Nilai aset Provinsi DKI per 31
Desember 2015 menurut Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang telah
diaudit adalah sekitar Rp 421 Triliun. Nilai aset pemerintah pusat berdasar
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah diaudit per 31 Desember
2015 adalah sekitar Rp5.163 Triliun. Jika dibandingkan, nilainya sekitar 8,15%.
Karena nilai kewajiban (utang)
Pemda DKI Jakarta adalah relatif kecil, sekitar Rp 1 triliun, maka equitas (serupa dengan modal
dalam perusahaan) menjadi sebesar Rp 420 Triliun. Sedangkan kewajiban pemerintah pusat amat besar, maka ekuitasnya
hanya Rp 1.669 Triliun. Jika dibandingkan, ekuitas (bisa ditafsirkan kekayaan
bersih) pemda DKI setara dengan seperempat (25,17%) dari pemerintah pusat.
Aset terbesar DKI adalah berupa
aset tetap yang dilaporkan (sebelum penyusutan) sekitar Rp 363.585 miliar. Terdiri dari: Tanah Rp
284.069 miliar, Peralatan dan Mesin Rp 18.987 miliar, Gedung dan Bangunan Rp
24.170 miliar, Jalan, Irigasi, dan Jaringan Rp 32.309 miliar, Aset Tetap
Lainnya Rp 1.423 miliar, Konstruksi Dalam Pengerjaan Rp 2.630 miliar.
Jika kita lihat perkembangan
selama enam tahun, sejak tahun 2009, total aset DKI Jakarta hanya meningkat
6,43% dalam enam tahun. Namun dalam jenis aset tertentu mengalami pertumbuhan
yang amat pesat. Artinya ada perubahan komposisi aset yang signifikan. Perlu
diketehui bahwa perhitungannya menggunakan harga perolehan. Tentu saja ada
penjelasan atau argumentasi dalam hal ini, namun publik perlu pula mulai
mengerti apa yang secara umum terjadi, serta apa rambu-rambu untuk kondisi ke
depannya. Secara lebih khusus, aset terbesar berupa aset tetap yang dilaporkan
(setelah dikurangi akumulasi penyusutan) per 31 Desember tahun 2009 adalah
Rp366.906.322.397.715, sedangkan per 31 Desember tahun 2015 sebesar
Rp334.403.041.973.049. Fenomena penurunan nilai asset tetap tahun 2015 ini memerlukan
data rincian yang lebih banyak, serta analisis tersendiri. Dikaitkan pula
dengan perkembangan harga.
Aset berupa tanah mencapai Rp
284,07 Triliun atau 67,48% dari nilai total aset atau 84,95% dari nilai aset tetap
Provinsi DKI per 31 Desember 2015. Sebagai perbandingan nilai itu sekitar
28,64% dari nilai aset tanah pemerintah pusat pada periode yang sama sebear Rp
991,84 Triliun. Tentu saja perbandingan itu perlu rincian lebih lanjut karena
tanah pada dasarnya dicatat sesuai nilai historis atau harga perolehan, yang
tidak mencerminkan “NILAI PASAR” saat ini.
Dalam hal nilai pasar aset berupa
tanah, sepintas kita telisik, nilainya akan lebih dari tiga kali yang tercatat
dalam pembukuan. Artinya aset tanah DKI kemungkinan besar jika divaluasi akan
dapat mencapai kisaran Rp 1000 triliun. Jika ditambah dengan aset lainnya, maka
bisa dikatakan bahwa tiap penduduk Jakarta yang berjumlah 10,20 juta orang itu
memiliki asset senilai Rp 100 juta. Jika satu keluarga terdiri dari 4 orang
maka, secara administrasi sebenarnya mereka memiliki kekayaan yang “dititipkan”
kepada pemda senilai Rp 400 juta tiap keluarga.
Terlepas dari hal tersebut, BPK telah
menilai aset provinsi DKI yang berupa tanah senilai Rp 284,07 Triliun tersebut
belum dikelola secara baik. Salah satu diantaranya adalah soal Pengamanan Bukti
Kepemilikan Tanah oleh BPKAD yang Belum Optimal. Dikatakan BPK bahwa pengamanan
dan pemeliharaan aset terkait dokumen kepemilikan seperti aset tanah berupa
sertifikat/surat kepemilikan lainnya merupakan tupoksi BPKAD, yaitu Bidang
Pengendalian Aset Daerah pada Subbidang Inventarisasi dan Dokumen Aset BPKAD,
sedangkan pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan masing-masing asset merupakan
tupoksi SKPD/UKPD yang mencatat aset tersebut. Berdasarkan pemeriksaan pada
Subbidang Inventarisasi dan Dokumentasi Aset diketahui bahwa sertifikat tanah
berada pada Gedung Arsip Pulomas (dibawah pengelolaan BPKAD Subbidang
Inventarisasi dan Dokumentasi Aset). Sertifikat yang berada pada gedung arsip Pulomas
tersebut hanya untuk sertifikat tanah yang telah berstatus/atas nama Pemprov
DKI Jakarta, sedangkan untuk yang belum bersertifikat/belum berstatus/atas nama
Pemprov DKI berada pada masing-masing SKPD/UKPD.
BPK juga menyebutkan bahwa data
tanah yang telah diinventarisasi oleh Subbidang Inventarisasi dan Dokumentasi
Aset dari 5.787 bidang tanah, yang telam memiliki Sertifikat baru sebanyak 2.900
bidang tanah. Sedangkan separuhnya lagi, 2.887 bidang tanah, adalah
nonsertifikat.
BPK menyampaikan pula bahwa berdasarkan
penjelasan Kepala Subbidang Inventarisasi dan Dokumentasi Aset diketahui bahwa
Subbidang Inventarisasi dan Dokumentasi Aset tidak mengetahui jumlah total aset
tanah yang dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta. Hal ini karena banyak dokumen kepemilikan
tanah yang belum diserahkan oleh SKPD/UKPD kepada BPKAD.
BPK dalam catatannya atas LKPD
tahun 2015 merinci beberapa persoalan aset tanah ini. Diantaranya adalah: a)
Aset Tetap Tanah pada Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Tidak
Didukung Bukti Kepemilikan yang Lengkap; b) Aset Tetap Tanah pada Dinas
Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan (KPKP) Tidak Didukung Bukti Kepemilikan
yang Lengkap dan Terdapat Tanah yang Tercatat dalam KIB Tanah Dinas KPKP Dibeli
Oleh Dinas PGP dari Pihak Ketiga; c) Upaya pensertifikatan tanah berlarut-larut;
d) Berbagai Tanah yang dicatat masih menjadi obyek sengketa dengan pihak ketiga;
e) masalah pertukaran dengan pihak Ketiga; pencatatan ganda atas tanah; dll.
Dengan demikian, salah satu
soalan serius pemda DKI adalah bagaimana mengelola aset dengan sebaik-baiknya. Apakah
telah dicatat sesuai aturan, dengan jumlah dan nilai yang benar? Dipelihara
secara baik, sesuai aturan dan dengan iktikad baik? Apakah telah dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk 10,25 juta rakyat Jakarta?