Lanjut Rekomendasi BPK
atas Temuan Pemeriksaan Sebelumnya Belum Tuntas.”
Dilaporkan pula bahwa
Inventarisasi Lima Tahunan (Sensus) Barang Milik Daerah tahun 2013 yang belum
seluruhnya ditindaklanjuti. Hasil Pemeriksaan BPK Nomor 18.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/06/2014
tanggal 19 Juni 2014 menunjukkan bahwa pelaksanaan sensus tersebut tidak cukup
memadai untuk menjawab tujuan sensus yaitu untuk menghasilkan data aset yang andal
dan lengkap, baik mengenai jumlah, spesifikasi, keberadaan fisik, kondisi aset
serta status kepemilikan maupun daya guna sebagai bentuk dari pengamanan aset
berupa penambahan aset hasil sensus senilai Rp33,83 triliun dan pengurangan
aset hasil sensus senilai Rp32,32 triliun.
Dalam LHP BPK RI Nomor
13.B/LHP/XVIII.JKTXVIII. JKT.2/06/2015 tanggal 17 Juni 2015, BPK kembali
melaporkan kelemahan sistem pengendalian intern yang perlu mendapat perhatian
pihak Pemprov DKI Jakarta terkait Aset Tetap antara lain: a) Pembukuan atas BMD
belum dilakukan secara optimal; b) Hasil Pemeriksaan BPK Tahun 2014 tentang
Inventarisasi Lima Tahunan (Sensus) Barang Milik Daerah yang tidak memadai pada
Tahun 2013 belum seluruhnya ditindaklanjuti; c) Laporan Barang Milik Daerah
Semesteran dan Tahunan belum dibuat; d) Aplikasi Sistem Informasi Barang Daerah
belum memadai; e) Pencatatan Kartu Inventaris Barang tidak akurat dan
transparan; f) Barang atau aset tetap tidak dibubuhi atau ditempeli label kode
barang; g) Realisasi pekerjaan yang masih berupa perencanaan dicatat sebagai Aset
Tetap; h) Realisasi Belanja Barang dan Jasa seharusnya dianggarkan di Belanja Modal;
i) Terdapat realisasi Belanja Pemeliharaan Tahun 2014 yang di dalamnya merupakan
Belanja Pemeliharaan yang menambah masa manfaat tetapi tidak dikapitalisasi ke
dalam Aset Tetap; dan j) Pengamanan bukti kepemilikan berupa sertifikat tanah
oleh BPKAD belum optimal.
Atas permasalahan tersebut, BPK
merekomendasikan kepada Gubernur DKI Jakarta (Basuki Tjahaja Purnama) antara
lain agar: a) Membentuk tim aset berdasarkan SK Gubernur yang melibatkan seluruh
SKPD/UKPD terkait untuk melakukan penertiban pengelolaan aset Provinsi DKI
Jakarta secara komprehensif dan menyeluruh meliputi kegiatan antara lain perencanaan
kebutuhan, pengadaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penilaian,
penghapusan, dan penatausahaan aset sesuai ketentuan berlaku; b) Memerintahkan
Kepala BPKAD untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh tentang sistem
akuntansi dan pelaporan aset barang milik daerah dengan membangun grand design
sistem informasi dan penatausahaan aset barang milik daerah yang terintegrasi
dengan SIPKD; dan c) Menginstuksikan kepada Kepala BPKAD untuk membuat database
kepemilikan tanah berupa dokumen dan obyek/fisik tanahnya secara digital untuk
seluruh aset tanah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta membuat monitoring
atas bukti fisik sertifikat tanah yang digunakan oleh masing-masing SKPD/UKPD.
Pemprov DKI memang telah memperhatikan
rekomendasi BPK tersebut, dan melakukan beberapa tindak lanjut, antara lain: a)
Membentuk Kantor Pengelola Aset Daerah (KPAD) di setiap wilayah kota dan
kabupaten administrasi; b) Pengembangan sistem informasi aset tetap; c)
Pelaksanaan inventarisasi aset tetap di seluruh SKPD. Namun, tindaklanjut
tersebut tidak memadai, serta masih menyisakan beberapa persoalan. Sebagai
contoh, Pemprov DKI Jakarta telah mengembangkan Sistem Informasi Aset (e-Aset)
untuk penatausahaan aset daerah pada Tahun 2014 dan hingga saat ini masih dalam
proses pengembangan. Aplikasi e-Aset merupakan aplikasi yang berbasis web.
Masing-masing user pada setiap SKPD dapat melakukan input pada
http://aset.jakarta.go.id. Sistem ini belum digunakan dalam penyusunan laporan
keuangan Tahun 2015. Sedangkan Pelaksanaan inventarisasi aset berpedoman pada
Instruksi Gubernur Nomor 187 Tahun 2015 tentang Percepatan Peningkatan
Akuntansi Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) yang mulai dilaksanakan pada
September 2015 dan direncanakan selesai pada Desember 2016. Hingga saat ini,
pelaksanaannya masih tersendat dan sangat mungkin tidak selesai dengan baik
pada waktunya.
Meskipun demikian, Pemeriksaan
BPK hingga semester pertama tahun 2016 masih memberi catatan penting yang
menguatkan masih belum baiknya pengelolaan aset tetap. Contohnya: 1) Tanah dan/
atau bangunan milik Pemprov DKI Jakarta senilai Rp8,11 triliun dalam sengketa/dikuasai/
dijual pihak lain: 2)Kepemilikan aset tidak didukung bukti yang sah. Aset tanah
yang belum bersertifikat atas nama Pemprov DKI Jakarta minimal seluas
17.392.884m² senilai Rp98,88 triliun. Permasalahan ini mengakibatkan aset tanah
milik Pemprov DKI Jakarta rawan dituntut oleh pihak lain yang dapat merugikan
Pemprov DKI Jakarta.
Berbagai aspek teknis dan rinci
tentu saja memerlukan pemeriksaan silang semua pihak, tidak hanya BPK. Gubernur
dan seluruh aparat pemda DKI Jakarta yang terkait pun musti memiliki kemauan
dan upaya menjelaskan kepada publik yang lebih luas. Yang tidak kalah
pentingnya, mengelola aset negara bernilai ratusan triliun rupiah memerlukan
sistem (dan tata kelola), bukan bertumpu pada kebijakan satu atau beberapa
orang pemimpin saja. Sistem dan tata kelola yang baik, transparan, akuntabel
dan patuh pada aturan. Salah satu kuncinya adalah sistem pengendalian internal,
yang dinilai BPK juga masih belum memadai untuk tahun 2015.
Bagaimanapun, publik berhak tahu
kenapa nilai aset DKI Jakarta menurun, khususnya nilai aset tetap. Dan
sebagaimana yang dikatakan pak Gubernur Basuki sendiri, nilai sekecil apa pun
harus tercatat, dan jika ada yang beralih ke pihak ketiga, musti ditelusuri.
Pengelolalan aset bahkan bukan hanya soal pengamanan saja, melainkan seberapa
bermanfaat untuk rakyat selama ini. Apakah manfaatnya masih bisa ditingkatkan
di masa depan, terlepas dari siapapun gubernurnya.