Selasa, 26 November 2013

Sekilas info mutakhir Utang Luar Negeri Indonesia

Beberapa hari lalu Bank Indonesia mempublikasikan statistik Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia edisi Nopember, untuk posisi terakhir September 2013. Beberapa info saya ringkaskan berikut ini.
1.       Posisi ULN Indonesia pada September 2013 tercatat USD259,9 miliar. Posisi ULN sektor publik pada September 2013 mencapai USD123,2 miliar sedangkan ULN sektor swasta sebesar USD136,7 miliar.
2.       Komposisi ULN Indonesia tersebut terdiri dari USD212,8 miliar (81,9%) berjangka panjang, dan USD47,1 miliar (18,1%) berjangka pendek.  Khusus, komposisi ULN publik berjangka panjang adalah 94,3%,sedangkan ULN swasta berjangka panjang sebesar 70,6%.
3.       ULN sektor swasta sebagian besar merupakan ULN swasta nonbank yaitu mencapai 83,6%, sedangkan ULN bank hanya mencapai 16,4%. Tiga sektor ekonomi terbesar ULN swasta terarah kepada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor industri pengolahan, dan sektor pertambangan dan penggalian. Dari sisi kreditur, sebagian ULN swasta merupakan utang kepada afiliasi yaitu mencapai 35,2% dari total ULN swasta.
4.       Dari 2006 sampai dengan 2012 (31 Desember), posisi utang luar negeri Indonesia meningkat sebesar USD119,7 miliar (90,3%).
5.       Rasio utang luar negeri Indonesia terhadap PDB turun dari 35,9% (2006) menjadi 28,7% (2012), lalu naik menjadi 29,2% (Sep 2013). Rasio utang terhadap ekspor naik dari 107,2% (2006) menjadi 113,6% (2012), lalu 120,6% (Sep 2013). Debt service ratio (Rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor) naik dari 17,6% (2006) menjadi 34,9% (2012), lalu 39,1% (Sep 2013).

Penilaian sepintas
Dalam laporan itu, Bank Indonesia memandang perkembangan ULN Indonesia masih cukup sehat dan sesuai dengan fundamental ekonomi. Namun dikatakan juga bahwa Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN Indonesia, terutama ULN jangka pendek swasta, sehingga tetap optimal mendukung perekonomian Indonesia. Nah, BI tampak mulai khawatir dengan soal ULN Swasta, terutama yang berjangka pendek.

Secara sepintas, kita melihat bahwa dalam jangka pendek kita tidak terlampau bermasalah. Namun, jika melihat perkembangan 9 bulan saja, angka-angka beban utang langsung memburuk dan mulai mengeliminasi pencapaian 6 tahun sebelumnya, maka keadaan tidak bisa dikatakan aman juga. Bahkan bagi orang awam, data itu bisa dibaca berbeda, kita masih akan punya utang untuk jangka yang amat lama, dan pasti akan bertambah.

Menarik pula melihat “penjelasan” tentang utang secara popular dalam publikasi lain BI, Gerai Info, meski untuk konteks yang berbeda, berikut ini: “Ada tiga jenis penjelasan mengenai utang. Bagi sebagian orang, utang harus dihindari, agar tidak repot melunasinya. Ada juga yang berutang karena kepepet, tidak ada jalan lain, terpaksa. Utang bagi kedua golongan ini menjadi hal menakutkan. Tapi ada juga orang yang hidup dari utang. Utang dicintai karena utang bisa bikin kaya. Sebaliknya, semakin kaya maka kian banyak bisa berutang!”


NAH, Apakah kita tidak ingin introspeksi sebagai suatu bangsa dan Negara, mengapa mengelola perekonomian nasional dengan mengandalkan utang luar negeri?